AS ngotot serangan drone dibenarkan
A
A
A
Sindonews.com - Seorang pakar Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menuduh pemerintah Amerika Serikat (AS) mengelak saat diajukan sejumlah pertanyaan seputar penggunaan drone (pesawat tak berawak) dan target serangan di luar negeri.
Peneliti independen PBB, Christof Heyns melakukan investigasi atas aksi pembunuhan yang dilakukan oleh AS di luar wilayah yurisdiksi AS. Heyns mempertanyakan dasar hukum dan prosedur pertanggung jawaban penggunaan drone.
Heyns juga meminta pemerintah AS mempublikasikan kepada publik para korban serangan drone. Heyns menginginkan publikasi detail tentang berapa, siapa dan di negara mana drone AS melakukan penyerangan, apakah di Afghanistan, Pakistan, Yaman dan tempat lainnya.
Heyns selama dua hari melakukan dialog interaktif dengan para pejabat AS di PBB di Jenewa, namun dalam pembicaraan tersebut ia belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"Dari sisi hukum dan akuntabiltas saya tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan," ungkap Heyns seperti diberitakan dalam Presstv, Kamis (21/6/2012).
Dalam dialog interaktif tersebut, para pejabat AS tidak menyebut drone secara spesifik. Namun dalam sebuah pidato April lalu, Presiden AS mengatakan bahwa ia menunjuk John Brennan mengepalai misi penyerangan dengan menggunakan pesawat jarak jauh untuk menyerang kelompok Al-qaeda. Serangan terhadap kelompok teroris ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.
Brennan mengatakan bahwa serangan dengan menggunakan drone adalah legal, sesuai etika dan bijaksana dalam operasi penyerangan penumpasan terorisme.
Namun dalam implementasinya operasi drone menimbulkan kemarahan bagi negara yang wilayahnya menjadi target serangan drone, khususnya di Pakistan. Kelompok HAM di Pakistan mengatakan bahwa drone AS meroket warga sipil, bukan terorisme.
Lembaga HAM AS mengatakan kepada badan HAM PBB bahwa AS memiliki dasar hukum sendiri untuk memutuskan target, dan standar hukum yang kami tetapkan lebih ketat daripada hukum yang memungkinkan.
“Saya mengkhawatirkan dasar hukum operasi militer AS in akan diikuti oleh negara lain. Jika AS secara hukum tidak memiliki dasar hukum maka tindakan ini akan diikuti oleh negara lain, dan tentunya mereka akan membenarkan aksi penyerangan mereka terhadap negara lain merujuk pada serangan AS," ungkap Heyns.
Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Pengacara sekaligus direktur Yayasan Hak Fundamental Pakistan, Shahzad Akbar yang mempublikasikan selama tujuh tahun terkhir, 2.800 warga sipil di Pakistan di bagian barat laut tewas akibat serangan roket drone AS. Selain Pakistan target utama serangan drone AS adalah Yaman.
Peneliti independen PBB, Christof Heyns melakukan investigasi atas aksi pembunuhan yang dilakukan oleh AS di luar wilayah yurisdiksi AS. Heyns mempertanyakan dasar hukum dan prosedur pertanggung jawaban penggunaan drone.
Heyns juga meminta pemerintah AS mempublikasikan kepada publik para korban serangan drone. Heyns menginginkan publikasi detail tentang berapa, siapa dan di negara mana drone AS melakukan penyerangan, apakah di Afghanistan, Pakistan, Yaman dan tempat lainnya.
Heyns selama dua hari melakukan dialog interaktif dengan para pejabat AS di PBB di Jenewa, namun dalam pembicaraan tersebut ia belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"Dari sisi hukum dan akuntabiltas saya tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan," ungkap Heyns seperti diberitakan dalam Presstv, Kamis (21/6/2012).
Dalam dialog interaktif tersebut, para pejabat AS tidak menyebut drone secara spesifik. Namun dalam sebuah pidato April lalu, Presiden AS mengatakan bahwa ia menunjuk John Brennan mengepalai misi penyerangan dengan menggunakan pesawat jarak jauh untuk menyerang kelompok Al-qaeda. Serangan terhadap kelompok teroris ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa.
Brennan mengatakan bahwa serangan dengan menggunakan drone adalah legal, sesuai etika dan bijaksana dalam operasi penyerangan penumpasan terorisme.
Namun dalam implementasinya operasi drone menimbulkan kemarahan bagi negara yang wilayahnya menjadi target serangan drone, khususnya di Pakistan. Kelompok HAM di Pakistan mengatakan bahwa drone AS meroket warga sipil, bukan terorisme.
Lembaga HAM AS mengatakan kepada badan HAM PBB bahwa AS memiliki dasar hukum sendiri untuk memutuskan target, dan standar hukum yang kami tetapkan lebih ketat daripada hukum yang memungkinkan.
“Saya mengkhawatirkan dasar hukum operasi militer AS in akan diikuti oleh negara lain. Jika AS secara hukum tidak memiliki dasar hukum maka tindakan ini akan diikuti oleh negara lain, dan tentunya mereka akan membenarkan aksi penyerangan mereka terhadap negara lain merujuk pada serangan AS," ungkap Heyns.
Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Pengacara sekaligus direktur Yayasan Hak Fundamental Pakistan, Shahzad Akbar yang mempublikasikan selama tujuh tahun terkhir, 2.800 warga sipil di Pakistan di bagian barat laut tewas akibat serangan roket drone AS. Selain Pakistan target utama serangan drone AS adalah Yaman.
()