Amnesty Desak Jokowi Cabut UU Penistaan Agama
A
A
A
JAKARTA - Kelompok Amnesty Internasional mendesak Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut UU Penistaan Agama.
Alasannya, gara-gara penerapan UU itu sudah 100 orang dipenjara karena keyakinan mereka dianggap sebagai bentukpenistaan agama. Desakan kelompok HAM yang berbasis di Inggris itu muncul dalam laporan yang dirilis Jumat (21/11/2014).
Menurut Amnesty, kasus orang-orang dipenjara atas tuduhan penistaan agama meroket tajam di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Amnesty menyebut, ada sekitar 100 orang dipenjara akibat penerapan UU itu.
”Kami telah mendokumentasikan lebih dari 100 orang yang telah dipenjara karena mengekspresikan keyakinan mereka secara damai,” kata Rupert Abbott, Wakil Direktur Amnesty Asia-Pasifik.
”Pemerintahan baru Presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk membalikkan tren yang mengganggu ini dan mengantar era baru yang menghormati hak asasi manusia (HAM),” lanjut Abbott.
Indonesia, lanjut Amnesty, merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Namun, kelompok minoritas menjadi kelompok paling menderita di bawah UU itu. Amnesty juga menyoroti membutuknya toleransi beragama di Indonesia.
Amensty mengambil contoh kasus Tajul Muluk, pemimpin Syiah, yang menjalani empat tahun penjara karena dianggap melakukan penistaan agama dan memicu kecemasan publik.
Kasus lain, Alexander, 30, yang dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara pada tahun 2012 karena mengunggah komentar di halaman Facebook-nya tentang ateis. Dalam kasus itu, ia juga mendapatkan ancaman.
Alasannya, gara-gara penerapan UU itu sudah 100 orang dipenjara karena keyakinan mereka dianggap sebagai bentukpenistaan agama. Desakan kelompok HAM yang berbasis di Inggris itu muncul dalam laporan yang dirilis Jumat (21/11/2014).
Menurut Amnesty, kasus orang-orang dipenjara atas tuduhan penistaan agama meroket tajam di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Amnesty menyebut, ada sekitar 100 orang dipenjara akibat penerapan UU itu.
”Kami telah mendokumentasikan lebih dari 100 orang yang telah dipenjara karena mengekspresikan keyakinan mereka secara damai,” kata Rupert Abbott, Wakil Direktur Amnesty Asia-Pasifik.
”Pemerintahan baru Presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk membalikkan tren yang mengganggu ini dan mengantar era baru yang menghormati hak asasi manusia (HAM),” lanjut Abbott.
Indonesia, lanjut Amnesty, merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Namun, kelompok minoritas menjadi kelompok paling menderita di bawah UU itu. Amnesty juga menyoroti membutuknya toleransi beragama di Indonesia.
Amensty mengambil contoh kasus Tajul Muluk, pemimpin Syiah, yang menjalani empat tahun penjara karena dianggap melakukan penistaan agama dan memicu kecemasan publik.
Kasus lain, Alexander, 30, yang dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara pada tahun 2012 karena mengunggah komentar di halaman Facebook-nya tentang ateis. Dalam kasus itu, ia juga mendapatkan ancaman.
(mas)