Milisi Libya tahan ribuan warga
A
A
A
Sindonews.com - Milisi bersenjata di Libya semakin tidak terkendali. Mereka menahan ribuan orang di berbagai penjara rahasia. Hal itu terjadi saat pemerintahan sementara Libya yang masih lemah sedang berjuang menegaskan otoritasnya.
Kondisi inilah yang menjadi perhatian Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Menurut DK PBB,berbagai kekerasan terbaru di Tripoli, Bani Walid, dan Benghazi kian mengkhawatirkan stabilitas Libya.
“Lebih dari 8.000 pendukung Muammar Khadafi ditahan oleh berbagai kelompok milisi dan ada laporan terjadi penyiksaan,” papar sejumlah diplomat PBB.
Bahkan empat orang tewas di Bani Walid, basis pendukung Khadafi, pada Senin lalu 23 Januari 2102. Utusan PBB untuk Libya Ian Martin mengatakan kepada Dewan Keamanan di New York pada Rabu (25/1), bahwa baku tembak antara warga bersenjata di Bani Walid dan pasukan revolusi terjadi saat pasukan pro-Khadafi mengambil alih kota tersebut.
“Ada tantangan besar untuk rekonsiliasi antara pendukung Khadafi dan pemberontak,” tuturnya seperti dikutip BBC.
Menurut Martin, kekerasan di Tripoli dan pertempuran di kota-kota Libya bulan ini disebabkan milisi. “Pemerintahan terdahulu telah digulingkan, tetapi realitasnya rakyat Libya masih hidup dengan warisan yang sudah berakar,” kata Martin dikutip BBC Kamis 26 Januari 2012.
Martin menjelaskan warisan itu ialah institusi negara yang lemah, ditambah dengan lamanya ketiadaan partai-partai politik dan organisasi civil society,sehingga proses transisi menjadi lebih sulit. Menurut Martin, beberapa langkah telah dilakukan untuk demobilisasi mantan pejuang.
“Ketika pemerintah berjuang untuk menegakkan legitimasinya, senjata dapat dengan mudah diperoleh warga dan berbagai satuan bersenjata tidak memiliki garis komando dan kontrol yang jelas.Meski otoritas sejauh ini sukses mengendalikan agar kerusuhan tidak meluas, kekerasan dapat saja meningkat eskalasinya dan meluas skalanya,” tegasnya.
Ketua Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Navi Pillay mengaku prihatin dengan kondisi tahanan yang dipenjara oleh pasukan revolusioner. Penyiksaan tahanan dilaporkan kerap terjadi. Saat ini ada 8.500 tahanan yang menghuni 60 fasilitas tahanan.
“Mayoritas tahanan dituduh menjadi pendukung Khadafi. Mereka termasuk warga negara selain Libya,”katanya.
Menurut Pillay, kurangnya pengawasan terhadap pusatpusat penahanan menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya kekerasan dan perlakuan buruk. “Staf saya menerima laporan bahwa kekerasan terjadi di beberapa tahanan yang mereka kunjungi,” tuturnya dikutip Al Jazeera.
Dia menyarankan otoritas Libya untuk mengambil alih penjara tidak resmi,meninjau ulang berbagai dakwaan,dan memperlakukan para tahanan sesuai aturan hukum. Menteri Pertahanan Libya Osama al-Juwali yang bernegosiasi dengan milisi di Bani Walid pada Rabu (25/1),menyatakan bahwa situasinya stabil. Saat dia tiba, pasukan Dewan Transisi Nasional (NTC) yang setia pada pemerintahan baru, berkumpul di kota itu.
Pasukan NTC itu membawa persenjataan berat dan tampaknya siap menyerang jika perundingan gagal. Meski demikian, salah satu komandan NTC menegaskan bahwa mereka ada di sana untuk rekonsiliasi. Milisi di kota Bani Walid dilaporkan berhasil mengusir pasukan NTC ke gurun di sekitar kota tersebut.
“Saat ini 90% kota berada dalam kontrol milisi,” papar penduduk Bani Walid kepada BBC.
Menurut Duta Besar Libya untuk PBB Abdurrahman Mohamed Shalgham, 8.000 tahanan masih di penjara di Tripoli. Dia tidak menjelaskan berapa banyak tahanan yang dipenjara oleh pemerintah. Dia mengecam pemanfaatan pusat-pusat tahanan tidak resmi.
“Kita telah berbicara dengan saudara kita dan mengatakan, siapa pun yang tidak terlibat kejahatan atau tidak terlibat dalam pembunuhan maka akan memiliki paspor,” kata Shalgham.
Saat ini yang menjadi perhatian Dewan HAM PBB bukan hanya kekerasan yang dilakukan milisi pro-Khadafi atau pasukan NTC, melainkan juga pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). NATO dituding membunuh banyak warga sipil dalam berbagai serangan udara mereka di Libya. Menurut Pillay, penyidikan terhadap pasukan NATO telah dilakukan Dewan HAM PBB.
“NATO seharusnya membuka informasi mengenai berbagai insiden dan serangan militer yang dilakukan,” terangnya.
