Cerita Perawat Pasien Corona di Italia: Kubur Jasad Setiap 30 Menit
A
A
A
ROMA - Connor McAinsh, seorang perawat asal Inggris yang berada di garis depan pandemi virus corona baru; COVID-19, di Italia, menceritakan situasi menyedihkan terkait wabah di negara tersebut. Dia mengungkap tentang pasien yang meninggal dalam jumlah yang mengejutkan.
Pasien dirawat dengan label "angka" karena begitu banyaknya yang datang ke rumah sakit. Menurut McAinsh rumah sakit kewalahan menghadapi pandemi.
Berbicara setelah menyelesaikan shift malam, McAinsh yang kelelahan usai bekerja di Rumah Sakit Gavazzeni di Bergamo, mengatakan arus kedatangan pasien seperti tanpa henti.
Menurutnya, segera setelah satu pasien meninggal dan dikeluarkan dari bangsal, bangsal itu segera diisi dengan pasien lain yang berjuang untuk hidup. Menurutnya, penguburan terjadi setiap 30 menit di pemakaman lokal di Bergamo.
Italia sekarang adalah negara yang paling terpukul di dunia setelah jumlah kematiannya mencapai 4.032 orang, melampaui jumlah kematian di China 3.255 orang.
"Tingkat kematian naik begitu tinggi, segera setelah ada kematian atau bahwa kami dapat memindahkan seorang pasien dari rumah sakit kami ke salah satu rumah sakit pertama yang membawa orang dengan penyakit menular karena mereka memiliki bangsal untuk itu, segera kami akan menerima pasien baru," kata McAnish kepada ITV News, yang dilansir Sabtu (21/3/2020).
"Ini hanya arus orang tanpa henti yang datang dan segera setelah kami memiliki tempat tidur, kami memiliki pasien baru yang membutuhkan perawatan kritis," ujarnya.
"Jadi itu jauh lebih pribadi, ada kurang satu untuk satu hubungan dengan pasien kami sekarang, mereka hanya menjadi, Anda tahu, (sebagai) angka."
Foto dan video terbaru telah menunjukkan adegan menyedihkan di sebuah rumah sakit di Italia, yang mana pasien yang sakit kritis terhubung dengan mesin yang membuat mereka tetap hidup.
Di rumah sakit utama di Bergamo, rekaman menunjukkan pasien di sebuah bangsal mengenakan helm "gelembung plastik" dan terengah-engah.
Petugas medis dengan jas hazmat berlari dari satu pasien ke pasien lain untuk menawarkan bantuan. Helm "gelembung plastik" itu merupakan alat menyamakan tekanan udara di paru-paru pasien.
McAnish mengatakan rumah sakit telah menyiapkan tenda untuk orang meninggal dan ada pemakaman setiap 30 menit di pemakaman lokal.
Menurutnya, keluarga para korban tidak ada di sana ketika mereka diistirahatkan, dan terakhir kali keluarga melihat mereka hidup biasanya ketika mereka dikumpulkan di rumah dengan ambulans.
McAnish telah memperingatkan petugas medis Inggris untuk menganggap serius ancaman virus corona baru. Menurutnya, Italia belum siap untuk pandemi.
Pemimpin Lombardy, Italia, mengatakan pemerintah telah sepakat untuk mengerahkan tentara di wilayahnya guna memberlakukan lockdown terhadap epidemi virus corona yang hingga kini belum mereda.
"(Permintaan untuk menggunakan tentara) telah diterima...dan 114 tentara akan turun di seluruh Lombardy...itu masih terlalu sedikit, tetapi itu positif," kata pemimpin Lombardy, Attilio Fontana pada konferensi pers.
Lombardy juga telah meminta pemerintah untuk lebih memperketat pembatasan yang sudah ada, termasuk penutupan semua kegiatan komersial yang tidak penting dan larangan pertemuan publik.
Fontana, tanpa memberikan jumlah angka, menambahkan bahwa penularan masih menyebar di Lombardy, wilayah Italia yang sejauh ini mencatat jumlah kasus dan kematian tertinggi di negara tersebut.
