Badai Serangan Tweet Target Mantan Putra Mahkota Arab Saudi
loading...
A
A
A
RIYADH - Para pengguna Twitter di Arab Saudi mengirim ribuan tweet menuduh mantan Putra Mahkota Mohammed bin Nayef dan ajudannya melakukan korupsi. Menurut dua sumber Saudi, kampanye media sosial itu untuk menyudutkan dia menjelang dakwaan terhadapnya.
Serangan tweet terhadap Pangeran Mohammed bin Nayef terjadi sejak Jumat (17/7) dan juga menargetkan ajudannya, mantan pejabat intelijen Saad al-Jabri. Mohammed bin Nayef digulingkan dari posisi putra mahkota oleh Mohammed bin Salman dalam kudeta istana pada 2017.
Badai Twitter itu terjadi saat Raja Salman, 84, masuk rumah sakit di ibu kota Riyadh pada Senin (20/7) karena menderita peradangan kantong empedu menurut kantor berita SPA. Kantor media pemerintah menolak berkomentar lebih lanjut tentang kondisi Raja Salman.
Dua sumber Saudi menjelaskan kampanye oleh para pengguna Twitter pro-pemerintah itu bertujuan mengarahkan opini publik menjelang pengumuman dakwaan korupsi pada Mohammed bin Nayef.
"Mereka telah menyiapkan dokumen terhadap dia sejak Maret," kata satu sumber yang mengetahui masalah itu. Menurut dia, dalang di balik serangan Twitter itu ingin merusak citranya di dalam negeri.
Sumber Saudi kedua menjelaskan kampanye itu jelas memiliki dukungan pemerintah karena tokoh-tokoh Saudi yang dekat dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) ikut mengunggah tweet-tweet itu.
Sebelum dia tergeser dari posisinya, Mohammed bin Nayef dianggap sebagai pesaing paling kuat untuk tahta. Dia menguasai pasukan keamanan Saudi, memiliki hubungan dekat dengan berbagai badan intelijen Barat dan tetap populer bagi kubu konservatif yang dipinggirkan oleh MBS.
Kantor media pemerintah Saudi belum merespon permintaan komentar. Reuters juga belum dapat menghubungi Mohammed bin Nayef.
Otoritas Saudi menahan Mohammed bin Nayef sejak Maret dan ditahan bersama dua pejabat senior lain di lokasi yang dirahasiakan. Jabri berada di pengasingan di Kanada dan dua anaknya ditahan otoritas Saudi pada Maret. (Lihat Infografis: Jejak Hilangnya Palestina dari Google Maps dan Apple Maps)
Putra Jabri, Khalid, menyatakan pada Reuters bahwa, "Kampanye Twitter itu tidak mencerminkan cerita sebenarnya: penyanderaan pada saudara dan saudari kandung saya, persekusi tidak sesuai hukum dan tuduhan palsu." (Lihat Video: Seorang Nenek Renta di Banyuasin Digugat Anaknya Sendiri Perihal Warisan)
Serangan tweet terhadap Pangeran Mohammed bin Nayef terjadi sejak Jumat (17/7) dan juga menargetkan ajudannya, mantan pejabat intelijen Saad al-Jabri. Mohammed bin Nayef digulingkan dari posisi putra mahkota oleh Mohammed bin Salman dalam kudeta istana pada 2017.
Badai Twitter itu terjadi saat Raja Salman, 84, masuk rumah sakit di ibu kota Riyadh pada Senin (20/7) karena menderita peradangan kantong empedu menurut kantor berita SPA. Kantor media pemerintah menolak berkomentar lebih lanjut tentang kondisi Raja Salman.
Dua sumber Saudi menjelaskan kampanye oleh para pengguna Twitter pro-pemerintah itu bertujuan mengarahkan opini publik menjelang pengumuman dakwaan korupsi pada Mohammed bin Nayef.
"Mereka telah menyiapkan dokumen terhadap dia sejak Maret," kata satu sumber yang mengetahui masalah itu. Menurut dia, dalang di balik serangan Twitter itu ingin merusak citranya di dalam negeri.
Sumber Saudi kedua menjelaskan kampanye itu jelas memiliki dukungan pemerintah karena tokoh-tokoh Saudi yang dekat dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) ikut mengunggah tweet-tweet itu.
Sebelum dia tergeser dari posisinya, Mohammed bin Nayef dianggap sebagai pesaing paling kuat untuk tahta. Dia menguasai pasukan keamanan Saudi, memiliki hubungan dekat dengan berbagai badan intelijen Barat dan tetap populer bagi kubu konservatif yang dipinggirkan oleh MBS.
Kantor media pemerintah Saudi belum merespon permintaan komentar. Reuters juga belum dapat menghubungi Mohammed bin Nayef.
Otoritas Saudi menahan Mohammed bin Nayef sejak Maret dan ditahan bersama dua pejabat senior lain di lokasi yang dirahasiakan. Jabri berada di pengasingan di Kanada dan dua anaknya ditahan otoritas Saudi pada Maret. (Lihat Infografis: Jejak Hilangnya Palestina dari Google Maps dan Apple Maps)
Putra Jabri, Khalid, menyatakan pada Reuters bahwa, "Kampanye Twitter itu tidak mencerminkan cerita sebenarnya: penyanderaan pada saudara dan saudari kandung saya, persekusi tidak sesuai hukum dan tuduhan palsu." (Lihat Video: Seorang Nenek Renta di Banyuasin Digugat Anaknya Sendiri Perihal Warisan)
(sya)