3 Alasan Donald Trump akan Tetap Berpihak pada Israel, Salah Satunya Anggap Palestina Tak Mau Berdamai
Jum'at, 08 November 2024 - 15:30 WIB
WASHINGTON - Donald Trump akan kembali menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS) di tengah konflik dan ketidakpastian yang bergejolak di Timur Tengah. Israel bisa dibilang jadi pihak yang sangat bahagia atas kembali terpilihnya Trump sebagai presiden AS.
Jika melihat masa kepemimpinan Trump di periode 2017–2021, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan AS untuk mendukung Israel. Sehingga kemungkinan besar hal tersebut akan kembali terjadi di periode baru ini.
Meski begitu, dalam kampanye yang dilakukan Trump disebutkan jika dirinya telah berjanji memperbaiki konflik dan membawa perdamaian ke Timur Tengah.
Namun kebanyakan negara mungkin skeptis dengan pernyataan tersebut jika melihat apa yang telah dilakukannya di masa lalu.
3 Alasan Donald Trump Berpihak ke Israel
Pada pemerintahan Trump yang pertama, jumlah negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel meningkat dari dua menjadi enam.
Perjanjian yang paling menonjol adalah Perjanjian Abraham pada tahun 2020, yang melibatkan Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA).
Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Trump yang pertama juga menjadi negara pertama di dunia yang mengakui otoritas Israel atas Dataran Tinggi Golan yang telah lama disengketakan.
Pemerintahan Trump menghentikan semua pendanaan Amerika untuk badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyediakan bantuan bagi jutaan pengungsi Palestina, UNRWA, pada tahun 2018.
Meski begitu, keputusan tersebut dikecam secara luas oleh para pemimpin dunia. Itu digambarkan sebagai taktik politik untuk menekan para pemimpin Palestina agar melepaskan hak para pengungsi Palestina berdasarkan hukum internasional untuk kembali ke properti yang diambil Israel dari leluhur mereka selama pembentukan Israel pada tahun 1948.
Pada tahun 2016 lalu, Donald Trump sempat mengungkapkan jika mayoritas warga Israel benar-benar ingin berdamai, tetapi ia meragukan warga Palestina merasakan hal yang sama.
"Saya akan memberitahu Anda satu hal, orang-orang yang saya kenal dari Israel, banyak orang, banyak, banyak orang, dan hampir semua orang akan senang melihat kesepakatan di pihak Israel," pungkas Trump.
Ia juga menekankan hingga warga Palestina menghentikan teror dan mengakui Israel sebagai negara Yahudi, kesepakatan damai tidak akan pernah tercapai.
Dalam pidatonya dihadapan para pemimpin negara Muslim tahun 2017, di Riyadh, Trump mengatakan mereka harus memimpin upaya memerangi “radikalisme”.
"Jumlah korban sebenarnya dari ISIS, al-Qaeda, Hizbullah, Hamas, dan banyak lainnya, harus dihitung bukan hanya dalam jumlah korban tewas. Jumlah tersebut juga harus dihitung dalam generasi-generasi impian yang telah sirna," kata Trump dalam pidatonya.
Ungkapan tersebut lantas langsung direspon Hamas dengan mengungkapkan jika pertempurannya adalah melawan pendudukan Israel, bukan Barat.
Gerakan tersebut mengajukan piagam politik baru awal bulan ini yang menerima pembentukan negara Palestina di sepanjang perbatasan tahun 1967, tanpa mengakui kenegaraan Israel, dan mengatakan konflik di Palestina bukanlah konflik agama.
Itulah beberapa sebab mengapa Donald Trump lebih mendukung Israel ketimbang memilih netral. Hal ini tentunya akan berbahaya jika konflik di Timur Tengah tak kunjung usai.
Jika melihat masa kepemimpinan Trump di periode 2017–2021, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan AS untuk mendukung Israel. Sehingga kemungkinan besar hal tersebut akan kembali terjadi di periode baru ini.
Meski begitu, dalam kampanye yang dilakukan Trump disebutkan jika dirinya telah berjanji memperbaiki konflik dan membawa perdamaian ke Timur Tengah.
Namun kebanyakan negara mungkin skeptis dengan pernyataan tersebut jika melihat apa yang telah dilakukannya di masa lalu.
3 Alasan Donald Trump Berpihak ke Israel
1. Punya Catatan Sejarah Mendukung Israel
Pada pemerintahan Trump yang pertama, jumlah negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel meningkat dari dua menjadi enam.
Perjanjian yang paling menonjol adalah Perjanjian Abraham pada tahun 2020, yang melibatkan Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA).
Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Trump yang pertama juga menjadi negara pertama di dunia yang mengakui otoritas Israel atas Dataran Tinggi Golan yang telah lama disengketakan.
Pemerintahan Trump menghentikan semua pendanaan Amerika untuk badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyediakan bantuan bagi jutaan pengungsi Palestina, UNRWA, pada tahun 2018.
Meski begitu, keputusan tersebut dikecam secara luas oleh para pemimpin dunia. Itu digambarkan sebagai taktik politik untuk menekan para pemimpin Palestina agar melepaskan hak para pengungsi Palestina berdasarkan hukum internasional untuk kembali ke properti yang diambil Israel dari leluhur mereka selama pembentukan Israel pada tahun 1948.
2. Menganggap Palestina Tidak Ingin Berdamai dengan Israel
Pada tahun 2016 lalu, Donald Trump sempat mengungkapkan jika mayoritas warga Israel benar-benar ingin berdamai, tetapi ia meragukan warga Palestina merasakan hal yang sama.
"Saya akan memberitahu Anda satu hal, orang-orang yang saya kenal dari Israel, banyak orang, banyak, banyak orang, dan hampir semua orang akan senang melihat kesepakatan di pihak Israel," pungkas Trump.
Ia juga menekankan hingga warga Palestina menghentikan teror dan mengakui Israel sebagai negara Yahudi, kesepakatan damai tidak akan pernah tercapai.
3. Donald Trump Mengecam Radikalisme
Dalam pidatonya dihadapan para pemimpin negara Muslim tahun 2017, di Riyadh, Trump mengatakan mereka harus memimpin upaya memerangi “radikalisme”.
"Jumlah korban sebenarnya dari ISIS, al-Qaeda, Hizbullah, Hamas, dan banyak lainnya, harus dihitung bukan hanya dalam jumlah korban tewas. Jumlah tersebut juga harus dihitung dalam generasi-generasi impian yang telah sirna," kata Trump dalam pidatonya.
Ungkapan tersebut lantas langsung direspon Hamas dengan mengungkapkan jika pertempurannya adalah melawan pendudukan Israel, bukan Barat.
Gerakan tersebut mengajukan piagam politik baru awal bulan ini yang menerima pembentukan negara Palestina di sepanjang perbatasan tahun 1967, tanpa mengakui kenegaraan Israel, dan mengatakan konflik di Palestina bukanlah konflik agama.
Itulah beberapa sebab mengapa Donald Trump lebih mendukung Israel ketimbang memilih netral. Hal ini tentunya akan berbahaya jika konflik di Timur Tengah tak kunjung usai.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda