Libatkan AS, Israel Akan Simulasi Serangan Besar-besaran terhadap Iran
Kamis, 19 Mei 2022 - 07:42 WIB
TEL AVIV - Militer Israel , untuk pertama kalinya, akan mensimulasikan serangan besar-besaran terhadap Iran . Simulasi tersebut, bagian dari latihan perang "Chariots of Fire", akan melibatkan hampir seluruh unit militer Zionis dan pesawat militer Amerika Serikat (AS).
Times of Israel, mengutip sumber militer setempat, melaporkan manuver besar-besaran tersebut akan berlangsung selama sebulan di Laut Mediterania yang dimulai pada 29 Mei 2022.
“Mengingat meningkatnya ketidakpastian mengenai kembalinya Iran ke kesepakatan nuklir 2015, di tengah negosiasi yang lama terhenti dengan Amerika Serikat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada tahun lalu telah meningkatkan upayanya untuk mempersiapkan ancaman militer yang kredibel terhadap fasilitas nuklir Teheran,” tulis surat kabar tersebut.
Menurut surat kabar itu, potensi serangan Israel terhadap Iran menimbulkan beberapa tantangan bagi Angkatan Udaa Israel (IAF), yakni ia harus menemukan cara untuk menembaki fasilitas nuklir Iran yang terletak jauh di bawah tanah, entah bagaimana melewati pertahanan udara Iran yang semakin canggih, dan mempersiapkan diri untuk pembalasan oleh Iran dan sekutunya.
“Latihan yang akan datang juga diharapkan untuk fokus pada persiapan dan menanggapi pembalasan semacam itu,” lanjut laporan tersebut, Rabu (18/5/2022).
Hampir semua unit IDF akan mengambil bagian dalam latihan "Chariots of Fire".
Laporan lain dari Channel 13 Israel menyebutkan bahwa selama simulasi serangan terhadap Iran, pesawat tanker AS akan berlatih pengisian bahan bakar di udara untuk jet-jet tempur Israel.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengeklaim bahwa Iran hanya butuh beberapa minggu lagi untuk mengumpulkan bahan fisil yang cukup untuk membuat bom nuklir pertama.
Dia menekankan bahwa Iran terus mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman yang tidak dapat diubah dalam semua aspek yang terkait dengan sentrifugal canggih, dan bahwa harga untuk menangani tantangan Iran di tingkat global atau regional terus meningkat.
Iran selama ini bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai.
Presiden Iran Ebrahim Raisi sebelumnya telah memperingatkan Israel bahwa militer negaranya akan menyerang "pusat rezim Zionis" jika Tel Aviv membuat gerakan terkecil melawan Iran.
Sementara itu, pembicaraan yang bertujuan untuk memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015, yang dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran, telah terhenti.
Ditandatangani oleh Iran dan AS, Inggris, Rusia, Prancis, Jerman, China, dan Uni Eropa, kesepakatan itu mengusulkan keringanan sanksi Iran dengan imbalan penghentian program nuklirnya.
Mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada 2018, mengeklaim bahwa Iran melanggar kewajibannya.
Setelah satu tahun negosiasi di Wina, sebuah kesepakatan muncul di tangan pada bulan Februari. Namun, Iran menuntut jaminan dari Washington bahwa presiden AS di masa depan tidak akan menarik diri dari perjanjian baru, dan meminta AS untuk menghapus Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran dari daftar organisasi teroris. AS belum menanggapi permintaan tersebut.
“Jika AS memberikan tanggapannya terhadap beberapa solusi yang diusulkan, kami dapat berada dalam posisi bahwa semua pihak kembali ke Wina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh.
Times of Israel, mengutip sumber militer setempat, melaporkan manuver besar-besaran tersebut akan berlangsung selama sebulan di Laut Mediterania yang dimulai pada 29 Mei 2022.
“Mengingat meningkatnya ketidakpastian mengenai kembalinya Iran ke kesepakatan nuklir 2015, di tengah negosiasi yang lama terhenti dengan Amerika Serikat, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada tahun lalu telah meningkatkan upayanya untuk mempersiapkan ancaman militer yang kredibel terhadap fasilitas nuklir Teheran,” tulis surat kabar tersebut.
Menurut surat kabar itu, potensi serangan Israel terhadap Iran menimbulkan beberapa tantangan bagi Angkatan Udaa Israel (IAF), yakni ia harus menemukan cara untuk menembaki fasilitas nuklir Iran yang terletak jauh di bawah tanah, entah bagaimana melewati pertahanan udara Iran yang semakin canggih, dan mempersiapkan diri untuk pembalasan oleh Iran dan sekutunya.
“Latihan yang akan datang juga diharapkan untuk fokus pada persiapan dan menanggapi pembalasan semacam itu,” lanjut laporan tersebut, Rabu (18/5/2022).
Hampir semua unit IDF akan mengambil bagian dalam latihan "Chariots of Fire".
Laporan lain dari Channel 13 Israel menyebutkan bahwa selama simulasi serangan terhadap Iran, pesawat tanker AS akan berlatih pengisian bahan bakar di udara untuk jet-jet tempur Israel.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengeklaim bahwa Iran hanya butuh beberapa minggu lagi untuk mengumpulkan bahan fisil yang cukup untuk membuat bom nuklir pertama.
Dia menekankan bahwa Iran terus mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman yang tidak dapat diubah dalam semua aspek yang terkait dengan sentrifugal canggih, dan bahwa harga untuk menangani tantangan Iran di tingkat global atau regional terus meningkat.
Iran selama ini bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai.
Presiden Iran Ebrahim Raisi sebelumnya telah memperingatkan Israel bahwa militer negaranya akan menyerang "pusat rezim Zionis" jika Tel Aviv membuat gerakan terkecil melawan Iran.
Sementara itu, pembicaraan yang bertujuan untuk memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015, yang dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran, telah terhenti.
Ditandatangani oleh Iran dan AS, Inggris, Rusia, Prancis, Jerman, China, dan Uni Eropa, kesepakatan itu mengusulkan keringanan sanksi Iran dengan imbalan penghentian program nuklirnya.
Mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada 2018, mengeklaim bahwa Iran melanggar kewajibannya.
Setelah satu tahun negosiasi di Wina, sebuah kesepakatan muncul di tangan pada bulan Februari. Namun, Iran menuntut jaminan dari Washington bahwa presiden AS di masa depan tidak akan menarik diri dari perjanjian baru, dan meminta AS untuk menghapus Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran dari daftar organisasi teroris. AS belum menanggapi permintaan tersebut.
“Jika AS memberikan tanggapannya terhadap beberapa solusi yang diusulkan, kami dapat berada dalam posisi bahwa semua pihak kembali ke Wina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh.
(min)
tulis komentar anda