Pemberontak minta Assad diadili di Mahkamah Internasional
A
A
A
Sindonews.com – Kelompok Dewan Agung Militer (SMC), yang merupakan kelompok pemberontak anti-Presiden Suriah, Bashar al-Assad, tidak hanya menolak proposal Rusia yang tengah dibahas Dewan Keamanan PBB. Mereka juga meminta agar Assad diadili di Mahkamah Internasional.
”Kami meminta masyarakat internasional tidak puas dengan penarikan senjata kimia, yang merupakan instrumen pidana, tetapi juga mengadili dia (Assad) di Mahkamah Pidana Internasional,” kata kepala SMC, Salim Idriss, seperti dikutip Reuters, Kamis (12/9/2013).
Dia menyerukan berbagai negara untuk menyediakan lebih banyak senjata dan amunisi kepada pemberontak, untuk menggulingkan Assad.
Pemberontakan di Suriah, awalnya dari sebuah gerakan protes damai. Para demonstran menentang empat dekade pemerintahan keluarga Assad di Suriah. Namun, pemerintah Assad bereaksi keras terhadap para demonstran, dan sejak itu berubah menjadi perang saudara di negara itu.
Data PBB menyebut, 100 ribu orang tewas selama perang sipil 2,5 tahun terakhir. Mayoritas para korban dibunuh dengan senjata konvensional. Serangan besar terakhir terjadi 21 Agustus 2013 lalu, di mana ratusan orang tewas. Versi Amerika Serikat dan pemberontak, korban tewas lebih dari 1.000 orang.
Mereka menyebut, pasukan Assad menggunakan senjata kimia. Namun, telah dibantah berkali-kali oleh Assad. Pemerintah Suriah menuding balik, pengguna senjata kimia sebenarnya adalah kelompok pemberontak.
Selain menuduh Assad sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Suriah, kelompok pemberontak juga menolak proposal Rusia yang berisi penyerahan senjata kimia di Suriah, di bawah pengawasan internasional. ”Kami mengumumkan penolakan kami terhadap inisiatif Rusia, untuk menempatkan senjata kimia di bawah kontrol internasional,” kata Idriss.
”Kami meminta masyarakat internasional tidak puas dengan penarikan senjata kimia, yang merupakan instrumen pidana, tetapi juga mengadili dia (Assad) di Mahkamah Pidana Internasional,” kata kepala SMC, Salim Idriss, seperti dikutip Reuters, Kamis (12/9/2013).
Dia menyerukan berbagai negara untuk menyediakan lebih banyak senjata dan amunisi kepada pemberontak, untuk menggulingkan Assad.
Pemberontakan di Suriah, awalnya dari sebuah gerakan protes damai. Para demonstran menentang empat dekade pemerintahan keluarga Assad di Suriah. Namun, pemerintah Assad bereaksi keras terhadap para demonstran, dan sejak itu berubah menjadi perang saudara di negara itu.
Data PBB menyebut, 100 ribu orang tewas selama perang sipil 2,5 tahun terakhir. Mayoritas para korban dibunuh dengan senjata konvensional. Serangan besar terakhir terjadi 21 Agustus 2013 lalu, di mana ratusan orang tewas. Versi Amerika Serikat dan pemberontak, korban tewas lebih dari 1.000 orang.
Mereka menyebut, pasukan Assad menggunakan senjata kimia. Namun, telah dibantah berkali-kali oleh Assad. Pemerintah Suriah menuding balik, pengguna senjata kimia sebenarnya adalah kelompok pemberontak.
Selain menuduh Assad sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan senjata kimia di Suriah, kelompok pemberontak juga menolak proposal Rusia yang berisi penyerahan senjata kimia di Suriah, di bawah pengawasan internasional. ”Kami mengumumkan penolakan kami terhadap inisiatif Rusia, untuk menempatkan senjata kimia di bawah kontrol internasional,” kata Idriss.
(esn)