Bekas Menhan Inggris sebut Rusia rezim preman
A
A
A
Sindonews.com – Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Inggris, Liam Fox, menyesalkan sikap Amerika Serikat dan Uni Eropa yang tidak tegas untuk menindak Rusia yang ia anggap berulah di Ukraina.
Menurutnya, pembekuan kenggotaan Rusia dari G-8 masih terlalu lunak. Harusnya, menurut Fox, Rusia diputus selamanya dari keanggotaan G-8. Fox pun mengkritik pemerintahan Vladimir Putin sebagai rezim yang ingin mewujudkan imperalisme masa lalu Soviet.
Pemerintah Putin juga dia sebut telah memonopoli harga gas sebagai senjata untuk menekan negara-negara kecil di Eropa, terutama negara pecahan Uni Soviet.
”Putin menyaksikan reaksi dari negara-negara Barat, sementara dia mengganggu Ukraina dengan memainkan harga dan pasokan gas dari Rusia. Ia melihat bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa,” kata Fox, semalam (6/5/2014), seperti dilansir Mail Online.
”Pemerintah Putin adalah penindas dan rezim preman. Rusia telah menerapkan kebijakan kejam soal ekspor gas sebagai senjata strategis,” lanjut dia. ”Sama seperti pengedar narkoba yang mendapat pecandu, mereka ketagihan dan kemudian dia dapat menuntut harga apapun yang mereka sukai,” imbuh Fox menyindir strategi Putin.
Dalam pidato keras di Estonia, Fox mendukung rencana NATO untuk menempatkan pasukannya secara permanen di Eropa Timur. ”Kita harus tegas dalam merespons tantangan ini dengan hukum internasional,” katanya. “Jangan salah, ini (tindakan Rusia) adalah ekspansi Rusia yang bergema dari imperalismenya di masa lalu.”
Tuduhan bahwa Rusia ingin mewujudkan mimpi imperalisme Uni Soviet, menurut Fox, adalah bukti pencaplokan Crimea dari Ukraina bulan lalu. ”Sudah terlalu lama, perilaku buruk pemerintah Putin telah diabaikan. Apa yang kita saksikan di Ukraina saat ini bukan pola baru dari perilaku Rusia,” ujarnya.
Menurutnya, pembekuan kenggotaan Rusia dari G-8 masih terlalu lunak. Harusnya, menurut Fox, Rusia diputus selamanya dari keanggotaan G-8. Fox pun mengkritik pemerintahan Vladimir Putin sebagai rezim yang ingin mewujudkan imperalisme masa lalu Soviet.
Pemerintah Putin juga dia sebut telah memonopoli harga gas sebagai senjata untuk menekan negara-negara kecil di Eropa, terutama negara pecahan Uni Soviet.
”Putin menyaksikan reaksi dari negara-negara Barat, sementara dia mengganggu Ukraina dengan memainkan harga dan pasokan gas dari Rusia. Ia melihat bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa,” kata Fox, semalam (6/5/2014), seperti dilansir Mail Online.
”Pemerintah Putin adalah penindas dan rezim preman. Rusia telah menerapkan kebijakan kejam soal ekspor gas sebagai senjata strategis,” lanjut dia. ”Sama seperti pengedar narkoba yang mendapat pecandu, mereka ketagihan dan kemudian dia dapat menuntut harga apapun yang mereka sukai,” imbuh Fox menyindir strategi Putin.
Dalam pidato keras di Estonia, Fox mendukung rencana NATO untuk menempatkan pasukannya secara permanen di Eropa Timur. ”Kita harus tegas dalam merespons tantangan ini dengan hukum internasional,” katanya. “Jangan salah, ini (tindakan Rusia) adalah ekspansi Rusia yang bergema dari imperalismenya di masa lalu.”
Tuduhan bahwa Rusia ingin mewujudkan mimpi imperalisme Uni Soviet, menurut Fox, adalah bukti pencaplokan Crimea dari Ukraina bulan lalu. ”Sudah terlalu lama, perilaku buruk pemerintah Putin telah diabaikan. Apa yang kita saksikan di Ukraina saat ini bukan pola baru dari perilaku Rusia,” ujarnya.
(mas)