RI Dituduh Memata-matai Gerakan Papua Barat di Australia
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia (RI) dituduh menggunakan mahasiswa yang studi di Australia untuk memata-matai aktivis Kemerdekaan Papua Barat yang ada di negeri Kanguru tersebut.
Tuduhan itu disampaikan aktivis Kemerdekaan Papua Barat yang berada di Australia. Menurut para aktivis itu, mahasiswa mahasiswa pascasarjana menyetor informasi kepada intelijen Indonesia.
Para aktivis pro-Republik Federal Papua Barat (FRWP) mengklaim memiliki bukti foto soal kegiatan mata-mata itu. FRWP membuka kantor di Melbourne, Australia, dan terus berupaya menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
Salah satu bukti spionase Indonesia itu, menurut FRWP, adalah terganggunya perayaan “kemerdekaan” FRWP, karena seorang mahasiswa diam-diam merekam kegiatan mereka dengan smartphone.
Jacob Rumbiak, tokoh yang mengklaim “Menteri Luar Negeri" dari FRWP, menyatakan, salah satu pria ada di dalam kegiatan mereka untuk mengumpulkan informasi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.
”Dia menjelaskan bahwa dia studi PHD di Universitas Melbourne dan juga ia bekerja di Departemen Luar Negeri (Indonesia). Jadi dia bekerja di Pemerintah Indonesia,” kata Rumbiak, seperti diberitakan abc.net.au, Selasa (7/10/2014).
Menurut Rumbiak, pria itu akan melaporkan kegiatannya kepada pihak berwenang Indonesia. ”Dua juga datang dan mengambil foto dari kantor ini. Saya berpikir bahwa mereka mengambil foto dan dikirim ke pemerintah Indonesia melalui intelijen,” ujar Rumbiak. (Baca: Usik Papua Barat, Australia Berisiko Hina Indonesia)
Indonesia Membantah
Media Australia mengklaim telah menghubungi salah satu dari tiga orang Indonesia yang menghadiri pembukaan kantor FRWP untuk mengkonfirmasi kejadianyang sebenarnya versi mereka. Namun, tidak ada tanggapan.
Sementara itu, Kedutaan Besar Indonesia di Australia, memabantah tuduhan itu. ”Pemerintah Indonesia tidak menggunakan mahasiswa yang belajar di Australia, atau di mana saja, untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,” bunyi pernyataan kedutaan Indonesia.
”Kehadiran mahasiswa Indonesia di acara-acara terbuka untuk publik, termasuk yang berhubungan dengan Papua, mungkin berhubungan dengan studi mereka atau untuk kepentingan pribadi,” lanjut pernyataan kedutaan Indonesia.
Tuduhan itu disampaikan aktivis Kemerdekaan Papua Barat yang berada di Australia. Menurut para aktivis itu, mahasiswa mahasiswa pascasarjana menyetor informasi kepada intelijen Indonesia.
Para aktivis pro-Republik Federal Papua Barat (FRWP) mengklaim memiliki bukti foto soal kegiatan mata-mata itu. FRWP membuka kantor di Melbourne, Australia, dan terus berupaya menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
Salah satu bukti spionase Indonesia itu, menurut FRWP, adalah terganggunya perayaan “kemerdekaan” FRWP, karena seorang mahasiswa diam-diam merekam kegiatan mereka dengan smartphone.
Jacob Rumbiak, tokoh yang mengklaim “Menteri Luar Negeri" dari FRWP, menyatakan, salah satu pria ada di dalam kegiatan mereka untuk mengumpulkan informasi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.
”Dia menjelaskan bahwa dia studi PHD di Universitas Melbourne dan juga ia bekerja di Departemen Luar Negeri (Indonesia). Jadi dia bekerja di Pemerintah Indonesia,” kata Rumbiak, seperti diberitakan abc.net.au, Selasa (7/10/2014).
Menurut Rumbiak, pria itu akan melaporkan kegiatannya kepada pihak berwenang Indonesia. ”Dua juga datang dan mengambil foto dari kantor ini. Saya berpikir bahwa mereka mengambil foto dan dikirim ke pemerintah Indonesia melalui intelijen,” ujar Rumbiak. (Baca: Usik Papua Barat, Australia Berisiko Hina Indonesia)
Indonesia Membantah
Media Australia mengklaim telah menghubungi salah satu dari tiga orang Indonesia yang menghadiri pembukaan kantor FRWP untuk mengkonfirmasi kejadianyang sebenarnya versi mereka. Namun, tidak ada tanggapan.
Sementara itu, Kedutaan Besar Indonesia di Australia, memabantah tuduhan itu. ”Pemerintah Indonesia tidak menggunakan mahasiswa yang belajar di Australia, atau di mana saja, untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,” bunyi pernyataan kedutaan Indonesia.
”Kehadiran mahasiswa Indonesia di acara-acara terbuka untuk publik, termasuk yang berhubungan dengan Papua, mungkin berhubungan dengan studi mereka atau untuk kepentingan pribadi,” lanjut pernyataan kedutaan Indonesia.
(mas)