Dipindah dari Suriah ke Libya, Kapal Perang Rusia di Mediterania Bikin Takut Barat
Rabu, 18 Desember 2024 - 10:40 WIB
DAMASKUS - Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto mengatakan Rusia memindahkan keberadaan militernya di Suriah ke Libya.
Dia menekankan keberadaan kapal perang dan kapal selam Rusia di Mediterania selalu menjadi "sumber kekhawatiran."
"Moskow memindahkan sumber daya dari pangkalan Tartus di Suriah ke Libya. Ini tidak baik. Kapal dan kapal selam Rusia di Mediterania selalu mengkhawatirkan. Bahkan lebih mengkhawatirkan ketika mereka hanya berjarak dua langkah dari kita, bukannya seribu kilometer jauhnya," ujar Crosetto mengenai laporan tentang Moskow yang memindahkan aset militernya dari Suriah ke Libya.
Berbicara kepada surat kabar Italia "La Repubblica," Crosetto mencatat karena meningkatnya serangan Rusia baru-baru ini di Ukraina, dia tidak melihat kondisi yang menguntungkan untuk gencatan senjata dalam perang ini, yang dimulai pada Februari 2022.
"Saya melihat Rusia berniat mengonsolidasikan posisinya di lapangan," ujar dia.
Menanggapi apakah Italia akan memainkan peran dalam misi penjaga perdamaian di Ukraina atau di tempat lain, Crosetto mengatakan, "Pasukan Italia selalu siap untuk misi penjaga perdamaian. Jika pasukan multinasional dibutuhkan, kami akan menjadi bagian darinya. Sama seperti di Lebanon dan Gaza, kami juga siap menghadapi Ukraina."
Dia menegaskan misi semacam itu di perbatasan Ukraina tidak akan melibatkan pasukan Eropa karena para pihak mungkin tidak menerima misi Eropa, tetapi sebaliknya, misi itu harus melibatkan pasukan PBB.
"Kami akan dengan senang hati berkontribusi jika diminta," tegas dia.
Crosetto juga menanggapi harapan Amerika Serikat (AS) agar negara-negara NATO mengalokasikan setidaknya 2% dari PDB mereka untuk pengeluaran pertahanan, mengingat isu ini telah mengemuka sejak masa kepresidenan Barack Obama dan Presiden terpilih AS Donald Trump kemungkinan akan lebih menekankannya lagi.
Menjelaskan bahwa semua negara NATO menargetkan tingkat pengeluaran pertahanan sebesar 2,5% hingga 3%, Crosetto berkata, "Saat ini kami berada di angka 1,57%. Meskipun tidak sebanyak yang saya harapkan, kami telah meningkatkan pengeluaran kami. Namun, kami harus mencapai 2%. Bukan karena NATO memintanya, tetapi karena kami perlu bersiap."
Presiden terpilih AS akan menuntut agar kita mencapai setidaknya 2,5% pada KTT NATO pada bulan Juli 2025, menteri tersebut menambahkan.
“Saya khawatir Presiden AS mungkin mengancam akan meninggalkan NATO, tetapi saya tidak yakin apakah itu akan terjadi. Sebaliknya, saya pikir dia akan mengatakan sesuatu seperti ini: ‘Siapa pun yang gagal mematuhi peningkatan anggaran militer akan keluar dari NATO,” tegas dia.
Baca Juga: Sekutu Terus Tergerus, Sampai Kapan Iran Akan Bertahan?
Dia menekankan keberadaan kapal perang dan kapal selam Rusia di Mediterania selalu menjadi "sumber kekhawatiran."
"Moskow memindahkan sumber daya dari pangkalan Tartus di Suriah ke Libya. Ini tidak baik. Kapal dan kapal selam Rusia di Mediterania selalu mengkhawatirkan. Bahkan lebih mengkhawatirkan ketika mereka hanya berjarak dua langkah dari kita, bukannya seribu kilometer jauhnya," ujar Crosetto mengenai laporan tentang Moskow yang memindahkan aset militernya dari Suriah ke Libya.
Berbicara kepada surat kabar Italia "La Repubblica," Crosetto mencatat karena meningkatnya serangan Rusia baru-baru ini di Ukraina, dia tidak melihat kondisi yang menguntungkan untuk gencatan senjata dalam perang ini, yang dimulai pada Februari 2022.
"Saya melihat Rusia berniat mengonsolidasikan posisinya di lapangan," ujar dia.
Menanggapi apakah Italia akan memainkan peran dalam misi penjaga perdamaian di Ukraina atau di tempat lain, Crosetto mengatakan, "Pasukan Italia selalu siap untuk misi penjaga perdamaian. Jika pasukan multinasional dibutuhkan, kami akan menjadi bagian darinya. Sama seperti di Lebanon dan Gaza, kami juga siap menghadapi Ukraina."
Dia menegaskan misi semacam itu di perbatasan Ukraina tidak akan melibatkan pasukan Eropa karena para pihak mungkin tidak menerima misi Eropa, tetapi sebaliknya, misi itu harus melibatkan pasukan PBB.
"Kami akan dengan senang hati berkontribusi jika diminta," tegas dia.
Pengeluaran Pertahanan NATO
Crosetto juga menanggapi harapan Amerika Serikat (AS) agar negara-negara NATO mengalokasikan setidaknya 2% dari PDB mereka untuk pengeluaran pertahanan, mengingat isu ini telah mengemuka sejak masa kepresidenan Barack Obama dan Presiden terpilih AS Donald Trump kemungkinan akan lebih menekankannya lagi.
Menjelaskan bahwa semua negara NATO menargetkan tingkat pengeluaran pertahanan sebesar 2,5% hingga 3%, Crosetto berkata, "Saat ini kami berada di angka 1,57%. Meskipun tidak sebanyak yang saya harapkan, kami telah meningkatkan pengeluaran kami. Namun, kami harus mencapai 2%. Bukan karena NATO memintanya, tetapi karena kami perlu bersiap."
Presiden terpilih AS akan menuntut agar kita mencapai setidaknya 2,5% pada KTT NATO pada bulan Juli 2025, menteri tersebut menambahkan.
“Saya khawatir Presiden AS mungkin mengancam akan meninggalkan NATO, tetapi saya tidak yakin apakah itu akan terjadi. Sebaliknya, saya pikir dia akan mengatakan sesuatu seperti ini: ‘Siapa pun yang gagal mematuhi peningkatan anggaran militer akan keluar dari NATO,” tegas dia.
Baca Juga: Sekutu Terus Tergerus, Sampai Kapan Iran Akan Bertahan?
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda