Kisah Nishimura Mako, Satu-satunya Wanita yang Gabung Yakuza dan Tak Pernah Kalah Bertarung
Jum'at, 15 November 2024 - 10:04 WIB
Mako hidup sebagai yakuza laki-laki dan pensiun sebagai seorang yakuza.
Dia mendapat pekerjaan di bisnis pembongkaran dan rumah sederhana tempat dia sekarang tinggal sendiri.
Dia menjalani kehidupan yang tenang, berusaha diterima oleh masyarakat dan membantu orang lain. Dengan bantuan Fujimoto, seorang mantan yakuza, dia juga mengelola cabang Gojinkai, sebuah badan amal yang didedikasikan untuk menyediakan perumahan dan bantuan bagi mantan anggota yakuza, mantan narapidana, dan pecandu narkoba.
"Hari saya tidak lengkap jika saya tidak datang ke sini pada malam hari," katanya.
Mereka berkumpul di sekitar meja untuk membicarakan masa lalu, kesulitan saat ini, dan untuk saling mengoreksi. Dia masih menjadi satu-satunya perempuan di meja tersebut.
Dia menegaskan bahwa yang membuatnya dihormati di dunia yang hanya dihuni laki-laki adalah kapasitasnya untuk melakukan kekerasan: "Saya hebat dalam bertarung, saya tidak pernah kalah melawan laki-laki".
Namun, Mako tidak ingin menjadi ikon feminis: bukan tujuannya untuk mendobrak stereotip gender atau mempublikasikan dirinya sebagai satu-satunya yakuza perempuan.
Ada perempuan lain—seperti Taoka Fumiko, janda seorang bos yakuza— yang, meskipun tidak berafiliasi secara resmi, telah memberikan dampak signifikan dalam sejarah yakuza. Namun, tidak ada yang melangkah lebih jauh seperti Mako dan menjadi anggota penuh dengan jari kelingking yang dipotong.
Kisahnya mendefinisikan ulang batasan peran gender dan kesetiaan dalam dunia kejahatan terorganisir Jepang yang brutal—sebuah perjalanan unik untuk identitas dan rasa memiliki.
Dia mendapat pekerjaan di bisnis pembongkaran dan rumah sederhana tempat dia sekarang tinggal sendiri.
Dia menjalani kehidupan yang tenang, berusaha diterima oleh masyarakat dan membantu orang lain. Dengan bantuan Fujimoto, seorang mantan yakuza, dia juga mengelola cabang Gojinkai, sebuah badan amal yang didedikasikan untuk menyediakan perumahan dan bantuan bagi mantan anggota yakuza, mantan narapidana, dan pecandu narkoba.
"Hari saya tidak lengkap jika saya tidak datang ke sini pada malam hari," katanya.
Mereka berkumpul di sekitar meja untuk membicarakan masa lalu, kesulitan saat ini, dan untuk saling mengoreksi. Dia masih menjadi satu-satunya perempuan di meja tersebut.
Dia menegaskan bahwa yang membuatnya dihormati di dunia yang hanya dihuni laki-laki adalah kapasitasnya untuk melakukan kekerasan: "Saya hebat dalam bertarung, saya tidak pernah kalah melawan laki-laki".
Namun, Mako tidak ingin menjadi ikon feminis: bukan tujuannya untuk mendobrak stereotip gender atau mempublikasikan dirinya sebagai satu-satunya yakuza perempuan.
Ada perempuan lain—seperti Taoka Fumiko, janda seorang bos yakuza— yang, meskipun tidak berafiliasi secara resmi, telah memberikan dampak signifikan dalam sejarah yakuza. Namun, tidak ada yang melangkah lebih jauh seperti Mako dan menjadi anggota penuh dengan jari kelingking yang dipotong.
Kisahnya mendefinisikan ulang batasan peran gender dan kesetiaan dalam dunia kejahatan terorganisir Jepang yang brutal—sebuah perjalanan unik untuk identitas dan rasa memiliki.
(mas)
tulis komentar anda