Pemimpin Oposisi Ultimatum Presiden Belarusia
Rabu, 14 Oktober 2020 - 04:33 WIB
VILNIUS - Krisis politik di Belarusia memasuki babak baru. Pemimpin oposisi yang diasingkan memberi Presiden Alexander Lukashenko batas waktu dua minggu untuk mengundurkan diri, menghentikan kekerasan dan membebaskan tahanan politik. Ia pun memperingatkan jika ultimatum itu tidak diindahkan maka Lukashenko akan menghadapi mogok massal yang melumpuhkan.
Svetlana Tikhanovskaya, yang menyatakan bahwa dia adalah pemenang pemilu pada 9 Agustus lalu, mengeluarkan apa yang dia katakan sebagai "ultimatum rakyat". Ia menuntut Lukashenko mundur dari kekuasaan pada 25 Oktober dan menghentikan "teror negara" yang dilancarkan oleh pihak berwenang terhadap pelaku pengunjuk rasa damai.
"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi pada 25 Oktober, seluruh negara akan secara damai turun ke jalan," katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Lithuania, di mana dia saat ini berbasis di pengasingan setelah meninggalkan Belarusia setelah pemilu.
"Dan pada 26 Oktober mogok nasional akan dimulai di semua perusahaan, semua jalan akan diblokir, dan penjualan di toko-toko negara akan runtuh," ancamnya.
"Anda punya 13 hari," tegasnya seperti dilansir dari AFP, Kamis (14/10/2020).
Tikhanovskaya mengatakan sudah waktunya bagi warga Belarusia untuk berpihak setelah pihak berwenang melancarkan "teror negara".
"Setiap orang yang belum membuat keputusan untuk beralih ke sisi rakyat adalah aksesori teror. Nyatakan secara terbuka bahwa Anda tidak lagi mendukung rezim," imbaunya.
Pernyataan itu juga mewakili perubahan sikap Tikhanovskaya, yang dengan cepat mendapatkan dukungan dari para pemimpin barat termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel.(Baca juga: Jerman Minta UE Turut Jatuhkan Sanksi kepada Presiden Belarusia )
Pada akhir pekan pihak berwenang Belarusia mengizinkan Tikhanovskaya untuk berbicara dengan suaminya yang dipenjara, yang menasihati istrinya bahwa dia harus bersikap "lebih keras" kepada pihak berwenang.
Svetlana Tikhanovskaya, yang menyatakan bahwa dia adalah pemenang pemilu pada 9 Agustus lalu, mengeluarkan apa yang dia katakan sebagai "ultimatum rakyat". Ia menuntut Lukashenko mundur dari kekuasaan pada 25 Oktober dan menghentikan "teror negara" yang dilancarkan oleh pihak berwenang terhadap pelaku pengunjuk rasa damai.
"Jika tuntutan kami tidak dipenuhi pada 25 Oktober, seluruh negara akan secara damai turun ke jalan," katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis di Lithuania, di mana dia saat ini berbasis di pengasingan setelah meninggalkan Belarusia setelah pemilu.
"Dan pada 26 Oktober mogok nasional akan dimulai di semua perusahaan, semua jalan akan diblokir, dan penjualan di toko-toko negara akan runtuh," ancamnya.
"Anda punya 13 hari," tegasnya seperti dilansir dari AFP, Kamis (14/10/2020).
Tikhanovskaya mengatakan sudah waktunya bagi warga Belarusia untuk berpihak setelah pihak berwenang melancarkan "teror negara".
"Setiap orang yang belum membuat keputusan untuk beralih ke sisi rakyat adalah aksesori teror. Nyatakan secara terbuka bahwa Anda tidak lagi mendukung rezim," imbaunya.
Pernyataan itu juga mewakili perubahan sikap Tikhanovskaya, yang dengan cepat mendapatkan dukungan dari para pemimpin barat termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel.(Baca juga: Jerman Minta UE Turut Jatuhkan Sanksi kepada Presiden Belarusia )
Pada akhir pekan pihak berwenang Belarusia mengizinkan Tikhanovskaya untuk berbicara dengan suaminya yang dipenjara, yang menasihati istrinya bahwa dia harus bersikap "lebih keras" kepada pihak berwenang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda