Kirim uang tunai, Korut siasati sanksi

Selasa, 19 Februari 2013 - 18:12 WIB
Kirim uang tunai, Korut siasati sanksi
Kirim uang tunai, Korut siasati sanksi
A A A
Sindonews.com — Sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengekang lalu lintas uang dan transaksi keuangan terhadap Korea Utara (Korut), tapi Pyongyang menyiasatinya dengan pengiriman uang tunai.

Metode seperti itu ternyata telah diterapkan oleh Korut sejak 1950-an dan masih digunakan hingga kini karena terbilang efektif dan efisien. Strategi Korut itu terungkap karena pengakuan Kim Kwang-jin, 46, yang pernah bekerja untuk perusahaan asuransi milik Pemerintah Korut di Singapura.

Kwang-jin mengaku, pada 2003 pernah memasukkan uang senilai USD20 juta ke dua tas besar dan mengirimnya ke Pyongyang. Dua tas itu dianggap sebagai hadiah khusus bagi pemimpin Korut saat itu Kim Jong-il. Namun, kini Kim memilih tinggal di Korea Selatan (Korsel) karena membelot.

”Uang USD20 juta itu berasal dari kejahatan asuransi yang dilakukan Perusahaan Asuransi Nasional Korea (KNIC),” kata Kwang-jin kepada Reuters. Dia menjelaskan, kejahatan itu berasal dari klaim yang dilebih-lebihkan akibat kerusakan akibat cuaca, kapal, dan pesawat.

”Uang hasil kejahatan asuransi itu dikirim untuk Kim Jong-il dan lingkaran dalamnya.” Atas pengiriman uang tersebut, Jong-il mengirimkan surat berisi ucapan terima kasih kepada KNIC. Ada beberapa pejabat KNIC yang mendapatkan hadiah peralatan elektronik. ”Atas tugas itu, saya pun mendapatkan medali,” kata Kwang-jin.

Sayangnya, ketika dihubungi Reuters melalui telepon dan email, KNIC tidak memberikan komentarnya. Menurut Kwang-jin, Korut kerap memanfaatkan para diplomat dan pejabatnya untuk membawa uang tunai. Hal itu dibenarkan oleh para pembelot lain serta para diplomat. Uang yang dibawa para diplomat dalam jumlah besar kerap tak terlacak.

Sebenarnya Korut mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat (AS) pada 1950-an. PBB pun memberikan sanksi kepada Pyongyang karena melakukan uji coba nuklir. Selama puluhan tahun, Korut mengirimkan uang secara tunai hasil dari perdagangan obat terlarang, persenjataan dan kejahatan keuangan.

Saat ini Pyongyang lebih ahli dalam menyembunyikan uang untuk mendanai program senjata dan membiayai gaya hidup mewah para pemimpin Korut. Bagaimana dengan pengiriman uang melalui rekening bank? ”Sangat sulit untuk mendeteksi rekening bank,” ujar sumber pemerintahan Korsel yang terlibat langsung dalam pemberlakuan sanksi Dewan Keamanan PBB.

Dia juga menjelaskan kalau Pyongyang tidak khawatir dengan sanksi dan tetap mempertimbangkan uji coba nuklir lagi dan peluncuran roket pada tahun ini. ”Korut sangat percaya diri dalam reformasi pertanian dan ekonomi yang bakal meningkatkan panen padi pada tahun ini. Itu bakal mengurangi ketergantungan bantuan makanan dari China,” imbuhnya.

Data Pemerintah AS menyebutkan, dengan keterbatasan sumber daya alam dan perdagangan, pendapatan Pyongyang bergantung dalam kejahatan industri keuangan, memalsukan penjualan senjata, dan perdagangan obat terlarang. Beberapa diplomat menyebut,Korut sebagai ”Negara Sopran”. Pada 2005, sebesar USD25 juta (Rp241,62 miliar) dana tunai milik Korut dibekukan di Makau.

Departemen Keuangan AS menyebut, dana itu sebagai bentuk pencucian uang. Skandal itu berhasil dilepas setelah negosiasi alot antara Kim Kye-gwan, negosiator ulung asal Korut, dan utusan AS, Christopher Hill. Akibat insiden 2005,Pyongyang belajar banyak hal atas episode tersebut. ”Rekening bank milik Korut kini dipecah dalam jumlah banyak,” kata pejabat Korsel yang enggan disebut namanya.

Uang milik Pyongyang disimpan dalam jumlah kecil sehingga ketika rekening itu dibekukan tidak bakal berdampak luas. Berbeda dengan Iran yang mengandalkan minyak,Korut hanya mengandalkan USD50 miliar (Rp483,25 triliun) dalam pendapatannya. Nilai perdagangan Korut dan China hanya USD5,7 miliar pada 2011.

Pusat Penegakan Kejahatan Keuangan Departemen Keuangan AS mengestimasi,pada 2005 Korut mampu menghasilkan USD500 juta dari kejahatan dan USD100 juta hingga USD200 juta dari perdagangan narkotika. Korut juga dikenal sebagai negara narkotika setelah insiden kapal Korut yang ditangkap Angkatan Laut Australia pada 2003 karena membawa heroin senilai USD50 juta.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4489 seconds (0.1#10.140)