Kekerasan yang dilakukan NATO selama ini jarang dipublikasikan. Pelanggaran HAM yang dilakukan NATO seharusnya terus diselidiki oleh berbagai pemerhati hak asasi manusia.(azh)
Kondisi inilah yang menjadi perhatian Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Menurut DK PBB,berbagai kekerasan terbaru di Tripoli, Bani Walid, dan Benghazi kian mengkhawatirkan stabilitas Libya.
“Lebih dari 8.000 pendukung Muammar Khadafi ditahan oleh berbagai kelompok milisi dan ada laporan terjadi penyiksaan,” papar sejumlah diplomat PBB.
Bahkan empat orang tewas di Bani Walid, basis pendukung Khadafi, pada Senin lalu 23 Januari 2102. Utusan PBB untuk Libya Ian Martin mengatakan kepada Dewan Keamanan di New York pada Rabu (25/1), bahwa baku tembak antara warga bersenjata di Bani Walid dan pasukan revolusi terjadi saat pasukan pro-Khadafi mengambil alih kota tersebut.
“Ada tantangan besar untuk rekonsiliasi antara pendukung Khadafi dan pemberontak,” tuturnya seperti dikutip BBC.
Menurut Martin, kekerasan di Tripoli dan pertempuran di kota-kota Libya bulan ini disebabkan milisi. “Pemerintahan terdahulu telah digulingkan, tetapi realitasnya rakyat Libya masih hidup dengan warisan yang sudah berakar,” kata Martin dikutip BBC Kamis 26 Januari 2012.
Martin menjelaskan warisan itu ialah institusi negara yang lemah, ditambah dengan lamanya ketiadaan partai-partai politik dan organisasi civil society,sehingga proses transisi menjadi lebih sulit. Menurut Martin, beberapa langkah telah dilakukan untuk demobilisasi mantan pejuang.
“Ketika pemerintah berjuang untuk menegakkan legitimasinya, senjata dapat dengan mudah diperoleh warga dan berbagai satuan bersenjata tidak memiliki garis komando dan kontrol yang jelas.Meski otoritas sejauh ini sukses mengendalikan agar kerusuhan tidak meluas, kekerasan dapat saja meningkat eskalasinya dan meluas skalanya,” tegasnya.
Ketua Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Navi Pillay mengaku prihatin dengan kondisi tahanan yang dipenjara oleh pasukan revolusioner. Penyiksaan tahanan dilaporkan kerap terjadi. Saat ini ada 8.500 tahanan yang menghuni 60 fasilitas tahanan.
“Mayoritas tahanan dituduh menjadi pendukung Khadafi. Mereka termasuk warga negara selain Libya,”katanya.
Menurut Pillay, kurangnya pengawasan terhadap pusatpusat penahanan menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya kekerasan dan perlakuan buruk. “Staf saya menerima laporan bahwa kekerasan terjadi di beberapa tahanan yang mereka kunjungi,” tuturnya dikutip Al Jazeera.
Dia menyarankan otoritas Libya untuk mengambil alih penjara tidak resmi,meninjau ulang berbagai dakwaan,dan memperlakukan para tahanan sesuai aturan hukum. Menteri Pertahanan Libya Osama al-Juwali yang bernegosiasi dengan milisi di Bani Walid pada Rabu (25/1),menyatakan bahwa situasinya stabil. Saat dia tiba, pasukan Dewan Transisi Nasional (NTC) yang setia pada pemerintahan baru, berkumpul di kota itu.
Pasukan NTC itu membawa persenjataan berat dan tampaknya siap menyerang jika perundingan gagal. Meski demikian, salah satu komandan NTC menegaskan bahwa mereka ada di sana untuk rekonsiliasi. Milisi di kota Bani Walid dilaporkan berhasil mengusir pasukan NTC ke gurun di sekitar kota tersebut.
“Saat ini 90% kota berada dalam kontrol milisi,” papar penduduk Bani Walid kepada BBC.
Menurut Duta Besar Libya untuk PBB Abdurrahman Mohamed Shalgham, 8.000 tahanan masih di penjara di Tripoli. Dia tidak menjelaskan berapa banyak tahanan yang dipenjara oleh pemerintah. Dia mengecam pemanfaatan pusat-pusat tahanan tidak resmi.
“Kita telah berbicara dengan saudara kita dan mengatakan, siapa pun yang tidak terlibat kejahatan atau tidak terlibat dalam pembunuhan maka akan memiliki paspor,” kata Shalgham.
Saat ini yang menjadi perhatian Dewan HAM PBB bukan hanya kekerasan yang dilakukan milisi pro-Khadafi atau pasukan NTC, melainkan juga pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). NATO dituding membunuh banyak warga sipil dalam berbagai serangan udara mereka di Libya. Menurut Pillay, penyidikan terhadap pasukan NATO telah dilakukan Dewan HAM PBB.
“NATO seharusnya membuka informasi mengenai berbagai insiden dan serangan militer yang dilakukan,” terangnya.
Kekerasan yang dilakukan NATO selama ini jarang dipublikasikan. Pelanggaran HAM yang dilakukan NATO seharusnya terus diselidiki oleh berbagai pemerhati hak asasi manusia.(azh)
()