Xi Jinping hadapi tantangan berat

Sabtu, 17 November 2012 - 13:03 WIB
Xi Jinping hadapi tantangan...
Xi Jinping hadapi tantangan berat
A A A
Sindonews.com - Wakil Presiden China Xi Jinping yang akan menjabat sebagai presiden pada Maret mendatang menghadapi tantangan berat untuk mewujudkan harapan bagi seluruh rakyatnya.

Xi yang baru saja terpilih sebagai pemimpin tertinggi dalam transisi kekuasaan negara itu tidak hanya dituntut membawa China ke arah lebih baik, tetapi juga mesti menciptakan pemerintahan kuat dengan dukungan solid Partai Komunis China (PKC).

Jika mampu menyelesaikan tantangan itu, Xi dipercaya bakal menjadi pemimpin yang disegani karena China merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Jika gagal, kehancuran PKC dan China berada di depan matanya.

Tantangan yang harus diselesaikan Xi antara lain perpecahan faksi di PKC. Sebagai negara monopartai, Xi harus mutlak didukung penuh PKC. Selama ini,PKC terbagi dalam beberapa faksi yang sangat menonjol.

Perpecahan itu dapat diselesaikan dengan Xi menjadi ”jembatan” antarfaksi yang berbeda-beda. ”Sejak awal 1990-an, ada tiga faksi besar yang berkuasa di PKC, yakni faksi Shanghai yang dipimpin Jiang Zemin, Liga Pemuda Komunis (CYL) yang dipimpin Presiden Hu Jintao, dan Kelompok Putra Mahkota yang terdiri atas keturunan dari pemimpin senior yang dipimpin Xi Jinping,” kata Willy Lam, pakar politik China, seperti dikutip CNN. Xi dikenal dekat dengan mantan Presiden Jiang Zemin, pendahulu Hu Jintao.

Munculnya Xi sebagai pemimpin baru China juga dianggap sebagai kompromi antara kelompok Jiang dan Hu. ”Sebelum kelahiran Republik Rakyat China pada 1949, faksi-faksi PKC itu berjuang untuk mendapatkan pengaruh dalam menentukan arah perjuangan negara,” kata Lam. Faksi itu lebih mengarahkan kepada ikatan keluarga para pemimpin revolusioner dan tokoh yang berkembang dari para mentor PKC yang sangat memiliki karisma.

Setelah memperbaiki kesolidan PKC, Xi juga dihadapkan pada tugas membenahi ekonomi negaranya. Sebuah kajian yang dilakukan ekonom ternama, Li Gan,menemukan fakta sebagian besar rumah tangga China tidak memiliki tabungan. Rakyat China lebih cenderung menghabiskan penghasilannya karena ekonomi yang dikembangkan berbasis pada konsumerisme. Parahnya, 150 juta pekerja migran tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak di perkotaan. Mereka juga tidak memiliki hak tempat tinggal.

Tak mengherankan jika angka kemiskinan kian meningkat karena pendapatan tidak kunjung naik. Tantangan paling berat yang harus ditangani Xi adalah menyelesaikan wilayah-wilayah regional yang bergejolak. ”Beijing berusaha mencegah pandangan dunia bahwa China telah membuang unsur-unsur peningkatan perdamaian,”kata Stephani Kleine-Ahlbrandt dari International Crisis Group (ICG).

Salah satu contohnya adalah sikap China ketika merespons pembelian kepulauan sengketa oleh Jepang. Tak kalah penting persoalan banyaknya pria akibat kebijakan satu anak. Ini menjadi permasalahan sangat pelik bagi Xi. ”Sangat sulit menekankan pentingnya bagi China untuk menandingi Korea Selatan dalam hal aborsi dan mitos jenis kelamin,” kata pakar biologi Rob Brooks. Permasalahan lingkungan hidup, penyediaan pangan dan air juga menjadi hal penting bagi Xi.

Pengamat lingkungan Geoff Hiscock mengatakan, dengan China memiliki 1,35 miliar penduduk, tantangan bagi Xi untuk menyediakan sandang dan pangan ke rakyatnya.” Beijing dan wilayah timur laut China telah mengalami krisis air dan kualitas udara yang buruk. Lahan pertanian terkontaminasi racun dari aktivitas industri dan pertambangan.

Belum lagi ancaman penyakit bagi ternak,” kata Hiscock. Tantangan demi tantangan itu dapat diselesaikan Xi dengan visi jelas. Direktur Program Kebijakan China di Universitas George Washington, AS, David Shambaugh mengungkapkan, reformasi menjadi jalan satu-satunya untuk mewujudkan visi itu. Reformasi dipercaya dapat menjadi pegangan bagi China yang terus bergerak maju.

Perlunya perubahan paradigma pemerintah adalah ayah dan rakyat adalah anak merupakan suatu hal yang penting.” Rakyat China diperlakukan sebagai anak-anak.Anda sering mendengar bahwa ayah mengetahui yang terbaik bagi anaknya. Saya tidak berpikir cara berpikir seperti sampai kapan bakal bertahan,” kata Tony Saich, profesor dari Sekolah Pemerintahan Kennedy di Harvard.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4953 seconds (0.1#10.140)