Deretan 4 Musuh Hizbullah, Kelompok Milisi Buatan Iran di Lebanon
Kamis, 27 Juni 2024 - 15:13 WIB
JAKARTA - Hizbullah, yang bermarkas di Lebanon, adalah kelompok Islam Syiah transnasional yang kini tengah mencuri banyak perhatian atas konfliknya dengan Israel. Bahkan keduanya sedang di ambang perang habis-habisan sebagai imbas dari perang di Jalur Gaza, Palestina.
Belum lama ini Hizbullah menyebutkan jika pihaknya telah meluncurkan puluhan roket ke Israel utara sebagai balasan dari serangan Zionis di Lebanon.
Sementara Israel mengeklaim jika jet tempur mereka telah menyerang dua gudang senjata milik kelompok Syiah tersebut.
Terlepas dari konfliknya dengan Israel, Hizbullah telah dikenal sebagai salah satu organisasi yang menganut ideologi Wilayat al-Faqih absolut, warisan mendiang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Musavi Khomeini.
Dilansir dari laman Eye on Hezbollah, sejak awal berdirinya, Hizbullah telah terlibat dalam kegiatan militansi, menargetkan musuh-musuhnya yang membuat kelompok tersebut mendapat sebutan “pelaku terror” oleh Departemen Luar Negeri dan Keuangan Amerika Serikat, serta oleh negara lain.
Konflik antara Hizbullah dengan Israel dimulai ketika Negeri Yahudi melakukan invasi ke Lebanon dengan tujuan mengusir dan menghentikan serangan yang dilancarkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada tahun 1982.
Invasi itu sukses menyebabkan PLO keluar dari Lebanon, namun negara tersebut justru kedatangan kelompok baru bernama Hizbullah, dengan dukungan dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Konflik keduanya memanas pada tahun 1993, ketika Hizbullah sukses membunuh lima tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang membuat Israel melancarkan operasi militer ke Lebanon.
Sejak saat itu, hubungan antara Israel dengan Hizbullah maupun Lebanon semakin memburuk dengan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan di kedua belah pihak, meskipun pihak Lebanon lebih sering mengalami kerugian.
Sebagai pihak yang menyuplai persenjataan, Iran mengeksploitasi kekacauan Perang Saudara Lebanon dan invasi Israel tahun 1982 untuk mengkatalisis kebangkitan Hizbullah.
Iran menciptakan pemberontakan di dalam Partai Amal—sebuah partai nasionalis Syiah Lebanon yang didirikan oleh Imam Musa al-Sadr—memecah sebuah faksi (dikenal sebagai Amal Islam) yang kemudian menjadi inti Hizbullah.
Ketika Hizbullah pertama kali muncul pada tahun 1982, mereka sepenuhnya menolak legitimasi negara Lebanon dan menganggapnya sebagai musuh. Surat terbuka mereka pada tahun 1985 menyebut republik sekuler sebagai “produk arogansi yang sangat tidak adil sehingga tidak ada reformasi atau modifikasi yang dapat memperbaikinya.”
Oleh karena itu, kelompok tersebut menolak kerja sama apa pun dengan negara Lebanon yang tidak menyebabkan “perubahan mendasar pada akar sistem”, dan menggantinya dengan republik Islam seperti model Iran.
Pilihan musuh dan sekutu Hizbullah ditentukan oleh permusuhan dan kepentingan Iran, bukan Lebanon. Karena itu jugalah mengapa Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat menjadi salah satu musuh dari kelompok milisi yang ada di Lebanon itu.
Hubungan antara Iran dan AS sendiri sudah mulai rumit sejak tahun 1950, yang dipicu oleh perebutan hak pengelolaan tambak minyak bumi. Permusuhan semakin memanas setelah kemunculan tokoh revolusioner Iran, Ayatollah Khomeini yang menentang pemerintahan boneka AS di Iran.
Masih panasnya hubungan kedua negara hingga saat ini membuat Hizbullah yang disokong dan menganut ideologi Iran ikut memusuhi AS. Imbasnya, AS langsung memasukkan kelompok tersebut dalam salah satu organisasi teroris dunia.
Hubungan antara Arab Saudi dan Lebanon ditandai dengan siklus persahabatan dan permusuhan. Dikutip dari Washington Institute, alasan utama kekecewaan Saudi terhadap Lebanon adalah kekuatan Hizbullah dan pendukungnya di Iran.
Kekecewaan Arab Saudi dimulai ketika Saad Hariri memutuskan untuk berkompromi dengan Hizbullah. Ketika Arab Saudi melepaskan diri, Iran dengan cepat mengisi kesenjangan kekuasaan.
Pada tahun 2016, Michel Aoun menjadi presiden Lebanon dan boneka Iran. Hizbullah serta sekutunya memenangkan pemilihan parlemen pada tahun 2018, mengambil alih sebagian besar keputusan keamanan, keuangan, dan politik di Lebanon.
Belum lama ini Hizbullah menyebutkan jika pihaknya telah meluncurkan puluhan roket ke Israel utara sebagai balasan dari serangan Zionis di Lebanon.
Sementara Israel mengeklaim jika jet tempur mereka telah menyerang dua gudang senjata milik kelompok Syiah tersebut.
Terlepas dari konfliknya dengan Israel, Hizbullah telah dikenal sebagai salah satu organisasi yang menganut ideologi Wilayat al-Faqih absolut, warisan mendiang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Musavi Khomeini.
Dilansir dari laman Eye on Hezbollah, sejak awal berdirinya, Hizbullah telah terlibat dalam kegiatan militansi, menargetkan musuh-musuhnya yang membuat kelompok tersebut mendapat sebutan “pelaku terror” oleh Departemen Luar Negeri dan Keuangan Amerika Serikat, serta oleh negara lain.
Baca Juga
4 Musuh Hizbullah
1. Israel
Konflik antara Hizbullah dengan Israel dimulai ketika Negeri Yahudi melakukan invasi ke Lebanon dengan tujuan mengusir dan menghentikan serangan yang dilancarkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada tahun 1982.
Invasi itu sukses menyebabkan PLO keluar dari Lebanon, namun negara tersebut justru kedatangan kelompok baru bernama Hizbullah, dengan dukungan dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Konflik keduanya memanas pada tahun 1993, ketika Hizbullah sukses membunuh lima tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang membuat Israel melancarkan operasi militer ke Lebanon.
Sejak saat itu, hubungan antara Israel dengan Hizbullah maupun Lebanon semakin memburuk dengan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan di kedua belah pihak, meskipun pihak Lebanon lebih sering mengalami kerugian.
2. Lebanon
Sebagai pihak yang menyuplai persenjataan, Iran mengeksploitasi kekacauan Perang Saudara Lebanon dan invasi Israel tahun 1982 untuk mengkatalisis kebangkitan Hizbullah.
Iran menciptakan pemberontakan di dalam Partai Amal—sebuah partai nasionalis Syiah Lebanon yang didirikan oleh Imam Musa al-Sadr—memecah sebuah faksi (dikenal sebagai Amal Islam) yang kemudian menjadi inti Hizbullah.
Ketika Hizbullah pertama kali muncul pada tahun 1982, mereka sepenuhnya menolak legitimasi negara Lebanon dan menganggapnya sebagai musuh. Surat terbuka mereka pada tahun 1985 menyebut republik sekuler sebagai “produk arogansi yang sangat tidak adil sehingga tidak ada reformasi atau modifikasi yang dapat memperbaikinya.”
Oleh karena itu, kelompok tersebut menolak kerja sama apa pun dengan negara Lebanon yang tidak menyebabkan “perubahan mendasar pada akar sistem”, dan menggantinya dengan republik Islam seperti model Iran.
3. Amerika Serikat
Pilihan musuh dan sekutu Hizbullah ditentukan oleh permusuhan dan kepentingan Iran, bukan Lebanon. Karena itu jugalah mengapa Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat menjadi salah satu musuh dari kelompok milisi yang ada di Lebanon itu.
Hubungan antara Iran dan AS sendiri sudah mulai rumit sejak tahun 1950, yang dipicu oleh perebutan hak pengelolaan tambak minyak bumi. Permusuhan semakin memanas setelah kemunculan tokoh revolusioner Iran, Ayatollah Khomeini yang menentang pemerintahan boneka AS di Iran.
Masih panasnya hubungan kedua negara hingga saat ini membuat Hizbullah yang disokong dan menganut ideologi Iran ikut memusuhi AS. Imbasnya, AS langsung memasukkan kelompok tersebut dalam salah satu organisasi teroris dunia.
4. Arab Saudi
Hubungan antara Arab Saudi dan Lebanon ditandai dengan siklus persahabatan dan permusuhan. Dikutip dari Washington Institute, alasan utama kekecewaan Saudi terhadap Lebanon adalah kekuatan Hizbullah dan pendukungnya di Iran.
Kekecewaan Arab Saudi dimulai ketika Saad Hariri memutuskan untuk berkompromi dengan Hizbullah. Ketika Arab Saudi melepaskan diri, Iran dengan cepat mengisi kesenjangan kekuasaan.
Pada tahun 2016, Michel Aoun menjadi presiden Lebanon dan boneka Iran. Hizbullah serta sekutunya memenangkan pemilihan parlemen pada tahun 2018, mengambil alih sebagian besar keputusan keamanan, keuangan, dan politik di Lebanon.
(mas)
tulis komentar anda