Pria di Norwegia Bakar Gereja, Klaim sebagai Balas Dendam
A
A
A
OSLO - Seorang pria di Norwegia dibawa ke pengadilan dan dikenai dakwaan sehubungan dengan pembakaran Gereja Dombas. Pelaku mengklaim aksinya sebagai pembalasan atas pembakaran kitab suci Alquran karena tidak ditindak oleh polisi.
Lembaga penyiaran Norwegia, NRK, dan media lokal lainnya pada Minggu (22/3/2020) menggambarkan terdakwa sebagai pria lokal berusia 20-an tahun. Namun, outlet berita Document menyebut nama terdakwa berlatar belakang imigran Timur Tengah atau pun Afrika.
Dalam sidang di pengadilan pria itu mengakui dua tuduhan kejahatan. Menurut pengadilan, pembakaran oleh terdakwa dimaksudkan sebagai balas dendam atas pembakaran Alquran yang terjadi di Norwegia pada akhir 2019 lalu—yang menurut terdakwa—tidak ditindak polisi.
Polisi mengatakan terdakwa memiliki kondisi mental yang tidak stabil dan berisiko kambuh jika dibebaskan.
"Sebagai alasan tindakannya, dia menjelaskan bahwa dia marah dan jengkel karena seorang pria Norwegia membakar Alquran, tanpa polisi melakukan apa-apa," bunyi dokumen pengadilan distrik Hedmarken.
Menurut pengacara terdakwa, Ove Herman Frang, yang ditangkap banyak, diperiksa dan bekerja sama dengan polisi.
Gereja Dombas, yang dibangun pada tahun 1939, dibakar pada malam tanggal 20 Februari 2020. Gereja itu mengalami kerusakan internal skala besar akibat kobaran api.
Kekhawatiran tumbuh lebih jauh ketika Gereja Sel juga jadi target serangan serupa pada malam 20 Maret 2020. Hal itu mendorong polisi untuk menyelidiki kesamaan antara dua insiden.
Akhir pekan ini, dua orang ditangkap di Dombås. Satu ditahan selama empat minggu, yang lain dibebaskan setelah diinterogasi.
Uskup setempat, Solveig Fiske, mengatakan pembakaran gereja telah menjadi beban besar bagi masyarakat setempat. "Saya lega sekarang karena polisi pasti telah mengambil tersangka pelaku pembakaran," ujarnya.
Pada akhir 2019, Stop the Islamization of Norway (SIAN); sebuah organisasi anti-Islamisasi Norwegia, membakar salinan kitab suci Alquran selama demonstrasi yang berakhir dengan keributan. Selama demonstrasi yang diawasi oleh lebih dari selusin polisi, seroang anggota SIAN menghina Islam sebagai agama kekerasan dan fasis. Dia juga menghina Nabi Muhammad.
Peristiwa itulah yang memicu reaksi keras di kalangan Muslim Norwegia dan bahkan memicu kemarahan di dunia Muslim.
Komunitas Muslim Norwegia telah melonjak selama beberapa dekade terakhir dan sekarang diperkirakan merupakan 5,7 persen dari populasi negara itu sebesar 5,2 juta.
Pembakaran Alquran menjadi metode masuk ke partai etnis-nasionalis Denmark; Stram Kurs, yang pemimpinnya Rasmus Paludan merayakannya sebagai tanda kebebasan berbicara.
Lembaga penyiaran Norwegia, NRK, dan media lokal lainnya pada Minggu (22/3/2020) menggambarkan terdakwa sebagai pria lokal berusia 20-an tahun. Namun, outlet berita Document menyebut nama terdakwa berlatar belakang imigran Timur Tengah atau pun Afrika.
Dalam sidang di pengadilan pria itu mengakui dua tuduhan kejahatan. Menurut pengadilan, pembakaran oleh terdakwa dimaksudkan sebagai balas dendam atas pembakaran Alquran yang terjadi di Norwegia pada akhir 2019 lalu—yang menurut terdakwa—tidak ditindak polisi.
Polisi mengatakan terdakwa memiliki kondisi mental yang tidak stabil dan berisiko kambuh jika dibebaskan.
"Sebagai alasan tindakannya, dia menjelaskan bahwa dia marah dan jengkel karena seorang pria Norwegia membakar Alquran, tanpa polisi melakukan apa-apa," bunyi dokumen pengadilan distrik Hedmarken.
Menurut pengacara terdakwa, Ove Herman Frang, yang ditangkap banyak, diperiksa dan bekerja sama dengan polisi.
Gereja Dombas, yang dibangun pada tahun 1939, dibakar pada malam tanggal 20 Februari 2020. Gereja itu mengalami kerusakan internal skala besar akibat kobaran api.
Kekhawatiran tumbuh lebih jauh ketika Gereja Sel juga jadi target serangan serupa pada malam 20 Maret 2020. Hal itu mendorong polisi untuk menyelidiki kesamaan antara dua insiden.
Akhir pekan ini, dua orang ditangkap di Dombås. Satu ditahan selama empat minggu, yang lain dibebaskan setelah diinterogasi.
Uskup setempat, Solveig Fiske, mengatakan pembakaran gereja telah menjadi beban besar bagi masyarakat setempat. "Saya lega sekarang karena polisi pasti telah mengambil tersangka pelaku pembakaran," ujarnya.
Pada akhir 2019, Stop the Islamization of Norway (SIAN); sebuah organisasi anti-Islamisasi Norwegia, membakar salinan kitab suci Alquran selama demonstrasi yang berakhir dengan keributan. Selama demonstrasi yang diawasi oleh lebih dari selusin polisi, seroang anggota SIAN menghina Islam sebagai agama kekerasan dan fasis. Dia juga menghina Nabi Muhammad.
Peristiwa itulah yang memicu reaksi keras di kalangan Muslim Norwegia dan bahkan memicu kemarahan di dunia Muslim.
Komunitas Muslim Norwegia telah melonjak selama beberapa dekade terakhir dan sekarang diperkirakan merupakan 5,7 persen dari populasi negara itu sebesar 5,2 juta.
Pembakaran Alquran menjadi metode masuk ke partai etnis-nasionalis Denmark; Stram Kurs, yang pemimpinnya Rasmus Paludan merayakannya sebagai tanda kebebasan berbicara.
(mas)