Pilu Wanita Suriah, Jadi PSK di Pengungsian
A
A
A
BEIRUT - Samar, nama panggilan wanita Suriah berusia 38 tahun ini. Dia meninggalkan negaranya yang dilanda perang saudara, dan mengungsi di wilayah Libanon utara.
Tapi cerita pilu justru dimulai di tempat pengungsian beberapa bulan lalu. Samar harus membayar sejumlah uang untuk menempati rumah untuk bertahan hidup di Libanon. Ibu enam anak itu pun kebingungan, karena tidak mempunyai uang untuk membayar tempat tinggal yang ia sebut sewa rumah.
Jalan pintas terpaksa dia tempuh. Dia terpaksa bersedia dijadikan kekasih sejumlah pria setempat dengan imbalan uang untuk membayar sewa rumah itu. Parahnya, Samar kemudian ditangkap aparat keamanan atas tuduhan melakukan praktik prostiusi atau menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Para mentan kekasihnya meninggalkannya sendirian dalam menghadapi kasus itu. Kini Samar telah kembali ke Suriah. Dia juga telah berkumpul dengan suaminya yang hilang setelah ditangkap pasukan Suriah. ”Saya tidak pernah bisa membayangkan bahwa saya akan mencapai titik seperti ini,” kata Samar.
Samar bukan satu-satunya wanita Suriah yang mengalami nasib pilu seperti itu. Banyak wanita dan anak perempuan Suriah tumbuh dalam kondisi yang rentan terhadap eksploitasi seksual di Libanon, tempat mereka mengungsi. Faktor penyebab utamanya adalah kemiskinan.
Hal itu disampaikan para pekerja bantuan. Laporan AP, yang dilansir Jumat (1/8/2014) menyatakan, para pelaku pelecehan seksual terhadap para wanita pengungsi asal Suriah adalah bos, tuan tanah dan termasuk pekerja amal. Data itu diperoleh dari wawancara terhadap para wanita Suriah di lokasi pengungsian.
Dalam himpitan kemiskinan beberapa ibu asal Suriah juga terpaksa mendorong anak-anak perempuan yang masih remaja untuk menikah dini. Lagi-lagi, motivasinya adalah uang untuk bertahan hidup di lokasi pengungsian.
Di Libanon, tercatat ada sekitar 1 juta pengungsi Suriah. Sebanyak 80 persennya adalah perempuan dan anak-anak. Mereka tinggal berdesakan dalam apartemen murah, garasi dan bangunan yang belum selesai di kota-kota di seluruh negeri itu. Para pengungsi termiskin hanya mampu tinggal di tenda perkemahan tenda informal yang ada di pedesaan.
Seorang perwira polisi Libanon, merilis data Pada Juli 2014, 255 orang, yang sebagian besar perempuan Suriah, telah ditangkap pada tahun ini atas tuduhan terlibat praktik prostitusi.
Polisi yang berbicara dalam kondisi anonim itu, mengatakan, wanita Suriah biasanya menerima uang USD7-USD10 untuk melayani nafsu para pria di sekitar pengungsian.
”Sebagian besar dari mereka memiliki anak-anak, dan mereka mengatakan; ini untuk bertahan hidup, untuk memberi makan anak-anak saya,” kata polisi itu menirukan ucapan salah seorang perempuan Suriah.
Tapi cerita pilu justru dimulai di tempat pengungsian beberapa bulan lalu. Samar harus membayar sejumlah uang untuk menempati rumah untuk bertahan hidup di Libanon. Ibu enam anak itu pun kebingungan, karena tidak mempunyai uang untuk membayar tempat tinggal yang ia sebut sewa rumah.
Jalan pintas terpaksa dia tempuh. Dia terpaksa bersedia dijadikan kekasih sejumlah pria setempat dengan imbalan uang untuk membayar sewa rumah itu. Parahnya, Samar kemudian ditangkap aparat keamanan atas tuduhan melakukan praktik prostiusi atau menjadi pekerja seks komersial (PSK).
Para mentan kekasihnya meninggalkannya sendirian dalam menghadapi kasus itu. Kini Samar telah kembali ke Suriah. Dia juga telah berkumpul dengan suaminya yang hilang setelah ditangkap pasukan Suriah. ”Saya tidak pernah bisa membayangkan bahwa saya akan mencapai titik seperti ini,” kata Samar.
Samar bukan satu-satunya wanita Suriah yang mengalami nasib pilu seperti itu. Banyak wanita dan anak perempuan Suriah tumbuh dalam kondisi yang rentan terhadap eksploitasi seksual di Libanon, tempat mereka mengungsi. Faktor penyebab utamanya adalah kemiskinan.
Hal itu disampaikan para pekerja bantuan. Laporan AP, yang dilansir Jumat (1/8/2014) menyatakan, para pelaku pelecehan seksual terhadap para wanita pengungsi asal Suriah adalah bos, tuan tanah dan termasuk pekerja amal. Data itu diperoleh dari wawancara terhadap para wanita Suriah di lokasi pengungsian.
Dalam himpitan kemiskinan beberapa ibu asal Suriah juga terpaksa mendorong anak-anak perempuan yang masih remaja untuk menikah dini. Lagi-lagi, motivasinya adalah uang untuk bertahan hidup di lokasi pengungsian.
Di Libanon, tercatat ada sekitar 1 juta pengungsi Suriah. Sebanyak 80 persennya adalah perempuan dan anak-anak. Mereka tinggal berdesakan dalam apartemen murah, garasi dan bangunan yang belum selesai di kota-kota di seluruh negeri itu. Para pengungsi termiskin hanya mampu tinggal di tenda perkemahan tenda informal yang ada di pedesaan.
Seorang perwira polisi Libanon, merilis data Pada Juli 2014, 255 orang, yang sebagian besar perempuan Suriah, telah ditangkap pada tahun ini atas tuduhan terlibat praktik prostitusi.
Polisi yang berbicara dalam kondisi anonim itu, mengatakan, wanita Suriah biasanya menerima uang USD7-USD10 untuk melayani nafsu para pria di sekitar pengungsian.
”Sebagian besar dari mereka memiliki anak-anak, dan mereka mengatakan; ini untuk bertahan hidup, untuk memberi makan anak-anak saya,” kata polisi itu menirukan ucapan salah seorang perempuan Suriah.
(mas)