Pemberontak Suriah di Aleppo frustasi
A
A
A
Sindonews.com - Perjuangan yang dilancarkan pemberontak Suriah di Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah menghadapi kebuntuan selama berbulan-bulan. Kondisi ini memicu rasa frustasi bagi pemberontak, Namun mereka tetap tabah memperjuangkan cita-cita mereka.
Seperti diketahui, sejak Juli 2012 lalu pemberontak Suriah berhasil menguasai sisi utara Aleppo dan sejak saat itu tentara Suriah terus berujuang untuk merebut kembali wilayah itu.
Abu Ahmed (42), seorang pemberontak Suriah yang beroperasi Salaheddin dan Saif al-Dawla, dua distrik yang dulunya sebagai pusat perdagangan Aleppo bertutur tentang kebuntuan yang mereka hadapi dalam perang pelawan tentara Suriah kepada AFP.
"Kami menguasai sebuah bangunan, dua atau tiga hari berikutnya bangunan itu direbut kembali. Kemudian kami butuh waktu berminggu-minggu untuk merebut bangunan itu," ungkap Ahmed.
"Tidak ada kemajuan. Kami tidak memenangkan perang," ungkap Ahmed sambil menggerutu saat mengendap-ngendap bersama wartawan AFP di tengah malam.
"Jalan yang kita lalui ini misalnya, kami menguasai jalan ini setahun lalu. Tapi, kami belum berhasil membuat kemajuan, meskipun hanya satu meter," lanjutnya. "Kondisi moral di sini sangat buruk, kami beristirahat dengan memeluk AK-47, di balik dinding dan tetap menggenakan jaket tempur. Perang ini menenggelamkan kita," ungkap Ahmed.
"Kami mendapatkan makanan yang buruk dan sangat terbatas, kami hanya bisa mencuci pakaian beberapa kali dalam seminggu, cadangan air terbatas karena listrik tidak selalu menyala,"terang Ahmed.
"Kami juga tidak memiliki kelimpahan amunisi. Jika tentara Suriah menyerang, kami hanya ingin memukul mereka mundur tanpa kehilangan banyak anggota pasukan kami. Semua orang di kota ini bergerak melalui bayang-bayang malam, seperti bayangan. Jika mereka menginjak pecahan kaca, dar! penembak jitu dari jarak yang jauh menembak kami tepat pada sasaran. Tapi, kami tidak dapat membalas itu," terang Ahmed.
Dirinya mengaku tidak patah arang, "para komandan terus mengabarkan kami untuk menunggu. Sebab, mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana untuk mengambil Salaheddin. Tapi bagi kami, rencana itu seperti berjalan keluar melalui lubang di dinding api," terang Ahmed.
"Saya tidak tahu apa yang para komandan kami tunggu. Kami tidak bisa menghabiskan waktu selama lima atau 10 tahun untuk mengintip dari lubang dinding dan menunggu Allah untuk memenangkan perang ini. Saya memang kecewa, tapi kami tidak punya pilihan lain selain berperang. Ini satu-satunya solusi untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad," terang Ahmed.
Seperti diketahui, sejak Juli 2012 lalu pemberontak Suriah berhasil menguasai sisi utara Aleppo dan sejak saat itu tentara Suriah terus berujuang untuk merebut kembali wilayah itu.
Abu Ahmed (42), seorang pemberontak Suriah yang beroperasi Salaheddin dan Saif al-Dawla, dua distrik yang dulunya sebagai pusat perdagangan Aleppo bertutur tentang kebuntuan yang mereka hadapi dalam perang pelawan tentara Suriah kepada AFP.
"Kami menguasai sebuah bangunan, dua atau tiga hari berikutnya bangunan itu direbut kembali. Kemudian kami butuh waktu berminggu-minggu untuk merebut bangunan itu," ungkap Ahmed.
"Tidak ada kemajuan. Kami tidak memenangkan perang," ungkap Ahmed sambil menggerutu saat mengendap-ngendap bersama wartawan AFP di tengah malam.
"Jalan yang kita lalui ini misalnya, kami menguasai jalan ini setahun lalu. Tapi, kami belum berhasil membuat kemajuan, meskipun hanya satu meter," lanjutnya. "Kondisi moral di sini sangat buruk, kami beristirahat dengan memeluk AK-47, di balik dinding dan tetap menggenakan jaket tempur. Perang ini menenggelamkan kita," ungkap Ahmed.
"Kami mendapatkan makanan yang buruk dan sangat terbatas, kami hanya bisa mencuci pakaian beberapa kali dalam seminggu, cadangan air terbatas karena listrik tidak selalu menyala,"terang Ahmed.
"Kami juga tidak memiliki kelimpahan amunisi. Jika tentara Suriah menyerang, kami hanya ingin memukul mereka mundur tanpa kehilangan banyak anggota pasukan kami. Semua orang di kota ini bergerak melalui bayang-bayang malam, seperti bayangan. Jika mereka menginjak pecahan kaca, dar! penembak jitu dari jarak yang jauh menembak kami tepat pada sasaran. Tapi, kami tidak dapat membalas itu," terang Ahmed.
Dirinya mengaku tidak patah arang, "para komandan terus mengabarkan kami untuk menunggu. Sebab, mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana untuk mengambil Salaheddin. Tapi bagi kami, rencana itu seperti berjalan keluar melalui lubang di dinding api," terang Ahmed.
"Saya tidak tahu apa yang para komandan kami tunggu. Kami tidak bisa menghabiskan waktu selama lima atau 10 tahun untuk mengintip dari lubang dinding dan menunggu Allah untuk memenangkan perang ini. Saya memang kecewa, tapi kami tidak punya pilihan lain selain berperang. Ini satu-satunya solusi untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad," terang Ahmed.
(esn)