Inilah Anggota Unit Komando Bersenjata Lengkap Tersangka Pembunuh Presiden Haiti
Jum'at, 09 Juli 2021 - 16:45 WIB
PETIONVILLE - Satu unit komando bersenjata lengkap yang membunuh Presiden Haiti Jovenel Moise pekan ini terdiri atas 26 warga Kolombia dan dua warga Haiti Amerika.
Perburuan masih berlangsung untuk menangkap dalang pembunuhan brutal itu.
Moise, 53, ditembak mati pada Rabu pagi di rumahnya oleh apa yang dikatakan para pejabat sebagai sekelompok pembunuh asing terlatih.
Pembunuhan mengejutkan itu membuat negara termiskin di benua Amerika itu semakin bergejolak di tengah perpecahan politik, kelaparan, dan kekerasan geng yang meluas.
Menteri Pertahanan Kolombia Diego Molano mengatakan temuan awal menunjukkan warga Kolombia yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan itu adalah purnawirawan anggota angkatan bersenjata negaranya. Dia berjanji mendukung penyelidikan di Haiti.
Polisi melacak para tersangka pembunuh pada Rabu ke satu rumah di dekat tempat kejadian perkara (TKP) di Petionville, pinggiran utara perbukitan ibukota, Port-au-Prince.
Baku tembak berlangsung hingga larut malam dan pihak berwenang menahan sejumlah tersangka pada Kamis (8/7) waktu setempat.
Kepala Polisi Leon Charles mengarak 17 pria di depan wartawan pada konferensi pers Kamis malam. Dia menunjukkan sejumlah paspor Kolombia, ditambah senapan serbu, parang, walkie-talkie dan sejumlah peralatan termasuk pemotong baut dan palu.
"Warga asing datang ke negara kami untuk membunuh presiden," papar Charles, mencatat ada 26 warga Kolombia dan dua warga Amerika Haiti.
Dia mengungkapkan 15 warga Kolombia ditangkap, seperti juga warga Amerika Haiti. “Tiga orang pelaku tewas dan delapan orang masih buron,” ujar Charles.
Direktur polisi nasional Kolombia Jorge Luis Vargas telah menerima permintaan informasi dari Haiti tentang enam tersangka, dua orang di antaranya tampaknya tewas dalam pertukaran dengan polisi Haiti. Empat orang lainnya ditahan.
Kementerian Luar Negeri di Taiwan, yang memelihara hubungan diplomatik formal dengan Haiti, mengatakan 11 tersangka ditangkap di kedutaannya setelah mereka masuk.
Menteri Pemilu dan Hubungan Antar Partai Haiti, Mathias Pierre, mengidentifikasi tersangka Haiti-Amerika bernama James Solages, 35, dan Joseph Vincent, 55.
Juru bicara Departemen Luar Negeri tidak dapat memastikan apakah ada warga Amerika Serikat (AS) di antara mereka yang ditahan, tetapi pihak berwenang AS telah menghubungi pejabat Haiti, termasuk penyelidik, untuk membahas bagaimana AS dapat membantu.
Para pejabat di negara Karibia yang sebagian besar berbahasa Prancis dan Kreol itu mengatakan para pembunuh tampaknya berbicara dalam bahasa Inggris dan Spanyol.
"Itu adalah komando (serangan) dengan peralatan yang baik dan penuh, dengan lebih dari enam mobil dan banyak peralatan," papar Pierre.
Para pejabat belum memberikan penjelasan motif pembunuhan itu.
Sejak menjabat pada 2017, Moise menghadapi protes massal terhadap pemerintahannya, pertama atas tuduhan korupsi dan pengelolaan ekonominya, kemudian atas cengkeramannya pada kekuasaan yang meningkat.
Warga yang marah berkumpul pada Kamis pagi untuk menyaksikan operasi polisi berlangsung. Beberapa orang membakar mobil para tersangka dan menuju rumah tempat mereka dibekuk. Selongsong peluru berserakan di jalan.
“Bakar mereka!” teriak ratusan orang di luar kantor polisi tempat para tersangka ditahan.
Charles mengatakan masyarakat telah membantu polisi menemukan para tersangka, tetapi dia memohon kepada penduduk kota tepi laut berpenduduk 1 juta orang itu untuk tidak main hakim sendiri.
Keadaan darurat 15 hari diumumkan pada Rabu untuk membantu pihak berwenang menangkap para pembunuh.
Namun, Perdana Menteri Haiti sementara Claude Joseph mengatakan sudah waktunya bagi ekonomi untuk dibuka kembali. Dia telah memberikan instruksi kepada bandara untuk memulai kembali operasi.
Kematian Moise menimbulkan kebingungan tentang siapa pemimpin sah negara berpenduduk 11 juta orang itu. Haiti berbagi pulau Hispaniola dengan Republik Dominika.
Perburuan masih berlangsung untuk menangkap dalang pembunuhan brutal itu.
Moise, 53, ditembak mati pada Rabu pagi di rumahnya oleh apa yang dikatakan para pejabat sebagai sekelompok pembunuh asing terlatih.
Pembunuhan mengejutkan itu membuat negara termiskin di benua Amerika itu semakin bergejolak di tengah perpecahan politik, kelaparan, dan kekerasan geng yang meluas.
Menteri Pertahanan Kolombia Diego Molano mengatakan temuan awal menunjukkan warga Kolombia yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan itu adalah purnawirawan anggota angkatan bersenjata negaranya. Dia berjanji mendukung penyelidikan di Haiti.
Polisi melacak para tersangka pembunuh pada Rabu ke satu rumah di dekat tempat kejadian perkara (TKP) di Petionville, pinggiran utara perbukitan ibukota, Port-au-Prince.
Baku tembak berlangsung hingga larut malam dan pihak berwenang menahan sejumlah tersangka pada Kamis (8/7) waktu setempat.
Kepala Polisi Leon Charles mengarak 17 pria di depan wartawan pada konferensi pers Kamis malam. Dia menunjukkan sejumlah paspor Kolombia, ditambah senapan serbu, parang, walkie-talkie dan sejumlah peralatan termasuk pemotong baut dan palu.
"Warga asing datang ke negara kami untuk membunuh presiden," papar Charles, mencatat ada 26 warga Kolombia dan dua warga Amerika Haiti.
Dia mengungkapkan 15 warga Kolombia ditangkap, seperti juga warga Amerika Haiti. “Tiga orang pelaku tewas dan delapan orang masih buron,” ujar Charles.
Direktur polisi nasional Kolombia Jorge Luis Vargas telah menerima permintaan informasi dari Haiti tentang enam tersangka, dua orang di antaranya tampaknya tewas dalam pertukaran dengan polisi Haiti. Empat orang lainnya ditahan.
Kementerian Luar Negeri di Taiwan, yang memelihara hubungan diplomatik formal dengan Haiti, mengatakan 11 tersangka ditangkap di kedutaannya setelah mereka masuk.
Menteri Pemilu dan Hubungan Antar Partai Haiti, Mathias Pierre, mengidentifikasi tersangka Haiti-Amerika bernama James Solages, 35, dan Joseph Vincent, 55.
Juru bicara Departemen Luar Negeri tidak dapat memastikan apakah ada warga Amerika Serikat (AS) di antara mereka yang ditahan, tetapi pihak berwenang AS telah menghubungi pejabat Haiti, termasuk penyelidik, untuk membahas bagaimana AS dapat membantu.
Para pejabat di negara Karibia yang sebagian besar berbahasa Prancis dan Kreol itu mengatakan para pembunuh tampaknya berbicara dalam bahasa Inggris dan Spanyol.
"Itu adalah komando (serangan) dengan peralatan yang baik dan penuh, dengan lebih dari enam mobil dan banyak peralatan," papar Pierre.
Para pejabat belum memberikan penjelasan motif pembunuhan itu.
Sejak menjabat pada 2017, Moise menghadapi protes massal terhadap pemerintahannya, pertama atas tuduhan korupsi dan pengelolaan ekonominya, kemudian atas cengkeramannya pada kekuasaan yang meningkat.
Warga yang marah berkumpul pada Kamis pagi untuk menyaksikan operasi polisi berlangsung. Beberapa orang membakar mobil para tersangka dan menuju rumah tempat mereka dibekuk. Selongsong peluru berserakan di jalan.
“Bakar mereka!” teriak ratusan orang di luar kantor polisi tempat para tersangka ditahan.
Charles mengatakan masyarakat telah membantu polisi menemukan para tersangka, tetapi dia memohon kepada penduduk kota tepi laut berpenduduk 1 juta orang itu untuk tidak main hakim sendiri.
Keadaan darurat 15 hari diumumkan pada Rabu untuk membantu pihak berwenang menangkap para pembunuh.
Namun, Perdana Menteri Haiti sementara Claude Joseph mengatakan sudah waktunya bagi ekonomi untuk dibuka kembali. Dia telah memberikan instruksi kepada bandara untuk memulai kembali operasi.
Kematian Moise menimbulkan kebingungan tentang siapa pemimpin sah negara berpenduduk 11 juta orang itu. Haiti berbagi pulau Hispaniola dengan Republik Dominika.
(sya)
tulis komentar anda