Amerika Serikat Memasuki Era Kelam Pembunuhan Massal

Senin, 30 Desember 2019 - 07:26 WIB
Amerika Serikat Memasuki...
Amerika Serikat Memasuki Era Kelam Pembunuhan Massal
A A A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) memasuki era kelam pembunuhan massal di sepanjang sejarah pada tahun ini. Sementara kepemilikan senjata diperdebatkan secara alot di tingkat Parlemen dan Kongres, puluhan insiden pembunuhan massal terus terjadi di sepanjang tahun ini.

Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan Universitas Northeastern, sebanyak 211 orang tewas dalam 41 kasus pembunuhan massal pada tahun ini, tertinggi sejak 1970-an. Pembunuhan massal diartikan sebagai pembunuhan terhadap empat korban atau lebih dalam satu kasus, tak termasuk pelaku.

Universitas Northeastern beserta USA Today dan AP telah meneliti dan mencatat pembunuhan massal di AS sejak 2006. Riset data beberapa dekade sebelumnya juga tidak menunjukkan adanya jumlah kasus yang tinggi. AS hanya pernah menyaksikan pembunuhan massal tertinggi kedua pada 2006, yakni 38 kasus.

Sebanyak 33 pembunuhan massal tahun ini menggunakan senjata api. Sisanya dengan pisau, kapak, dan api. California menjadi negara bagian dengan jumlah pembunuhan massal tertinggi, yaitu 8 kasus. Dua kasus terbesar ialah pembantaian 22 orang di El Paso pada Agustus dan 12 orang di Pantai Virginia pada Mei.

Sebagian pembunuhan massal di AS tidak diangkat di media massa karena terlalu tinggi. Mayoritas pembunuhan massal juga terjadi di lingkungan keluarga, gembong narkoba, atau di tempat kerja. Meski kasusnya naik, jumlah korban tahun ini masih lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 224 korban.

Ahli kriminal dari Universitas Metropolitan State, James Densley, mengatakan pembunuhan massal menyumbangkan kematian tertinggi dibandingkan kasus lainnya. Meski mayoritas kasus pembunuhan massal misterius, dia meyakini kenaikkan ini menunjukkan tingginya tingkat frutasi di kalangan masyarakat.

“Bagi saya, ini tampak seperti era pembunuhan massal di AS,” ujar Densley, dikutip BBC. “Pada tahun 1970-an dan 1980-an, AS menyaksikan gelombang pembunuh berantai; 1990-an penembakkan di sekolah dan penculikan anak-anak; 2000-an terorisme; dan sekarang pembunuhan massal,” sambung Densley.

Senjata api merupakan senjata yang umum digunakan pelaku pembunuhan massal di AS. Senapan dapat dimiliki secara legal dan mudah. Sebagian orang menilai akses kepemilikan senapan di AS jauh lebih mudah dibandingkan pendidikan. Sejak 1966, sebanyak 974 orang tewas akibat dibunuh dengan senapan.

Seperti dilansir Washington Post, pelaku pembunuhan massal rata-rata membawa empat senjata api saat melancarkan aksinya. Pelaku penembakkan di Las Vegas pada 2017 juga membawa 10 senjata api. Senjata api yang terpopular digunakan pelaku ialah pistol semiotomatis 9mm karena ringan, mudah, dan murah.

Hampir semua pelaku merupakan laki-laki berusia antara 20-49 tahun. Sekitar 76 tewas di lokasi atau di dekat lokasi penembakkan, biasanya dengan melakukan bunuh diri. Sebanyak 27% kasus penembakkan massal terjadi di tempat kerja. Sisanya di sekolah, gereja, barak, ritel, restoran, dan tempat publik lainnya.

Dengan meningkatnya penggunaan senjata api dalam pembunuhan massal, Asosiasi Senapan Nasional (National Rifle Association/NRA) mendukung pengkajian ulang komponen yang dapat digunakan untuk memodifikasi senapan semi-otomatis menjadi full-otomatis. Mereka berharap hal ini dapat mencegah isu itu.

Penggunaan bump stock juga menuai banyak kritikan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS. Anggota DPR dari fraksi Partai Republik Carlos Curbelo berharap komponen itu diatur secara resmi di dalam konstitusi dan ditarik dari pasar mengingat senapan full-otomatis dilarang di dalam Undang Undang.

Sedikitnya 50 orang tewas dan lebih dari 500 orang luka-luka dalam tragedi penembakkan di Las Vegas, Nevada, AS pada 2017. Penembakkan massal itu menjadi peristiwa terburuk yang pernah terjadi di sepanjang sejarah modern AS. Pelaku tewas bunuh diri setelah melepaskan tembakan secara membabi buta.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7504 seconds (0.1#10.140)