Skema REDD+ Indonesia Diapresiasi Dunia
A
A
A
NEW YORK - Skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) Indonesia diapresiasi sekaligus diawasi dunia. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) skema itu membantu dunia dalam memerangi perubahan iklim dan pemanasan global.
Demikian pernyataan Presiden SBY saat membuka Forum Indonesia’s REDD+ di New York, Amerika Serikat.
Inisiatif yang dimulai sejak tahun 2005, REDD+ menjadi cara bagi negara–negara yang diberkahi hutan primer untuk membantu memerangi perubahan iklim dan pemanasan global. Caranya, dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, melestarikan hutan, dan memanfaatkan potensi hutan dengan cara–cara terbarukan.
”Implementasi REDD+ telah memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia. Ada empat pelajaran yang dapat dipetik, yaitu pertama, implementasi REDD+ yang sukses mensyaratkan adanya perubahan cara berpikir tentang pemanfaatan hutan.
Kedua, REDD+ harus relevan dalam hal lingkungan dan sosial, karena itu mekanisme yang melindungi komunitas lokal perlu dikembangkan.
”Ketiga, REDD+ harus melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan: sektor swasta, LSM, masyarakat lokal dan pemerintah. Keempat, peran pemerintah sebagai regulator tetaplah sangat penting,” lanjut PresIden SBY.
Menurut SBY, dengan adanya moratorium pengeluaran izin baru terkait pemanfaatan lahan gambut dan hutan tropis, Indonesia berhasil melindungi 53 juta hektare lahan. SBY mengakui ada tantangan terberat bagi Indonesia dalam melestarikan alam.
“Tantangan seperti meningkatnya populasi dan kebutuhan akan pangan dan energi akan memberikan tekanan hebat pada sumber daya yang dimiliki Indonesia,” ujarnya. ”Namun, dengan adanya pembagian tanggung jawab dan kemitraan yang baik, tentu tidak ada tantangan yang tidak bisa diatasi.”
Salah satu pemuji cara Indonesia adalah Menteri Lingkungan Hidup Norwegia, Tine Sundtoft. Menurutnya, cara yang seperti dilakukan Indonesia akan mengurangi karbon dioksida sebanyak 1 miliar ton di akhir tahun 2020.
“Indonesia telah banyak melakukan aksi–aksi impresif terkait dengan implementasi REDD+. Dengan dukungan parlemen Norwegia, pemerintah Norwegia sangat bangga menjadi partner negara–negara berkembang termasuk Indonesia untuk terus mendukung upaya memerangi perubahan iklim. Inisiatif ini akan terus kami lanjutkan sampai dengan tahun 2020,” ujar Menteri Sundtoft, dalam rilis dari Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diterima Sindonews, Kamis (25/9/2014).
Demikian pernyataan Presiden SBY saat membuka Forum Indonesia’s REDD+ di New York, Amerika Serikat.
Inisiatif yang dimulai sejak tahun 2005, REDD+ menjadi cara bagi negara–negara yang diberkahi hutan primer untuk membantu memerangi perubahan iklim dan pemanasan global. Caranya, dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, melestarikan hutan, dan memanfaatkan potensi hutan dengan cara–cara terbarukan.
”Implementasi REDD+ telah memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia. Ada empat pelajaran yang dapat dipetik, yaitu pertama, implementasi REDD+ yang sukses mensyaratkan adanya perubahan cara berpikir tentang pemanfaatan hutan.
Kedua, REDD+ harus relevan dalam hal lingkungan dan sosial, karena itu mekanisme yang melindungi komunitas lokal perlu dikembangkan.
”Ketiga, REDD+ harus melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan: sektor swasta, LSM, masyarakat lokal dan pemerintah. Keempat, peran pemerintah sebagai regulator tetaplah sangat penting,” lanjut PresIden SBY.
Menurut SBY, dengan adanya moratorium pengeluaran izin baru terkait pemanfaatan lahan gambut dan hutan tropis, Indonesia berhasil melindungi 53 juta hektare lahan. SBY mengakui ada tantangan terberat bagi Indonesia dalam melestarikan alam.
“Tantangan seperti meningkatnya populasi dan kebutuhan akan pangan dan energi akan memberikan tekanan hebat pada sumber daya yang dimiliki Indonesia,” ujarnya. ”Namun, dengan adanya pembagian tanggung jawab dan kemitraan yang baik, tentu tidak ada tantangan yang tidak bisa diatasi.”
Salah satu pemuji cara Indonesia adalah Menteri Lingkungan Hidup Norwegia, Tine Sundtoft. Menurutnya, cara yang seperti dilakukan Indonesia akan mengurangi karbon dioksida sebanyak 1 miliar ton di akhir tahun 2020.
“Indonesia telah banyak melakukan aksi–aksi impresif terkait dengan implementasi REDD+. Dengan dukungan parlemen Norwegia, pemerintah Norwegia sangat bangga menjadi partner negara–negara berkembang termasuk Indonesia untuk terus mendukung upaya memerangi perubahan iklim. Inisiatif ini akan terus kami lanjutkan sampai dengan tahun 2020,” ujar Menteri Sundtoft, dalam rilis dari Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diterima Sindonews, Kamis (25/9/2014).
(mas)