PBB: Pertanian Opium Myanmar Berkembang Pesat Setelah Kudeta
loading...
A
A
A
YANGOON - Produksi opium di Myanmar meningkat secara dramatis setelah kudeta militer 2021, kata kantor obat-obatan PBB , Kamis (26/1/2023). Gejolak politik dan ekonomi mendorong para petani untuk membudidayakan tanaman tersebut.
Perekonomian negara telah lumpuh menyusul perebutan kekuasaan militer pada Februari 2021 dan pertempuran berikutnya antara junta dan pemberontak anti-kudeta.
Luas lahan yang digunakan untuk penanaman opium diperluas sepertiga menjadi lebih dari 40.000 ha pada 2021-22 - musim tanam penuh pertama sejak kudeta - menurut laporan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
Potensi produksi juga melonjak hampir 90 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 790 ton. Hasilnya menunjukkan bahwa ada "ekspansi signifikan" ekonomi opium Myanmar, sebut laporan UNODC.
"Gangguan ekonomi, keamanan, dan tata kelola yang mengikuti pengambilalihan militer pada Februari 2021 telah menyatu, dan petani tidak punya banyak pilihan selain kembali ke opium," kata perwakilan regional UNODC, Jeremy Douglas, seperti dikutip dari AFP.
"Pertumbuhan yang kita saksikan dalam bisnis narkoba berhubungan langsung dengan krisis yang dihadapi negara ini," lanjutnya.
Laporan tersebut, berdasarkan citra satelit dan kerja lapangan, mengatakan bahwa tren penurunan produksi opium yang terlihat dari tahun 2014 hingga 2020 telah berbalik arah.
UNODC memperkirakan ekonomi opium Myanmar bernilai sekitar USD2 miliar - setara dengan 3 persen produk domestik bruto negara itu pada 2021. Terlepas dari lonjakan produksi, harga opium di tingkat petani juga melonjak menjadi sekitar USD280 per kilogram, kata laporan itu - naik 69 persen dari tahun sebelumnya.
Perekonomian negara telah lumpuh menyusul perebutan kekuasaan militer pada Februari 2021 dan pertempuran berikutnya antara junta dan pemberontak anti-kudeta.
Luas lahan yang digunakan untuk penanaman opium diperluas sepertiga menjadi lebih dari 40.000 ha pada 2021-22 - musim tanam penuh pertama sejak kudeta - menurut laporan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
Potensi produksi juga melonjak hampir 90 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 790 ton. Hasilnya menunjukkan bahwa ada "ekspansi signifikan" ekonomi opium Myanmar, sebut laporan UNODC.
"Gangguan ekonomi, keamanan, dan tata kelola yang mengikuti pengambilalihan militer pada Februari 2021 telah menyatu, dan petani tidak punya banyak pilihan selain kembali ke opium," kata perwakilan regional UNODC, Jeremy Douglas, seperti dikutip dari AFP.
"Pertumbuhan yang kita saksikan dalam bisnis narkoba berhubungan langsung dengan krisis yang dihadapi negara ini," lanjutnya.
Laporan tersebut, berdasarkan citra satelit dan kerja lapangan, mengatakan bahwa tren penurunan produksi opium yang terlihat dari tahun 2014 hingga 2020 telah berbalik arah.
UNODC memperkirakan ekonomi opium Myanmar bernilai sekitar USD2 miliar - setara dengan 3 persen produk domestik bruto negara itu pada 2021. Terlepas dari lonjakan produksi, harga opium di tingkat petani juga melonjak menjadi sekitar USD280 per kilogram, kata laporan itu - naik 69 persen dari tahun sebelumnya.
(esn)