Pandemi Covid-19 Tanda Dunia Belum Belajar dari Wabah Sebelumnya

Senin, 16 Maret 2020 - 06:00 WIB
Pandemi Covid-19 Tanda...
Pandemi Covid-19 Tanda Dunia Belum Belajar dari Wabah Sebelumnya
A A A
WASHINGTON - Sejumlah pakar mengatakan, pandemi virus Corona yang baru telah memaparkan kurangnya penelitian global tentang cara-cara untuk memerangi penyebaran penyakit menular. Mereka menyebut otoritas kesehatan gagal memetik pelajaran dari wabah sebelumnya.

Wabah terakhir yang mempengaruhi seluruh dunia adalah Sars pada awal 2000-an, yang menewaskan 774 orang. Baru-baru ini virus Mers menewaskan lebih dari 850 orang, meskipun wabah itu sebagian besar terjadi di Timur Tengah.

Meskipun para ilmuwan menanggapi kedua penyakit tersebut, merumuskan rencana perawatan, dan akhirnya menemukan vaksin, para ahli mengatakan pandemi virus Corona baru menunjukkan belum ada upaya yang berkelanjutan dan terkoordinasi pada penyakit menular.

"Terlalu sering, gelombang perhatian penelitian dan investasi yang dihasilkan oleh wabah baru dengan cepat berkurang ketika wabah itu mereda dan prioritas lainnya terjadi," jelas Jason Schwartz, asisten profesor di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Yale, seperti dilansir Channel News Asia.

"Sars dan Mers menunjukkan ancaman kesehatan global yang ditimbulkan oleh virus Corona dan perlunya investasi berkelanjutan untuk lebih memahami virus-virus ini dengan memperhatikan strategi pencegahan dan pengobatan," sambungnya.

Bruno Canard, seorang ahli virus di Pusat Nasional untuk Penelitian Ilmiah Prancis, mengatakan bahwa beberapa negara, terutama anggota Uni Eropa (UE), meluncurkan program penelitian terkoordinasi setelah Sars. "Tetapi, krisis keuangan tahun 2008 menekan pendanaan, meganggu dunia ilmiah tentang dukungan kehidupan finansial," ucapnya.

Sementara itu, bagi Johan Neyts, profesor virologi dan presiden International Society for Antiviral Research (ISAR) yang berbasis di Belgia, mengatakan dunia kehilangan peluang setelah Sars, yang terkait erat dengan virus Corona baru.

"Jika kita berinvestasi sejak 2003 di epidemi Sars mencari obat yang akan aktif melawan Corona. Sekarang kita bisa memiliki persediaan yang akan aktif terhadap yang baru ini. Kami melewatkan kesempatan. Ini adalah serangan teroris terhadap virus yang bisa kami cegah, lebih banyak orang akan mati, sungguh memalukan," ucap Neyts.

Sekarang ada tujuh virus Corona yang diketahui yang dapat menular di antara manusia. Canard mengatakan, penelitian terkoordinasi bisa menghasilkan pengobatan spektrum luas terhadap mereka semua, mengingat profil mereka mirip secara genetik.

Tetapi untuk melakukannya, upaya ilmiah akan membutuhkan dana pemerintah. Neyts memperkirakan biaya untuk melakukan penelitian guna menemukan pengobatan virus Corona yang aman untuk dikelola sekitar USD 275 juta hingga USD 325 juta.

"Ini pada dasarnya adalah sesuatu yang kecil, jika Anda membandingkannya dengan penderitaan manusia yang kita lihat sekarang, dan juga kerugian ekonomi," katanya.

Selain pendanaan, penelitian medis juga membutuhkan waktu. Canard mengatakan, dunia sekarang bereaksi terhadap virus Crona baru kembali dari titik awal. “Untuk mengembangkan molekul (melawan virus Corona), itu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Anda perlu melakukan uji klinis dan untuk itu Anda perlu orang yang sakit dengan virus," jelas Canard.

Dia memperingatkan bahwa lebih banyak coronavirus yang mungkin menyebar di antara manusia di tahun-tahun mendatang. "Kami menurunkan kewaspadaan kami dan percepatan kedaruratan virus-virus ini akan menjadi lebih cepat dan lebih cepat karena perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan deforestasi," tukas Canard.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0834 seconds (0.1#10.140)