Nyaris Punah Akibat Perburuan, China Larang Trenggiling Jadi Obat
Kamis, 11 Juni 2020 - 11:12 WIB
BEIJING - Pemerintah China melarang warganya mengonsumsi hewan trenggiling dari daftar resmi obat tradisional. Mengonsumsi trenggiling diyakini bisa menyembuhkan penyakit nyeri dan malaria.
China Health Times melaporkan China meningkatkan status perlindungan trenggiling ke level tertinggi pekan lalu. Hewan mamalia bersisik itu di ambang kepunahan akibat perburuan ilegal untuk sisik dan dagingnya. Seluruh delapan spesies trenggiling di dunia terancam punah.
Lembaga-lembaga konservasi menyambut baik kebijakan China tersebut. Paul Thomson dari organisasi Save Pangolin menyebutnya momen terobosan untuk trenggiling. “Langkah China untuk menghapus sisik trenggiling dari daftar obat-obatan tradisional bisa menjadi titik balik yang kita tunggu-tunggu," ujarnya dilansir BBC. Dia berharap langkah selanjutnya dari China adalah menegakkan regulasi itu dan berusaha mengubah kebiasaan masyarakat China. (Baca: Ngutil Tas Louis Vuitton, Wanita Muda Indonesia Dicokok Polisi Australia)
Katheryn Wise dari kelompok kampanye kesejahteraan hewan, World Animal Protection, mengatakan kabar bahwa China memberi trenggiling tingkat perlindungan tertinggi dan menghapusnya dari Farmakope China adalah "kabar bagus". Wise mengungkapkan, pihaknya meminta agar perlindungan ini diperluas ke semua hewan liar. “Berbagai hewan liar bisa saja sarang bagi penyakit mematikan,” katanya.
Tubuh trenggiling ditutupi lapisan sisik yang dirancang untuk melindunginya dari pemangsa. Sisiknya sangat dicari-cari oleh para praktisi pengobatan Tiongkok tradisional, sedangkan dagingnya dianggap sebagai makanan lezat. China melarang konsumsi hewan liar hidup untuk makanan setelah wabah virus corona, tetapi ada pengecualian tertentu, seperti untuk obat-obatan atau bulu. (Baca juga: Peneliti Tuding Virus Ciorona Ada di China Sejak Agustus 2019)
Pada 2016, pertemuan konvensi internasional tentang perdagangan satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah (Cites) menyetujui pelarangan perdagangan delapan spesies trenggiling.
Trenggiling baru-baru ini mendapat sorotan karena hewan ini didapati membawa jenis virus corona yang mirip dengan Covid-19. Para ilmuwan sedang menyelidiki apakah trenggiling yang diperdagangkan berperan dalam perpindahan virus tersebut dari hewan ke manusia, tapi buktinya belum jelas.
Sementara itu, terjadinya peningkatan lalu lintas yang tampak di sekitar sejumlah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China , mulai Agustus 2019, mungkin mengindikasikan bahwa virus corona muncul di kota itu lebih awal dari kerangka waktu yang dilaporkan. Itulah hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS). Menurut para peneliti, foto-foto satelit tersebut menggambarkan adanya kesibukan lalu lintas di luar lima rumah sakit di Wuhan mulai akhir Agustus hingga Desember 2019. (Andika H mustaqim)
China Health Times melaporkan China meningkatkan status perlindungan trenggiling ke level tertinggi pekan lalu. Hewan mamalia bersisik itu di ambang kepunahan akibat perburuan ilegal untuk sisik dan dagingnya. Seluruh delapan spesies trenggiling di dunia terancam punah.
Lembaga-lembaga konservasi menyambut baik kebijakan China tersebut. Paul Thomson dari organisasi Save Pangolin menyebutnya momen terobosan untuk trenggiling. “Langkah China untuk menghapus sisik trenggiling dari daftar obat-obatan tradisional bisa menjadi titik balik yang kita tunggu-tunggu," ujarnya dilansir BBC. Dia berharap langkah selanjutnya dari China adalah menegakkan regulasi itu dan berusaha mengubah kebiasaan masyarakat China. (Baca: Ngutil Tas Louis Vuitton, Wanita Muda Indonesia Dicokok Polisi Australia)
Katheryn Wise dari kelompok kampanye kesejahteraan hewan, World Animal Protection, mengatakan kabar bahwa China memberi trenggiling tingkat perlindungan tertinggi dan menghapusnya dari Farmakope China adalah "kabar bagus". Wise mengungkapkan, pihaknya meminta agar perlindungan ini diperluas ke semua hewan liar. “Berbagai hewan liar bisa saja sarang bagi penyakit mematikan,” katanya.
Tubuh trenggiling ditutupi lapisan sisik yang dirancang untuk melindunginya dari pemangsa. Sisiknya sangat dicari-cari oleh para praktisi pengobatan Tiongkok tradisional, sedangkan dagingnya dianggap sebagai makanan lezat. China melarang konsumsi hewan liar hidup untuk makanan setelah wabah virus corona, tetapi ada pengecualian tertentu, seperti untuk obat-obatan atau bulu. (Baca juga: Peneliti Tuding Virus Ciorona Ada di China Sejak Agustus 2019)
Pada 2016, pertemuan konvensi internasional tentang perdagangan satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah (Cites) menyetujui pelarangan perdagangan delapan spesies trenggiling.
Trenggiling baru-baru ini mendapat sorotan karena hewan ini didapati membawa jenis virus corona yang mirip dengan Covid-19. Para ilmuwan sedang menyelidiki apakah trenggiling yang diperdagangkan berperan dalam perpindahan virus tersebut dari hewan ke manusia, tapi buktinya belum jelas.
Sementara itu, terjadinya peningkatan lalu lintas yang tampak di sekitar sejumlah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China , mulai Agustus 2019, mungkin mengindikasikan bahwa virus corona muncul di kota itu lebih awal dari kerangka waktu yang dilaporkan. Itulah hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS). Menurut para peneliti, foto-foto satelit tersebut menggambarkan adanya kesibukan lalu lintas di luar lima rumah sakit di Wuhan mulai akhir Agustus hingga Desember 2019. (Andika H mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda