Terlalu Curiga Risiko Teror Kelompok Islam, PM Selandia Baru Minta Maaf
Selasa, 08 Desember 2020 - 14:01 WIB
WELLINGTON - Berbagai badan keamanan Selandia Baru “hampir secara eksklusif” fokus pada ancaman terorisme kelompok Islam sebelum pria kulit putih membunuh 51 warga Muslim di masjid tahun lalu.
Hal itu terungkap dalam laporan yang baru dirilis Komisi Penyelidikan Kerajaan. Laporan itu mengkritik polisi yang gagal melaksanakan pemeriksaan yang baik saat memberi lisensi senjata api pada pria Australia Brenton Tarrant.
Tarrant mengeluarkan manifesto rasis beberapa saat sebelum melancarkan serangan brutal dan mengunggah aksi itu secara live di Facebook.
Namun terlepas dari kekurangan yang ada, laporan tersebut tidak menemukan adanya kegagalan dalam lembaga-lembaga pemerintah yang seharusnya mencegah serangan di dua masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019. (Baca Juga: Selandia Baru Siap Rilis Laporan Pembantaian 51 Muslim di Christchurch, Ini Timeline-nya)
“Komisi tidak menemukan bahwa masalah-masalah ini akan menghentikan serangan tersebut. Tapi ini sama-sama gagal dan untuk itu saya minta maaf,” ungkap Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern setelah laporan itu dirilis. (Lihat Infografis: Ngerinya Senapan Sniper Anak Bangsa, Bikin Tank Tak Berkutik)
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus atas serangan yang juga menyebabkan puluhan orang terluka itu. (Lihat Video: Banjir Rendam Sejumlah Kawasan di Jakarta)
Ardern menerima pujian global atas responnya terhadap serangan itu dan dengan cepat melarang penjualan senjata semi-otomatis berkapasitas tinggi yang digunakan Tarrant.
Dia juga meluncurkan gerakan global melawan ekstremisme online.
Namun, pihak berwenang dikritik karena mengabaikan peringatan berulang dari komunitas Muslim bahwa kejahatan rasial terhadap mereka terus meningkat.
Hal itu terungkap dalam laporan yang baru dirilis Komisi Penyelidikan Kerajaan. Laporan itu mengkritik polisi yang gagal melaksanakan pemeriksaan yang baik saat memberi lisensi senjata api pada pria Australia Brenton Tarrant.
Tarrant mengeluarkan manifesto rasis beberapa saat sebelum melancarkan serangan brutal dan mengunggah aksi itu secara live di Facebook.
Namun terlepas dari kekurangan yang ada, laporan tersebut tidak menemukan adanya kegagalan dalam lembaga-lembaga pemerintah yang seharusnya mencegah serangan di dua masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019. (Baca Juga: Selandia Baru Siap Rilis Laporan Pembantaian 51 Muslim di Christchurch, Ini Timeline-nya)
“Komisi tidak menemukan bahwa masalah-masalah ini akan menghentikan serangan tersebut. Tapi ini sama-sama gagal dan untuk itu saya minta maaf,” ungkap Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern setelah laporan itu dirilis. (Lihat Infografis: Ngerinya Senapan Sniper Anak Bangsa, Bikin Tank Tak Berkutik)
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus atas serangan yang juga menyebabkan puluhan orang terluka itu. (Lihat Video: Banjir Rendam Sejumlah Kawasan di Jakarta)
Ardern menerima pujian global atas responnya terhadap serangan itu dan dengan cepat melarang penjualan senjata semi-otomatis berkapasitas tinggi yang digunakan Tarrant.
Dia juga meluncurkan gerakan global melawan ekstremisme online.
Namun, pihak berwenang dikritik karena mengabaikan peringatan berulang dari komunitas Muslim bahwa kejahatan rasial terhadap mereka terus meningkat.
tulis komentar anda