Resmi, DPR AS Makzulkan Trump
A
A
A
WASHINGTON - DPR Amerika Serikat (AS) resmi memakzulkan Presiden Donald Trump. Lewat mekanisme voting, mayoritas anggota DPR memilih untuk memakzulkan Trump karena penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan Kongres.
DPR AS yang dipimpin oleh Partai Demokrat meloloskan dua pasal pemakzulan dengan suara mayoritas lewat dua kali pemungutan suara. Pada pasal penyalahgunaan kekuasaan disahkan dengan dukungan suara 230-197.
Sementara pemungutan suara untuk pasal kedua pemakzulan yang menuduhnya menghalangi Kongres dengan menolak kerja sama dalam penyelidikan pemakzulan menunjukkan hasil 229-198.
Pasal pertama pemakzulan menuduh Trump (73) menyalahgunakan kekuasaannya dengan menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya Joe Biden, pesaing utama untuk nominasi presiden dari Partai Demokrat untuk pilpres pada 2020.
Demokrat mengatakan Trump menahan USD391 juta dana bantuan keamanan yang dimaksudkan untuk memerangi separatis dan menjanjikan pertemuan di Gedung Putih kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk mengumumkan secara langsung penyelidikan terhadap Biden.
Pasal kedua menuduh Trump menghalangi Kongres dengan mengarahkan pejabat dan lembaga pemerintahan untuk tidak mematuhi panggilan persidangan DPR yang sah untuk memberikan kesaksian dan dokumen yang terkait dengan pemakzulan.
"Kami di sini untuk mempertahankan demokrasi bagi rakyat," kata Ketua DPR Nancy Pelosi.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, kita lalai dalam menjalankan tugas kita. Sungguh tragis bahwa tindakan nekat presiden membuat pemakzulan begitu penting,” sambung Pelosi seperti dilansir dari Reuter, Kamis (19/12/2019).
Dengan keputusan DPR ini, Trump menjadi Presiden AS ketiga yang dimakzulkan oleh DPR. Sebelumnya, DPR AS memakzulkan Presiden Bill Clinton pada 1998 atas tuduhan sumpah palsu dan menghalangi keadilan setelah dia memiliki affair dengan pegawai magang Gedung Putih, tetapi Senat AS membebaskannya.
DPR AS juga pernah memakzulkan Presiden Andrew Johnson pada tahun 1868, berfokus pada pemindahannya dari sekretaris perang, tetapi ia dibebaskan dengan satu suara di Senat.
Pada 1974, Presiden Richard Nixon mengundurkan diri setelah Komite Kehakiman DPR menyetujui pasal-pasal pemakzulan dalam skandal korupsi Watergate.
Namun tidak ada dalam sejarah 243 tahun AS seorang presiden dicopot dari jabatannya oleh pemakzulan. Langkah itu membutuhkan mayoritas dua pertiga dari 100 anggota Senat, yang berarti setidaknya 20 anggota Partai Republik harus bergabung dengan Partai Demokrat dalam pemungutan suara melawan Trump - dan tidak ada yang mengindikasikan mereka akan melakukannya.
Penyelidikan pemakzulan diluncurkan pada bulan September lalu setelah pengaduan whistleblower tentang panggilan telepon pada 25 Juli antara Trump dan Zelenskiy.
Trump menuduh bahwa Biden terlibat dalam korupsi di Ukraina dan harus diselidiki tetapi tidak menawarkan bukti. Partai Demokrat pun membantah hal tersebut. Biden, mantan wakil presiden AS, adalah kandidat kuat dari Partai Demokrat untuk menghadapi Trump dalam pemilihan umum presiden pada November mendatang.
DPR AS yang dipimpin oleh Partai Demokrat meloloskan dua pasal pemakzulan dengan suara mayoritas lewat dua kali pemungutan suara. Pada pasal penyalahgunaan kekuasaan disahkan dengan dukungan suara 230-197.
Sementara pemungutan suara untuk pasal kedua pemakzulan yang menuduhnya menghalangi Kongres dengan menolak kerja sama dalam penyelidikan pemakzulan menunjukkan hasil 229-198.
Pasal pertama pemakzulan menuduh Trump (73) menyalahgunakan kekuasaannya dengan menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya Joe Biden, pesaing utama untuk nominasi presiden dari Partai Demokrat untuk pilpres pada 2020.
Demokrat mengatakan Trump menahan USD391 juta dana bantuan keamanan yang dimaksudkan untuk memerangi separatis dan menjanjikan pertemuan di Gedung Putih kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk mengumumkan secara langsung penyelidikan terhadap Biden.
Pasal kedua menuduh Trump menghalangi Kongres dengan mengarahkan pejabat dan lembaga pemerintahan untuk tidak mematuhi panggilan persidangan DPR yang sah untuk memberikan kesaksian dan dokumen yang terkait dengan pemakzulan.
"Kami di sini untuk mempertahankan demokrasi bagi rakyat," kata Ketua DPR Nancy Pelosi.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, kita lalai dalam menjalankan tugas kita. Sungguh tragis bahwa tindakan nekat presiden membuat pemakzulan begitu penting,” sambung Pelosi seperti dilansir dari Reuter, Kamis (19/12/2019).
Dengan keputusan DPR ini, Trump menjadi Presiden AS ketiga yang dimakzulkan oleh DPR. Sebelumnya, DPR AS memakzulkan Presiden Bill Clinton pada 1998 atas tuduhan sumpah palsu dan menghalangi keadilan setelah dia memiliki affair dengan pegawai magang Gedung Putih, tetapi Senat AS membebaskannya.
DPR AS juga pernah memakzulkan Presiden Andrew Johnson pada tahun 1868, berfokus pada pemindahannya dari sekretaris perang, tetapi ia dibebaskan dengan satu suara di Senat.
Pada 1974, Presiden Richard Nixon mengundurkan diri setelah Komite Kehakiman DPR menyetujui pasal-pasal pemakzulan dalam skandal korupsi Watergate.
Namun tidak ada dalam sejarah 243 tahun AS seorang presiden dicopot dari jabatannya oleh pemakzulan. Langkah itu membutuhkan mayoritas dua pertiga dari 100 anggota Senat, yang berarti setidaknya 20 anggota Partai Republik harus bergabung dengan Partai Demokrat dalam pemungutan suara melawan Trump - dan tidak ada yang mengindikasikan mereka akan melakukannya.
Penyelidikan pemakzulan diluncurkan pada bulan September lalu setelah pengaduan whistleblower tentang panggilan telepon pada 25 Juli antara Trump dan Zelenskiy.
Trump menuduh bahwa Biden terlibat dalam korupsi di Ukraina dan harus diselidiki tetapi tidak menawarkan bukti. Partai Demokrat pun membantah hal tersebut. Biden, mantan wakil presiden AS, adalah kandidat kuat dari Partai Demokrat untuk menghadapi Trump dalam pemilihan umum presiden pada November mendatang.
(ian)