Arab Saudi Blakblakan Sedang Kembangkan Program Nuklir
Sabtu, 10 Juni 2023 - 02:24 WIB
RIYADH - Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan secara terbuka mengakui bahwa kerajaan sedang mengembangkan program nuklir namun untuk kepentingan sipil.
Kerajaan, kata dia, lebih memilih Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu penawar untuk program tersebut.
“Ada orang lain yang menawarkan, dan jelas, kami ingin membangun program kami dengan teknologi terbaik di dunia, dan itu akan membutuhkan kesepakatan tertentu,” kata Pangeran Faisal saat konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Riyadh.
Pangeran Faisal juga mengakui ada ketidakcocokan antara Riyadh dan Washington dalam beberapa hal.
“Kami memiliki perbedaan pendapat [dengan AS], jadi kami berupaya menemukan mekanisme agar kami dapat bekerja sama dalam teknologi nuklir sipil. Tapi, tahukah Anda, kami berniat untuk melanjutkan program itu,” paparnya, seperti dikutip dari Al Arabiya English, Jumat (9/6/2023).
Media Saudi melaporkan Kerajaan telah meminta teknologi AS untuk memperkaya uranium yang dimiliki Riyadh untuk memproduksi dan kemudian menjual bahan bakar. Jika tidak, mereka dapat meminta bantuan China, Rusia atau Prancis—sesuatu yang telah disinggung Pangeran Faisal.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika sebelumnya mengatakan bahwa pemerintahan Joe Biden berkomitmen untuk mendukung transisi energi bersih Arab Saudi, termasuk upayanya untuk mengembangkan program energi nuklir yang damai, tetapi berhenti memberi sinyal persetujuan AS untuk rencana pengayaan uranium Saudi.
“Amerika Serikat telah lama berusaha untuk membatasi penyebaran pengayaan uranium dan teknologi pemrosesan ulang bahan bakar bekas secara global, mengingat potensi penerapan teknisnya untuk produksi bahan fisil. Presiden Biden telah menjelaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada tujuan nonproliferasi AS yang telah berlangsung lama ini,” kata pejabat tersebut kepada Al Arabiya English.
Kerajaan, kata dia, lebih memilih Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu penawar untuk program tersebut.
“Ada orang lain yang menawarkan, dan jelas, kami ingin membangun program kami dengan teknologi terbaik di dunia, dan itu akan membutuhkan kesepakatan tertentu,” kata Pangeran Faisal saat konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Riyadh.
Pangeran Faisal juga mengakui ada ketidakcocokan antara Riyadh dan Washington dalam beberapa hal.
“Kami memiliki perbedaan pendapat [dengan AS], jadi kami berupaya menemukan mekanisme agar kami dapat bekerja sama dalam teknologi nuklir sipil. Tapi, tahukah Anda, kami berniat untuk melanjutkan program itu,” paparnya, seperti dikutip dari Al Arabiya English, Jumat (9/6/2023).
Media Saudi melaporkan Kerajaan telah meminta teknologi AS untuk memperkaya uranium yang dimiliki Riyadh untuk memproduksi dan kemudian menjual bahan bakar. Jika tidak, mereka dapat meminta bantuan China, Rusia atau Prancis—sesuatu yang telah disinggung Pangeran Faisal.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika sebelumnya mengatakan bahwa pemerintahan Joe Biden berkomitmen untuk mendukung transisi energi bersih Arab Saudi, termasuk upayanya untuk mengembangkan program energi nuklir yang damai, tetapi berhenti memberi sinyal persetujuan AS untuk rencana pengayaan uranium Saudi.
“Amerika Serikat telah lama berusaha untuk membatasi penyebaran pengayaan uranium dan teknologi pemrosesan ulang bahan bakar bekas secara global, mengingat potensi penerapan teknisnya untuk produksi bahan fisil. Presiden Biden telah menjelaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada tujuan nonproliferasi AS yang telah berlangsung lama ini,” kata pejabat tersebut kepada Al Arabiya English.
(mas)
tulis komentar anda