Pemerintah Kamboja cabut larangan demonstrasi
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah Kamboja telah mencabut larangan aksi protes publik yang diberlakukan pada bulan lalu. Namun, bukan berarti aksi demonstrasi selanjutnya tak dikontrol pemerintah.
“Meski larangan tersebut kini telah diangkat, penyelenggara masih harus meminta izin dari otoritas lokal untuk menggelar panggung protes,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Kamboja, Khieu Sopheak, seperti dikutip The Star, Rabu (26/2/2014).
Larangan berdemo diterapkan Pemerintah Kamboja, setelah tindakan keras yang dilakukan aparat pada para pekerja yang mogok. Empat warga sipil dilaporkan tewas, ketika polisi menembaki aksi protes buruh pabrik tekstil yang menuntut kenaikan upah minimum.
Satu hari setelah tewasnya empat buruh tekstil itu, pemerintah melarang aksi demonstrasi di ibu kota. Sejumlah pengamat menilai, langkah ini diambil agar kaum buruh tak bisa bergabung dengan para pengunjuk rasa dari kubu oposisi.
Jika buruh dan kubu oposisi bergabung, maka mereka bisa menjadi ancaman serius bagi pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen yang telah berkuasa selama hampir tiga dekade.
Setelah dicabutnya larangan berdemo. Pemimpin oposisi Kamboja, Sam Rainsy, yang juga saingan utama Hun Sen, berjanji untuk mengatur lebih banyak unjuk rasa melawan pemerintah.
"Tak lama lagi kami akan menggelar lebih banyak demonstrasi. Akankah mereka berani menembak kita lagi?" kata Rainsy dalam video klip yang diposting di halaman Facebook-nya. Rainsy merujuk pada kondisi di Ukraina, di mana aksi demonstrasi bisa meruntuhkan pemerintahan Presiden Viktor Yanukovych.
“Bersiaplah untuk bergabung dengan aksi protes. Ketika ada dua juta orang, kita akan seperti Ukraina. Saya percaya, Aangkatan Bersenjata tidak akan menembak dan membunuh orang, tapi justru bergandengan tangan dengan rakyat,” jelasnya.
“Meski larangan tersebut kini telah diangkat, penyelenggara masih harus meminta izin dari otoritas lokal untuk menggelar panggung protes,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Kamboja, Khieu Sopheak, seperti dikutip The Star, Rabu (26/2/2014).
Larangan berdemo diterapkan Pemerintah Kamboja, setelah tindakan keras yang dilakukan aparat pada para pekerja yang mogok. Empat warga sipil dilaporkan tewas, ketika polisi menembaki aksi protes buruh pabrik tekstil yang menuntut kenaikan upah minimum.
Satu hari setelah tewasnya empat buruh tekstil itu, pemerintah melarang aksi demonstrasi di ibu kota. Sejumlah pengamat menilai, langkah ini diambil agar kaum buruh tak bisa bergabung dengan para pengunjuk rasa dari kubu oposisi.
Jika buruh dan kubu oposisi bergabung, maka mereka bisa menjadi ancaman serius bagi pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen yang telah berkuasa selama hampir tiga dekade.
Setelah dicabutnya larangan berdemo. Pemimpin oposisi Kamboja, Sam Rainsy, yang juga saingan utama Hun Sen, berjanji untuk mengatur lebih banyak unjuk rasa melawan pemerintah.
"Tak lama lagi kami akan menggelar lebih banyak demonstrasi. Akankah mereka berani menembak kita lagi?" kata Rainsy dalam video klip yang diposting di halaman Facebook-nya. Rainsy merujuk pada kondisi di Ukraina, di mana aksi demonstrasi bisa meruntuhkan pemerintahan Presiden Viktor Yanukovych.
“Bersiaplah untuk bergabung dengan aksi protes. Ketika ada dua juta orang, kita akan seperti Ukraina. Saya percaya, Aangkatan Bersenjata tidak akan menembak dan membunuh orang, tapi justru bergandengan tangan dengan rakyat,” jelasnya.
(esn)