Sejarah Konflik Turki-Yunani, Sesama Anggota NATO yang Tak Bisa Akur

Selasa, 21 Februari 2023 - 16:08 WIB
loading...
Sejarah Konflik Turki-Yunani, Sesama Anggota NATO yang Tak Bisa Akur
Kapal pengeboran Turki Yavuz dikawal oleh kapal fregat Angkatan Laut Turki di Mediterania Timur, seiring konflik wilayah maritim yang masih terjadi dengan Yunani. Foto/REUTERS
A A A
ATHENA - Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO merupakan aliansi militer yang dibentuk pada tahun 1949. Sudah diakui jika aliansi militer ini sangat disegani dunia.

Dalam data yang dipublikasikan NATO, ada 30 negara yang tercatat sebagai anggotanya. Beberapa di antaranya adalah Belgia, Bulgaria, Albania, Turki, Yunani, Kanada, Denmark, Ceko, Amerika Serikat (AS), Inggris Raya, Spanyol, Portugal, Polandia, dan masih banyak lagi.

Di antara anggota NATO tersebut, ada dua negara yang tercatat pernah terlibat perang dan tidak bisa akur, yakni Turki dan Yunani.

Perang Turki dan Yunani berkecamuk pada tahun 1897. Melansir informasi yang ada di laman History Is Now Magazine, perang ini berlangsung selama 32 hari, sepanjang April sampai Mei 1897.



Kala itu, Turki masih berada di bawah Kesultanan Utsmaniyah, dengan penguasa Sultan Abdul Hamid. Kedua negara ini memperebutkan Pulau Kreta, yang menjadi daerah kekuasaan Utsmaniyah, namun banyak dihuni oleh orang Yunani.

Berada di bawah kendali Raja George, Yunani berencana mencaplok pulau tersebut dan mengirim senjata dalam rangka mendukung para nasionalis Yunani di Kreta.

Sejak Februari 1897, dua batalion Yunani mendarat di wilayah pantai Kreta dan bergabung dengan gerakan lokal.

Sekitar dua bulan setelahnya, prajurit Yunani menyerang menara perbatasan Ottoman, namun akhirnya dipukul mundur oleh penjaga perbatasan.

Pada 16 sampai 22 April, bentrokan di sepanjang perbatasan dan jalur gunung terjadi. Kala itu, terlihat bahwa para prajurit Utsmaniyah kurang memiliki taktik berperang.

Mereka seolah langsung menyerang ke pihak musuh tanpa adanya perencanaan. Akibatnya, korban dari pihak Utsmaniyah banyak berjatuhan.

Meski demikian, perang akhirnya dapat dimenangkan oleh Utsmaniyah. Kemenangan tersebut tentunya semakin menumbuhkan kepercayaan publik atas Utsmaniyah, usai dipermalukan selama bertahun-tahun oleh Eropa.

Di sisi lain, kekalahan bagi Yunani dirasa sebagai hal yang sangat memalukan. Setelah itu, Yunani langsung melakukan reformasi politik dan ekonominya, serta mempersiapkan pasukan militer (terutama angkatan laut) yang siap sedia menjaga negaranya.

Perang antara dua negara anggota NATO ini kembali pecah pada tahun 1921 hingga 1922, tepatnya setelah Perang Dunia I.

Perang disulut oleh Yunani yang berusaha memperluas wilayahnya di luar Thrace timur dan di Anatolia. Dalam data yang tercantum di laman Britannica, wilayah-wilayah tersebut diberikan kepada Yunani melalui Perjanjian Sevres, pada 10 Agustus 1920.

Hal itu dilakukan karena pemerintah Utsmaniyah dinilai tengah lemah. Serangan ke Anatolia dilakukan pada Januari 1921 oleh tentara Yunani. Mereka melawan kaum nasionalis Turki, yang tidak mengakui adanya perjanjian tersebut.

Usai perang, Yunani memberikan seluruh wilayah yang didapat selama perang ke Turki dan kembali ke perbatasan.

Pertukaran populasi antara Turki dan Yunani juga terjadi, berdasarkan Perjanjian Lausanne. Perjanjian ini ditandatangani oleh perwakilan Turki, Inggris, Prancis, Yunani, Rumania, Jepang, Italia, Kerajaan Serbia, Slovenia, dan Kroasia pada 24 Juli 1923 di Lausanne, Swiss.

Turki dan Yunani beberapa kali terlibat perselisihan terkait berbagai masalah. Mulai dari batas laut, luas landas kontinen, wilayah udara, dan Pulau Siprus yang terbagi antara kedua negara sejak 1974.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1359 seconds (0.1#10.140)