China Kampanyekan Inisiatif Keamanan Data Global
Kamis, 10 September 2020 - 11:35 WIB
BEIJING - China mengumumkan inisiatif keamanan data global yang memiliki standar untuk mempromosikan multilateralisme dalam ranah tersebut. Inisiatif itu diserukan ketika banyak negara saling merundung negara lain dan memburu serta mematikan banyak perusahaan.
Seruan China itu setelah Amerika Serikat (AS) akan menerapkan inisiatif “Clean Network” dan kebijakan untuk menghapus aplikasi asal China yang dinilai tidak bisa dipercaya. Departemen Luar Negeri China menyatakan, lebih dari 30 negara ikut bergabung, tetapi tidak menyebutkan namanya. Beberapa perusahaan teknologi juga menjadi dewan dalam program tersebut. (Baca: Mengenalkan Ketahuhidan Sejak Dini pada Anak)
Khusus inisiatif keamanan data global yang diserukan China itu pada dasarnya menyerukan agar perusahaan teknologi mencegah kebijakan di belakang pintu terharap penarikan produk dan layanan serta izin penggunaan data secara ilegal. Nantinya, peserta inisiatif harus menghargai kedaulatan, yurisdiksi dan hak manajemen data oleh negara lain.
Dalam inisiatif itu juga meminta para partisipan tidak melakukan pemantauan data dalam skala besar terhadap negara lain untuk mendapatkan informasi tentang penduduk asing melalui teknologi informasi. Inisiatif itu bertujuan untuk mengakhiri aktivitas mencuri informasi pribadi. Perusahaan juga harus menghargai hukum negara yang menjadi host dan pemaksaan perusahaan domestik yang menyimpan data di luar negeri. Inisiatif itu seperti ditujukan untuk menjawab tudingan Washington.
“Aturan keamanan data global merefleksikan keinginan semua negara dan menghargai kepentingan semua pihak seharusnya bisa dicapai dengan partisipasi universal oleh semua pihak,” kata Menteri Luar Negeri dan Ketua Dewan Negara China Wang Yi, dilansir Reuters.
“Beberapa negara terlihat sangat agresif menerapkan kebijakan sepihak dan melemparkan air kotor ke negara lain di bawah alasan ‘kebersihan’ dan melaksanakan perburuan terhadap perusahaan maju di negara lain dengan dalih keamanan. Ini merupakan upaya perundingan telanjang yang seharusnya ditentang dan ditolak,” paparnya. Wang juga mengungkapkan, Beijing tidak akan meminta perusahaan China untuk mentransfer data luar negeri ke pemerintahan karena melanggar undang-undang negara lain.
Sayangnya, tidak jelas bagaimana inisiatif itu sebenarnya atau bagaimana negara lain bisa bergabung. Selain itu, tidak jelas siapa saja negara atau perusahaan yang akan bergabung. Selain itu, proses penerapan kebijakan dan implementasinya juga masih meragukan. Namun demikian, negara ekonomi terbesar kedua itu memang sedang mencari upaya untuk meningkatkan peranan mereka dalam standar dunia dalam bidang data hingga telekomunikasi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Mencegah Alzheimer)
Padahal, Pemerintah China mengendalikan internet di negara itu dengan ketat melalui program yang disebut Great Firewall. Teknologi yang menghalangi akses masyarakat China untuk membuka situs-situs Amerika seperti Twitter, Facebook, dan Google.
Presiden AS Donald Trump mengincar perusahaan-perusahaan teknologi raksasa China seperti Huawei Technologies, Tencent Holdings, dan pemilik aplikasi TikTok yakni ByteDance. Pemerintah AS menuduh perusahaan-perusahaan itu mencuri data penggunanya, tuduhan yang dibantah dengan tegas perusahaan-perusahaan tersebut. Perusahaan seperti Huawei dan Byte Dance membantah tudingan tersebut.
Seruan China itu setelah Amerika Serikat (AS) akan menerapkan inisiatif “Clean Network” dan kebijakan untuk menghapus aplikasi asal China yang dinilai tidak bisa dipercaya. Departemen Luar Negeri China menyatakan, lebih dari 30 negara ikut bergabung, tetapi tidak menyebutkan namanya. Beberapa perusahaan teknologi juga menjadi dewan dalam program tersebut. (Baca: Mengenalkan Ketahuhidan Sejak Dini pada Anak)
Khusus inisiatif keamanan data global yang diserukan China itu pada dasarnya menyerukan agar perusahaan teknologi mencegah kebijakan di belakang pintu terharap penarikan produk dan layanan serta izin penggunaan data secara ilegal. Nantinya, peserta inisiatif harus menghargai kedaulatan, yurisdiksi dan hak manajemen data oleh negara lain.
Dalam inisiatif itu juga meminta para partisipan tidak melakukan pemantauan data dalam skala besar terhadap negara lain untuk mendapatkan informasi tentang penduduk asing melalui teknologi informasi. Inisiatif itu bertujuan untuk mengakhiri aktivitas mencuri informasi pribadi. Perusahaan juga harus menghargai hukum negara yang menjadi host dan pemaksaan perusahaan domestik yang menyimpan data di luar negeri. Inisiatif itu seperti ditujukan untuk menjawab tudingan Washington.
“Aturan keamanan data global merefleksikan keinginan semua negara dan menghargai kepentingan semua pihak seharusnya bisa dicapai dengan partisipasi universal oleh semua pihak,” kata Menteri Luar Negeri dan Ketua Dewan Negara China Wang Yi, dilansir Reuters.
“Beberapa negara terlihat sangat agresif menerapkan kebijakan sepihak dan melemparkan air kotor ke negara lain di bawah alasan ‘kebersihan’ dan melaksanakan perburuan terhadap perusahaan maju di negara lain dengan dalih keamanan. Ini merupakan upaya perundingan telanjang yang seharusnya ditentang dan ditolak,” paparnya. Wang juga mengungkapkan, Beijing tidak akan meminta perusahaan China untuk mentransfer data luar negeri ke pemerintahan karena melanggar undang-undang negara lain.
Sayangnya, tidak jelas bagaimana inisiatif itu sebenarnya atau bagaimana negara lain bisa bergabung. Selain itu, tidak jelas siapa saja negara atau perusahaan yang akan bergabung. Selain itu, proses penerapan kebijakan dan implementasinya juga masih meragukan. Namun demikian, negara ekonomi terbesar kedua itu memang sedang mencari upaya untuk meningkatkan peranan mereka dalam standar dunia dalam bidang data hingga telekomunikasi. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Mencegah Alzheimer)
Padahal, Pemerintah China mengendalikan internet di negara itu dengan ketat melalui program yang disebut Great Firewall. Teknologi yang menghalangi akses masyarakat China untuk membuka situs-situs Amerika seperti Twitter, Facebook, dan Google.
Presiden AS Donald Trump mengincar perusahaan-perusahaan teknologi raksasa China seperti Huawei Technologies, Tencent Holdings, dan pemilik aplikasi TikTok yakni ByteDance. Pemerintah AS menuduh perusahaan-perusahaan itu mencuri data penggunanya, tuduhan yang dibantah dengan tegas perusahaan-perusahaan tersebut. Perusahaan seperti Huawei dan Byte Dance membantah tudingan tersebut.
Lihat Juga :
tulis komentar anda