Begini Perasaan Campur Aduk Brimob Algojo Gembong Narkoba

Jum'at, 06 Maret 2015 - 11:58 WIB
Begini Perasaan Campur...
Begini Perasaan Campur Aduk Brimob Algojo Gembong Narkoba
A A A
JAKARTA - Seorang polisi Brigade Mobil (Brimob) yang jadi salah satu tim algojo bagi para gembong narkoba di Nusakambangan memberikan testimoni tentang perasaan campur aduk ketika harus menjalankan tugasnya. Testimoni itu disampaikan kepada Guardian yang dilansir Jumat (6/3/2015).

Setidaknya ada 11 terpidana mati yang bakal dieksekusi di Nusakambangan, termasuk dua anggota Bali Nine asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Belum ada kepastian kapan eksekusi itu dilakukan.

Media Inggris itu mewawancarai salah satu anggota regu tembak dari Brimob, dalam kondisi anonim mengingat isu ini sensitif. Polisi ini mengakui emosinya campur aduk, antara nuraninya sebagai manusia biasa yang mengasihi manusia lain dengan tanggung jawabnya sebagai petugas negara.

Baginya, menarik pelatuk senjata adalah bagian yang mudah. Tapi bagian yang sulit adalah ketika jiwanya sebagai manusia biasa tersentuh. Yakni, ketika berhadapan dengan orang-orang yang akan mati dengan kondisi tangan dan kaki terikat ke tiang berbentuk salib dengan tali kuat.

”Beban mental yang lebih berat bagi petugas yang bertanggung jawab untuk menangani para tahanan daripada menembak mereka,” katanya. ”Karena petugas itu terlibat untuk menjemput mereka, mengikat tangan mereka bersama-sama, hingga mereka pergi.”

Menurutnya, anggota Brimbol bukan algojo penuh waktu, tapi polisi khusus yang ditugaskan untuk sebuah pekerjaan. Dari tugas yang berat itu, mereka dibayar kurang dari $100 di atas dari gaji mereka biasanya.

Minta Maaf karena Tugas

Polisi Brimob ini menggambarkan saat-saat paling suram dari bagian pekerjaannya. Yakni, ketika menjadi orang terakhir yang menyentuh tahanan beberapa saat sebelum mereka menjemput ajal.

Tim eskekusi itu, katanya ada dua. Satu tim ditugaskan untuk mengawal dan membelenggu para tahanan dan tim kedua adalah regu tembak. Polisi yang memberikan testimoni ini telah menjadi bagian dari kedua tim itu.

”Kami melihat orang (terpidana mati) secara dekat, dari ketika mereka masih hidup dan berbicara, sampai mereka meninggal,” katanya. Lima petugas Brimob ditugaskan untuk menangani setiap tahanan, mulai mengawal mereka dari sel isolasi di tengah malam hingga menemani mereka ke tanah yang kosong.

“Tahanan dapat memutuskan apakah mereka ingin menutupi wajah mereka sebelum mereka diikat (atau tidak) untuk memastikan hati mereka atau posisi tubuh mereka tidak bergerak,” katanya.

Beberapa saat sebelumnya, tahanan memiliki kesempatan untuk berbicara dengan penasihat agama. Setelah itu, petugas menggunakan tali kuat atau biasa disebut “tambang” untuk mengikat para terpidana mati. Tapi, semua itu dilakukan petugas dengan sangat lembut.

”Saya tidak melakukan percakapan dengan para tahanan. Saya memperlakukan mereka seperti anggota dari keluarga saya sendiri,” ujar polisi Brimob ini.”Saya katakan saja;, ‘Maaf, saya hanya menjalankan pekerjaan’."

Eksekusi biasanya dilakukan dalam kondisi gelap yang hanya diterangi obor. Regu tembak tersebut, lanjut dia, terdiri dari 12 petugas Brimob, yang berdiri dengan jarak lima hingga 10 meter dan akan menembak dengan senapan M16 ketika diberikan perintah. Tapi, dari senapan 12 petugas itu tidak semua diisi peluru. Mereka bahkan tidak tahu peluru siapa yang mengakhiri hidup para terpidana mati.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1177 seconds (0.1#10.140)