Ironi di Negeri Ginseng, Nenek-nenek Jadi Pelacur

Selasa, 10 Juni 2014 - 15:59 WIB
Ironi di Negeri Ginseng, Nenek-nenek Jadi Pelacur
Ironi di Negeri Ginseng, Nenek-nenek Jadi Pelacur
A A A
SEOUL - Di tangga stasiun kereta bawah tanah Jongno-3, Seoul, Kim Eun-ja duduk manis. Nenek berusia 71 tahun itu, memulas bibirnya dengan gincu cerah. Tubuhnya dibalut mantel merah mengkilap.

Sesekali Eun-ja berlagak salah tingkah ketika menawarkan minuman energi kepada para laki-laki. Dia mengklaim hanya menjual minuman energi saja, tidak lebih dari itu.

Tapi, benar atau tidak akan sulit ditebak. Sebab, teman-temannya yang juga berusia senja, tidak sekadar menjual minuman, tapi juga menawarkan tubuhnya untuk memuaskan para laki-laki demi meraup uang.

Menurut Eun-ja, banyak wanita di sekitar stasiun itu yang berusia 50 hingga 70-an tahun bekerja di sektor prostitusi. Ironisnya, kondisi itu justru akibat tuntutan dari ekonomi Korea Selatan (Korsel) yang merangkak maju.

Akibat kondisi itu, para remaja usia produktif cenderung bekerja keras dan mengurus diri mereka sendiri untuk mempersiapkan masa tua yang lebih baik. Imbasnya, para nenek itu telantar dan terpaksa menjadi pekerja seks komersial (PSK).

“Saya tidak bisa mempercayai anak-anak saya untuk membantu saya, karena mereka berada dalam kesulitan besar. Mereka harus mulai mempersiapkan untuk hari tua mereka sendiri,” kata Eun-ja.

”Anda melihat para wanita (yang menjual) Bacchus—nama minuan energi—yang berdiri di sana?,” tanya Eun-ja. ”Para wanita menjual lebih dari sekadar Bacchus. Mereka kadang-kadang pergi dengan kakek dan mendapatkan uang dari mereka. Tapi saya tidak membuat hidup seperti itu,” akunya, seperti dikutip BBC, semalam (9/6/2014).

”Laki-laki tertarik ketika saya sedang berdiri di gang. Tapi saya selalu mengatakan, 'Tidak’,” katanya. Dari usaha menjual minuman itu, Eun-ja meraup 5.000 Won (Rp60 ribu) per hari.

“Minumlah cepat,” katanya. ”Polisi selalu memperhatikan saya. Mereka tidak membeda-bedakan.”

Prostitusi Bawah Tanah

Tak jauh dari stasiun itu, terdapan Taman Jongmayo, yang jadi pusat prostitusi bawah tanah di jantung Kota Seoul. Para laki-laki berusia senja di sekitar taman itu juga blak-blakkan dengan praktik prostitusi bawah tanah itu.

Seorang laki-laki yang memperkenalan diri dengan nama depan Kim, 60, mengatakan, para pria seusinya memang kerap menjadi pelanggaan minuman energi sekaligus wanita yang menjualnya.

”Kami (bagian dari) orang-orang itu, jadi kami ingin tahu tentang wanita,” kata Kim. ”Kami minum, dan menyelipkan sedikit uang ke tangan mereka, dan hal itu terjadi,” ujarnya menggambarkan tawar-menawar untuk urusan asmara itu.

Ditanya soal usia dan gairah, menurut Kim para kakek-kakek tidak peduli dengan hal itu.”Pria ingin memiliki wanita seutuhnya, apakah mereka sudah tua atau tidak, aktif secara seksual atau tidak. Itulah psikologi seorang laki-laki,” katanya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4370 seconds (0.1#10.140)