Netanyahu Dituding Pasang Alat Penyadap di Toilet Mantan PM Inggris Boris Johnson
Sabtu, 05 Oktober 2024 - 09:15 WIB
LONDON - Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson membuat klaim yang mengejutkan dalam memoarnya "Unleashed", yang menuduh satu alat penyadap ditemukan di kamar mandi pribadinya di Kantor Kementerian Luar Negeri setelah kunjungan PM Israel Benjamin Netanyahu pada 2017.
Johnson mengatakan Netanyahu, yang dia sebut sebagai "Bibi", meminta izin menggunakan fasilitas tersebut selama pertemuan mereka.
Mantan PM tersebut menyatakan, "Ini mungkin atau mungkin juga bukan kebetulan, tetapi saya diberitahu kemudian, ketika mereka melakukan penyisiran rutin untuk mencari alat penyadap, mereka menemukan alat penyadap di thunderbox (toilet)."
Tuduhan tersebut muncul di tengah sejarah tuduhan serupa terhadap Israel. Pada 2018, Mossad, badan intelijen Israel, dituduh menempatkan alat penyadap di dekat Gedung Putih untuk menguping Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat itu.
Menurut Politico, tiga mantan pejabat AS mengklaim Israel telah diidentifikasi oleh FBI sebagai pelaku di balik penempatan beberapa perangkat mini di Washington DC, yang dirancang untuk memantau lalu lintas telepon seluler.
Tuduhan baru-baru ini telah memicu kembali diskusi tentang kegiatan spionase Israel terhadap apa yang disebut sekutunya.
Kasus-kasus historis termasuk Jonathan Pollard, mantan analis intelijen Angkatan Laut AS, yang dihukum karena memberikan informasi rahasia kepada Israel pada tahun 1980-an.
Kasus penting lainnya adalah kasus Ben-Ami Kadish, seorang insinyur mekanik Amerika yang mengaku bersalah pada tahun 2008 karena memberikan dokumen militer AS yang dirahasiakan kepada Israel.
Selain itu, Arnon Milchan, seorang produser Hollywood, mengaku sebagai mata-mata Israel pada tahun 1970-an dan 1980-an, membantu memperoleh teknologi untuk program senjata nuklir Israel.
Meskipun tidak terkait langsung dengan Israel, kasus orang Yahudi-Amerika, Julius dan Ethel Rosenberg, relevan dengan sejarah spionase yang lebih luas yang melibatkan rahasia AS.
Keluarga Rosenberg dihukum karena membocorkan rahasia bom atom ke Uni Soviet selama Perang Dingin, tindakan yang secara signifikan memajukan kemampuan nuklir Soviet.
Kasus keluarga Rosenberg sering disebut sebagai salah satu contoh spionase paling terkenal selama Perang Dingin dan mengakibatkan eksekusi mereka pada tahun 1953.
Pada tahun 2016, intelijen Inggris melabeli Israel sebagai "ancaman nyata" bagi keamanan Timur Tengah.
Pengungkapan tersebut dilaporkan oleh surat kabar Prancis, Le Monde, berdasarkan dokumen rahasia yang diperoleh whistleblower, Edward Snowden.
Kasus terbaru dugaan spionase yang menargetkan Johnson telah memicu perbincangan tentang apakah Israel adalah sekutu sejati negara-negara Barat.
Khususnya, setelah Perang Dunia II, ekstremisme Zionis menjadi musuh terbesar mata-mata Inggris, seperti yang terungkap dalam satu artikel oleh majalah Foreign Policy.
Perdana Menteri Inggris, Clement Atlee, termasuk di antara target pembunuhan seperti halnya Menteri Luar Negeri, Ernest Bevin, yang dianggap pada tahun 1946 sebagai hambatan utama bagi pembentukan negara Yahudi di Timur Tengah.
Daftar incaran Stern Gang mencakup direktur jenderal baru MI5, Sir Percy Sillitoe, yang memperingatkan Atlee bahwa "kampanye pembunuhan di Inggris harus dianggap sebagai kemungkinan nyata".
Pengguna X menggunakan media sosial untuk menyoroti rekam jejak panjang Zionisme dalam melakukan terorisme.
"Zionis revisionis melakukan kampanye teror terhadap target-target Inggris di Palestina, Jerman, Italia, Mesir, dan di Inggris pada tahun 1940-an," ungkap Profesor David Miller.
Miller kemudian menyebutkan sejumlah terorisme Zionis di Inggris secara khusus, "Stern Gang menciptakan bom buku dan menggunakannya untuk pertama kalinya di Inggris untuk mencoba membunuh Wali Kota Roy Farran di Wolverhampton. Mereka malah membunuh saudaranya Rex. Bom itu ada di dalam salinan naskah drama Shakespeare yang dilubangi."
"Mereka juga mencoba membunuh banyak anggota Kabinet dengan 21 bom surat yang menargetkan setiap anggota Kabinet terkemuka, termasuk Perdana Menteri, Clement Atlee, Stafford Cripps, dan Sir Anthony Eden," papar dia.
Johnson mengatakan Netanyahu, yang dia sebut sebagai "Bibi", meminta izin menggunakan fasilitas tersebut selama pertemuan mereka.
Mantan PM tersebut menyatakan, "Ini mungkin atau mungkin juga bukan kebetulan, tetapi saya diberitahu kemudian, ketika mereka melakukan penyisiran rutin untuk mencari alat penyadap, mereka menemukan alat penyadap di thunderbox (toilet)."
Tuduhan tersebut muncul di tengah sejarah tuduhan serupa terhadap Israel. Pada 2018, Mossad, badan intelijen Israel, dituduh menempatkan alat penyadap di dekat Gedung Putih untuk menguping Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat itu.
Menurut Politico, tiga mantan pejabat AS mengklaim Israel telah diidentifikasi oleh FBI sebagai pelaku di balik penempatan beberapa perangkat mini di Washington DC, yang dirancang untuk memantau lalu lintas telepon seluler.
Tuduhan baru-baru ini telah memicu kembali diskusi tentang kegiatan spionase Israel terhadap apa yang disebut sekutunya.
Kasus-kasus historis termasuk Jonathan Pollard, mantan analis intelijen Angkatan Laut AS, yang dihukum karena memberikan informasi rahasia kepada Israel pada tahun 1980-an.
Kasus penting lainnya adalah kasus Ben-Ami Kadish, seorang insinyur mekanik Amerika yang mengaku bersalah pada tahun 2008 karena memberikan dokumen militer AS yang dirahasiakan kepada Israel.
Selain itu, Arnon Milchan, seorang produser Hollywood, mengaku sebagai mata-mata Israel pada tahun 1970-an dan 1980-an, membantu memperoleh teknologi untuk program senjata nuklir Israel.
Meskipun tidak terkait langsung dengan Israel, kasus orang Yahudi-Amerika, Julius dan Ethel Rosenberg, relevan dengan sejarah spionase yang lebih luas yang melibatkan rahasia AS.
Keluarga Rosenberg dihukum karena membocorkan rahasia bom atom ke Uni Soviet selama Perang Dingin, tindakan yang secara signifikan memajukan kemampuan nuklir Soviet.
Kasus keluarga Rosenberg sering disebut sebagai salah satu contoh spionase paling terkenal selama Perang Dingin dan mengakibatkan eksekusi mereka pada tahun 1953.
Pada tahun 2016, intelijen Inggris melabeli Israel sebagai "ancaman nyata" bagi keamanan Timur Tengah.
Pengungkapan tersebut dilaporkan oleh surat kabar Prancis, Le Monde, berdasarkan dokumen rahasia yang diperoleh whistleblower, Edward Snowden.
Kasus terbaru dugaan spionase yang menargetkan Johnson telah memicu perbincangan tentang apakah Israel adalah sekutu sejati negara-negara Barat.
Khususnya, setelah Perang Dunia II, ekstremisme Zionis menjadi musuh terbesar mata-mata Inggris, seperti yang terungkap dalam satu artikel oleh majalah Foreign Policy.
Perdana Menteri Inggris, Clement Atlee, termasuk di antara target pembunuhan seperti halnya Menteri Luar Negeri, Ernest Bevin, yang dianggap pada tahun 1946 sebagai hambatan utama bagi pembentukan negara Yahudi di Timur Tengah.
Daftar incaran Stern Gang mencakup direktur jenderal baru MI5, Sir Percy Sillitoe, yang memperingatkan Atlee bahwa "kampanye pembunuhan di Inggris harus dianggap sebagai kemungkinan nyata".
Pengguna X menggunakan media sosial untuk menyoroti rekam jejak panjang Zionisme dalam melakukan terorisme.
"Zionis revisionis melakukan kampanye teror terhadap target-target Inggris di Palestina, Jerman, Italia, Mesir, dan di Inggris pada tahun 1940-an," ungkap Profesor David Miller.
Miller kemudian menyebutkan sejumlah terorisme Zionis di Inggris secara khusus, "Stern Gang menciptakan bom buku dan menggunakannya untuk pertama kalinya di Inggris untuk mencoba membunuh Wali Kota Roy Farran di Wolverhampton. Mereka malah membunuh saudaranya Rex. Bom itu ada di dalam salinan naskah drama Shakespeare yang dilubangi."
"Mereka juga mencoba membunuh banyak anggota Kabinet dengan 21 bom surat yang menargetkan setiap anggota Kabinet terkemuka, termasuk Perdana Menteri, Clement Atlee, Stafford Cripps, dan Sir Anthony Eden," papar dia.
(sya)
tulis komentar anda