Australia perangi penangkapan ikan paus Jepang di Mahkamah Internasional
A
A
A
Sindonews.com - Mahkamah Keadilan Internasional di Den Haag, Belanda, hari ini memulai persidangan kasus Australia yang menentang praktik penangkapan ikan paus di perairan Jepang, Kamis (27/6/2013). Persidangan kali ini merupakan akhir dari upaya panjang pemerintah dan sejumlah kelompok lingkungan di Australia untuk mencegah penangkapan ikan paus di perairan Jepang.
Di persidangan, Bill Campbell QC, penasehat Pemerintah Australia mengenai hukum internasional mengatakan kepada Majelis Hakim yang terdiri dari 16 orang, bahwa Jepang bersikeras menyatakan program itu murni untuk tujuan riset ilmiah.
"Pemerintah Jepang berusaha menutupi praktik penangkapan ikan paus dengan menyebutnya demi tujuan ilmiah. Padahal, itu sama sekali tidak ilmiah," ungkap Campbell, seperti dilansir Radio Australia, Kamis.
"Jelas-jelas bahwa penangkapan paus di Samudra Selatan itu untuk tujuan komersial. Berdasarkan bukti, dalam setahun mereka telah menangkap 935 ekor paus jenis minke," terang Campbell. "Daging paus itu kemudian dijual ke berbagai wilayah di Jepang." imbuhnya.
Campbell mengatakan, selama sidang berlangsung sampai 16 Juli mendatang, Majelis Hakim punya kesempatan yang sangat baik untuk memutuskan apa tindakan itu layak disebut sebagai kegiatan ilmiah. Sebab, setelah mahkamah mengumumkan putusannya, Australia tidak lagi dapat mengajukan banding.
Dia mengungkapkan, bahwa bencana akan terjadi di 89 negara lain yang telah menandatangani peraturan penangkapan ikan paus melakukan hal yang sama, seperti Jepang. "Sampai saat ini, Jepang telah membunuh lebih dari 10 ribu ikan paus sejak 1988,"katanya.
Pemerintah Australia kemudian menuding Pemerintah Jepang melanggar konvensi internasional dan kewajiban mereka untuk melestarikan mamalia laut dan lingkungan perairan mereka.
Pemerintah Australia meluncurkan gugatan hukum pada 2010, dalam sidang sesi pembelaan awal, Austarlia mengemukakan, bahwa praktik penangkapan ikan paus Jepang adalah sebuah tindakan yang tidak dapat dibiarkan dan berbahaya. Pembelaan Australia akan berlangsung selama tiga hari, sementara Jepang mendapatkan giliran pada pekan depan.
Dalam sesi pembelaan, Australia didukung Selandia Baru, di mana juga akan mengajukan pembelaan.
Putusan Mahkamah Internasional diperkirakan akan dikeluarkan dalam beberapa bulan mendatang. Kelompok pecinta lingkungan Sea Shepherd berharap, majelis hakim mengeluarkan keputusan hukum yang kuat.
Di persidangan, Bill Campbell QC, penasehat Pemerintah Australia mengenai hukum internasional mengatakan kepada Majelis Hakim yang terdiri dari 16 orang, bahwa Jepang bersikeras menyatakan program itu murni untuk tujuan riset ilmiah.
"Pemerintah Jepang berusaha menutupi praktik penangkapan ikan paus dengan menyebutnya demi tujuan ilmiah. Padahal, itu sama sekali tidak ilmiah," ungkap Campbell, seperti dilansir Radio Australia, Kamis.
"Jelas-jelas bahwa penangkapan paus di Samudra Selatan itu untuk tujuan komersial. Berdasarkan bukti, dalam setahun mereka telah menangkap 935 ekor paus jenis minke," terang Campbell. "Daging paus itu kemudian dijual ke berbagai wilayah di Jepang." imbuhnya.
Campbell mengatakan, selama sidang berlangsung sampai 16 Juli mendatang, Majelis Hakim punya kesempatan yang sangat baik untuk memutuskan apa tindakan itu layak disebut sebagai kegiatan ilmiah. Sebab, setelah mahkamah mengumumkan putusannya, Australia tidak lagi dapat mengajukan banding.
Dia mengungkapkan, bahwa bencana akan terjadi di 89 negara lain yang telah menandatangani peraturan penangkapan ikan paus melakukan hal yang sama, seperti Jepang. "Sampai saat ini, Jepang telah membunuh lebih dari 10 ribu ikan paus sejak 1988,"katanya.
Pemerintah Australia kemudian menuding Pemerintah Jepang melanggar konvensi internasional dan kewajiban mereka untuk melestarikan mamalia laut dan lingkungan perairan mereka.
Pemerintah Australia meluncurkan gugatan hukum pada 2010, dalam sidang sesi pembelaan awal, Austarlia mengemukakan, bahwa praktik penangkapan ikan paus Jepang adalah sebuah tindakan yang tidak dapat dibiarkan dan berbahaya. Pembelaan Australia akan berlangsung selama tiga hari, sementara Jepang mendapatkan giliran pada pekan depan.
Dalam sesi pembelaan, Australia didukung Selandia Baru, di mana juga akan mengajukan pembelaan.
Putusan Mahkamah Internasional diperkirakan akan dikeluarkan dalam beberapa bulan mendatang. Kelompok pecinta lingkungan Sea Shepherd berharap, majelis hakim mengeluarkan keputusan hukum yang kuat.
(esn)