"Sayangnya kami tidak melihat perubahan tren dalam jumlah (angka), yang meningkat," katanya.
Pasien dirawat dengan label "angka" karena begitu banyaknya yang datang ke rumah sakit. Menurut McAinsh rumah sakit kewalahan menghadapi pandemi.
Berbicara setelah menyelesaikan shift malam, McAinsh yang kelelahan usai bekerja di Rumah Sakit Gavazzeni di Bergamo, mengatakan arus kedatangan pasien seperti tanpa henti.
Menurutnya, segera setelah satu pasien meninggal dan dikeluarkan dari bangsal, bangsal itu segera diisi dengan pasien lain yang berjuang untuk hidup. Menurutnya, penguburan terjadi setiap 30 menit di pemakaman lokal di Bergamo.
Italia sekarang adalah negara yang paling terpukul di dunia setelah jumlah kematiannya mencapai 4.032 orang, melampaui jumlah kematian di China 3.255 orang.
"Tingkat kematian naik begitu tinggi, segera setelah ada kematian atau bahwa kami dapat memindahkan seorang pasien dari rumah sakit kami ke salah satu rumah sakit pertama yang membawa orang dengan penyakit menular karena mereka memiliki bangsal untuk itu, segera kami akan menerima pasien baru," kata McAnish kepada ITV News, yang dilansir Sabtu (21/3/2020).
"Ini hanya arus orang tanpa henti yang datang dan segera setelah kami memiliki tempat tidur, kami memiliki pasien baru yang membutuhkan perawatan kritis," ujarnya.
"Jadi itu jauh lebih pribadi, ada kurang satu untuk satu hubungan dengan pasien kami sekarang, mereka hanya menjadi, Anda tahu, (sebagai) angka."
Foto dan video terbaru telah menunjukkan adegan menyedihkan di sebuah rumah sakit di Italia, yang mana pasien yang sakit kritis terhubung dengan mesin yang membuat mereka tetap hidup.
Di rumah sakit utama di Bergamo, rekaman menunjukkan pasien di sebuah bangsal mengenakan helm "gelembung plastik" dan terengah-engah.
Petugas medis dengan jas hazmat berlari dari satu pasien ke pasien lain untuk menawarkan bantuan. Helm "gelembung plastik" itu merupakan alat menyamakan tekanan udara di paru-paru pasien.
McAnish mengatakan rumah sakit telah menyiapkan tenda untuk orang meninggal dan ada pemakaman setiap 30 menit di pemakaman lokal.
Menurutnya, keluarga para korban tidak ada di sana ketika mereka diistirahatkan, dan terakhir kali keluarga melihat mereka hidup biasanya ketika mereka dikumpulkan di rumah dengan ambulans.
McAnish telah memperingatkan petugas medis Inggris untuk menganggap serius ancaman virus corona baru. Menurutnya, Italia belum siap untuk pandemi.
Pemimpin Lombardy, Italia, mengatakan pemerintah telah sepakat untuk mengerahkan tentara di wilayahnya guna memberlakukan lockdown terhadap epidemi virus corona yang hingga kini belum mereda.
"(Permintaan untuk menggunakan tentara) telah diterima...dan 114 tentara akan turun di seluruh Lombardy...itu masih terlalu sedikit, tetapi itu positif," kata pemimpin Lombardy, Attilio Fontana pada konferensi pers.
Lombardy juga telah meminta pemerintah untuk lebih memperketat pembatasan yang sudah ada, termasuk penutupan semua kegiatan komersial yang tidak penting dan larangan pertemuan publik.
Fontana, tanpa memberikan jumlah angka, menambahkan bahwa penularan masih menyebar di Lombardy, wilayah Italia yang sejauh ini mencatat jumlah kasus dan kematian tertinggi di negara tersebut.
"Sayangnya kami tidak melihat perubahan tren dalam jumlah (angka), yang meningkat," katanya.
(mas)