Iran: Pembunuhan Jenderal Soleimani Adalah Salah Perhitungan AS

Sabtu, 15 Februari 2020 - 03:18 WIB
Iran: Pembunuhan Jenderal Soleimani Adalah Salah Perhitungan AS
Iran: Pembunuhan Jenderal Soleimani Adalah Salah Perhitungan AS
A A A
MUNICH - Pembunuhan terhadap komandan Pasukan Quds Iran, Jenderal Qassem Soleimani, oleh serangan drone Amerika Serikat (AS) di Baghdad adalah salah perhitungan Washington. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif.

Zarif mengatakan salah perhitungan Amerika itu telah berdampak dalam memperkuat dukungan di Irak untuk pengusiran pasukan Washington. Pengusiran itu, kata Zarif, adalah tujuan lama Teheran.

AS membunuh Jenderal Soleimani dalam serangan rudal Hellfire melalui drone pada 3 Januari di dekat Bandara Internasional Baghdad. Washington berdalih, jenderal terkenal Teheran itu dibunuh karena ia merencanakan serangan terhadap orang-orang Amerika.

"AS Salah perhitungan," kata Zarif kepada sekelompok wartawan di sela-sela Konferensi Keamanan Munich pada hari Jumat. Dia mencatat pembunuhan itu telah memicu ribuan warga Irak turun ke jalan untuk memprotes kehadiran pasukan asing di negara mereka.

Selain Soleimani, komandan milisi Irak; Abu Mahdi al-Muhandis, juga terbunuh oleh serangan drone Amerika. Parlemen Irak telah mengeluarkan resolusi yang tidak mengikat untuk mengusir pasukan AS dan sejak itu masalah pasukan Amerika telah memonopoli politik warga Irak. (Baca: Jenderal Soleimani Dibunuh, AS dan Iran di Ambang Perang Besar-besaran )

"Martir Soleimani jauh lebih efektif daripada Jenderal Soleimani," ujar Zarif. "Kami melihat dalam hal demonstrasi yang terjadi di Irak menentang kehadiran (pasukan) AS," imbuh dia, seperti dikutip AP, Sabtu (15/2/2020).

Zarif diperkirakan akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas di sela-sela konferensi tersebut untuk berbicara tentang upaya Eropa untuk mempertahankan kesepakatan nuklir multinasional dengan Iran tahun 2015.

Kesepakatan itu memberikan insentif ekonomi kepada Iran sebagai imbalan atas kesediaan Teheran mengekang program nuklirnya. Kesepakatan itu untuk mencegah rezim Teheran memperoleh bom nuklir, sesuatu yang Iran tegaskan tidak pernah merencanakannya.

Namun, AS sebagai salah satu penandatangan kesepakatan nuklir itu secara sepihak menarik diri atas perintah Presiden Donald Trump. Langkah itu disertai dengan penerapan kembali sanksi keras terhadap Iran.

Dalam upaya untuk menekan penandatangan lain (Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan China) agar patuh kesepakatan nuklir tersebut, Iran perlahan-lahan telah melanggar pembatasan kesepakatan pada program nuklirnya. Teheran akan mematuhi kesepakatan itu jika negara-negara tersebut menolong Iran dari sanksi yang dijatuhkan Washington.

"Kami berpegang teguh pada program kami di Timur Tengah, dan itu adalah penurunan bukannya tekanan maksimum," kata Zarif mengacu pada sanksi-sanksi Amerika yang oleh Presiden Trump disebut sebagai kampanye tekanan maksimum.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4251 seconds (0.1#10.140)