Ukraina Hapus Nama Tempat yang Terkait Rusia
loading...
A
A
A
KIEV - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menandatangani undang-undang yang menghapus nama kota, desa, dan lokasi geografis di negara itu yang mempunyai keterkaitan sejarah atau budaya Rusia .
Menurut situs web parlemen Ukraina, Verkhovna Rada, Zelensky menyetujui undang-undang yang disebut "dekolonisasi" pada hari Jumat. Undang-undang tersebut disahkan oleh anggota parlemen pada bulan Maret dan telah dikerjakan sejak awal tahun lalu.
Undang-undang melarang memuji, memperingati, nama propagandis yang berkaitan dengan negara Rusia, simbolnya, tempat bersejarah atau budaya, kota, tanggal, dan acara.
Menurut undang-undang tersebut, larangan itu juga mencakup orang-orang yang melakukan agresi militer terhadap Ukraina dan negara berdaulat lainnya.
"Undang-undang tersebut akan mulai berlaku tiga bulan setelah dipublikasikan," tulis anggota parlemen Partai Solidaritas Eropa Vladimir Viatrovich di Facebook.
"Setelah itu, pemerintah daerah akan memiliki waktu enam bulan untuk membebaskan ruang publik dari simbol 'dunia Rusia': membongkar patung dan monumen, mengganti nama jalan dan objek lainnya," katanya seperti dikutip dari RT, Sabtu (22/4/2023).
Dorongan untuk menghapus monumen dan nama geografis yang terkait dengan Rusia dan Uni Soviet telah berlangsung di Ukraina sejak 2015, ketika apa yang disebut undang-undang "dekomunisasi" diadopsi di negara tersebut.
Sejak itu, menurut data dari kantor berita RIA Novosti, lebih dari 900 nama pemukiman dan sekitar 50.000 jalan telah diubah.
Proses tersebut semakin intensif setelah dimulainya operasi militer Rusia di Ukraina lebih dari setahun yang lalu. Sebuah patung Catherine yang Agung diruntuhkan di Odessa pada bulan Desember, meskipun kota itu didirikan atas perintah Permaisuri Rusia pada tahun 1794. Beberapa kota, termasuk Dnepr dan Chernovtsy, telah memindahkan patung dan plakat peringatan yang didedikasikan untuk penyair Rusia klasik Alexander Pushkin.
Moskow telah mengecam kebijakan semacam itu, mengatakan bahwa upaya untuk menghilangkan budaya Rusia dan "Ukrainisasi paksa" negara itu melanggar norma internasional dan melanggar hak sekitar seperempat populasi Ukraina, yang berbahasa Rusia.
Menurut situs web parlemen Ukraina, Verkhovna Rada, Zelensky menyetujui undang-undang yang disebut "dekolonisasi" pada hari Jumat. Undang-undang tersebut disahkan oleh anggota parlemen pada bulan Maret dan telah dikerjakan sejak awal tahun lalu.
Undang-undang melarang memuji, memperingati, nama propagandis yang berkaitan dengan negara Rusia, simbolnya, tempat bersejarah atau budaya, kota, tanggal, dan acara.
Menurut undang-undang tersebut, larangan itu juga mencakup orang-orang yang melakukan agresi militer terhadap Ukraina dan negara berdaulat lainnya.
"Undang-undang tersebut akan mulai berlaku tiga bulan setelah dipublikasikan," tulis anggota parlemen Partai Solidaritas Eropa Vladimir Viatrovich di Facebook.
"Setelah itu, pemerintah daerah akan memiliki waktu enam bulan untuk membebaskan ruang publik dari simbol 'dunia Rusia': membongkar patung dan monumen, mengganti nama jalan dan objek lainnya," katanya seperti dikutip dari RT, Sabtu (22/4/2023).
Dorongan untuk menghapus monumen dan nama geografis yang terkait dengan Rusia dan Uni Soviet telah berlangsung di Ukraina sejak 2015, ketika apa yang disebut undang-undang "dekomunisasi" diadopsi di negara tersebut.
Sejak itu, menurut data dari kantor berita RIA Novosti, lebih dari 900 nama pemukiman dan sekitar 50.000 jalan telah diubah.
Proses tersebut semakin intensif setelah dimulainya operasi militer Rusia di Ukraina lebih dari setahun yang lalu. Sebuah patung Catherine yang Agung diruntuhkan di Odessa pada bulan Desember, meskipun kota itu didirikan atas perintah Permaisuri Rusia pada tahun 1794. Beberapa kota, termasuk Dnepr dan Chernovtsy, telah memindahkan patung dan plakat peringatan yang didedikasikan untuk penyair Rusia klasik Alexander Pushkin.
Moskow telah mengecam kebijakan semacam itu, mengatakan bahwa upaya untuk menghilangkan budaya Rusia dan "Ukrainisasi paksa" negara itu melanggar norma internasional dan melanggar hak sekitar seperempat populasi Ukraina, yang berbahasa Rusia.
(ian)