Turki Cela Kecaman UE Atas Hagia Sophia
loading...
A
A
A
ANKARA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki , Mevlut Cavusoglu, mencela Uni Eropa (UE) yang mengecam Ankara karena telah mengubah Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Cavusoglu mengatakan masalah itu adalah masalah kedaulatan nasional.
Sebelumnya awal pekan ini para menteri luar negeri UE, yang mengadakan pertemuan tatap muka pertama mereka dalam beberapa bulan, menyatakan bahwa mereka "mengutuk" keputusan itu. Kepala urusan luar negeri UE Josep Borrell mengatakan ada dukungan luas untuk menyerukan pihak berwenang Turki untuk segera mempertimbangkan dan membatalkan keputusan ini. (Baca: Uni Eropa Sesalkan Keputusan Turki Ubah Hagia Sophia Jadi Masjid )
Diminta untuk mengomentari kritik UE, Cavusoglu mengatakan pada konferensi pers bersama dengan rekannya yang berkunjung dari Malta: "Kami menolak kata 'mengutuk.'
"Ini adalah masalah yang menyangkut hak-hak kedaulatan Turki," tegasnya seperti dikutip dari AP, Selasa (14/7/2020).
Ia berpendapat bahwa ada beberapa masjid di Spanyol yang memiliki anggota UE yang telah dikonversi menjadi gereja.
Sementara itu, pejabat dari otoritas urusan agama Turki, mengatakan struktur tengara dapat tetap terbuka untuk pengunjung di luar jam salat, seperti diberitakan kantor berita yang dikelola pemerintah Turki, Anadolu.
"Lukisan umat Kristen di dalam Hagia Sophia tidak menjadi hambatan untuk umat Muslim salat," kata para pejabat yang sedang mempersiapkan situs untuk ibadah Muslim. Namun mereka menambahkan, bahwa angka-angka perlu ditutup dengan tirai atau melalui cara lain selama salat, sejalan dengan tradisi Islam yang melarang representasi tersebut.
Pekan lalu, Turki membatalkan status gereja katedral yang dibangun pada abad ke-6 itu dari musem yang bertahan selama 86 tahyun menjadi masjid dan mengatakan salat perdana di Hagia Sophia akan dilakukan pada 24 Juli.
Keputusan itu memicu kecaman di Amerika Serikat (AS), Yunani, dan negara-negara Barat lainnya serta dari para pemimpin Kristen Ortodoks. Sementara Paus Francis mengungkapkan kesedihan atas tindakan itu. (Baca: Paus Fransiskus Sangat Sedih Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi )
Pada hari Selasa, Yunani kembali menyatakan kecewa dengan keputusan Turki.
"Keputusan ini tentu menyakitkan bagi kita sebagai orang Kristen Ortodoks Yunani tetapi itu juga menyakiti kita sebagai warga dunia," kata Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis.
“Ini bukan masalah Yunani-Turki, bahkan bukan masalah Euro-Turki, ini masalah global. Ini adalah masalah universal,” imbuhnya.
Mitsotakis menambahkan: “Dengan kemunduran ini, Turki memilih untuk memutuskan hubungan dengan dunia Barat dan nilai-nilainya. Ia meninggalkan arah budaya selama berabad-abad, lebih menyukai introversi. Dan itu terbungkus dengan mantel buatan kekuatan atas kelemahannya."
Sebelumnya awal pekan ini para menteri luar negeri UE, yang mengadakan pertemuan tatap muka pertama mereka dalam beberapa bulan, menyatakan bahwa mereka "mengutuk" keputusan itu. Kepala urusan luar negeri UE Josep Borrell mengatakan ada dukungan luas untuk menyerukan pihak berwenang Turki untuk segera mempertimbangkan dan membatalkan keputusan ini. (Baca: Uni Eropa Sesalkan Keputusan Turki Ubah Hagia Sophia Jadi Masjid )
Diminta untuk mengomentari kritik UE, Cavusoglu mengatakan pada konferensi pers bersama dengan rekannya yang berkunjung dari Malta: "Kami menolak kata 'mengutuk.'
"Ini adalah masalah yang menyangkut hak-hak kedaulatan Turki," tegasnya seperti dikutip dari AP, Selasa (14/7/2020).
Ia berpendapat bahwa ada beberapa masjid di Spanyol yang memiliki anggota UE yang telah dikonversi menjadi gereja.
Sementara itu, pejabat dari otoritas urusan agama Turki, mengatakan struktur tengara dapat tetap terbuka untuk pengunjung di luar jam salat, seperti diberitakan kantor berita yang dikelola pemerintah Turki, Anadolu.
"Lukisan umat Kristen di dalam Hagia Sophia tidak menjadi hambatan untuk umat Muslim salat," kata para pejabat yang sedang mempersiapkan situs untuk ibadah Muslim. Namun mereka menambahkan, bahwa angka-angka perlu ditutup dengan tirai atau melalui cara lain selama salat, sejalan dengan tradisi Islam yang melarang representasi tersebut.
Pekan lalu, Turki membatalkan status gereja katedral yang dibangun pada abad ke-6 itu dari musem yang bertahan selama 86 tahyun menjadi masjid dan mengatakan salat perdana di Hagia Sophia akan dilakukan pada 24 Juli.
Keputusan itu memicu kecaman di Amerika Serikat (AS), Yunani, dan negara-negara Barat lainnya serta dari para pemimpin Kristen Ortodoks. Sementara Paus Francis mengungkapkan kesedihan atas tindakan itu. (Baca: Paus Fransiskus Sangat Sedih Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi )
Pada hari Selasa, Yunani kembali menyatakan kecewa dengan keputusan Turki.
"Keputusan ini tentu menyakitkan bagi kita sebagai orang Kristen Ortodoks Yunani tetapi itu juga menyakiti kita sebagai warga dunia," kata Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis.
“Ini bukan masalah Yunani-Turki, bahkan bukan masalah Euro-Turki, ini masalah global. Ini adalah masalah universal,” imbuhnya.
Mitsotakis menambahkan: “Dengan kemunduran ini, Turki memilih untuk memutuskan hubungan dengan dunia Barat dan nilai-nilainya. Ia meninggalkan arah budaya selama berabad-abad, lebih menyukai introversi. Dan itu terbungkus dengan mantel buatan kekuatan atas kelemahannya."
(ber)