Pengadilan Tolak Penyitaan Kekayaan Marcos Senilai Rp55 Triliun
A
A
A
MANILA - Pengadilan Filipina menolak kasus penyitaan yang melibatkan keluarga mendiang diktator Ferdinand Marcos dengan alasan tidak cukup bukti untuk memerintahkan penyitaan harta senilai USD3,93 miliar (Rp55 triliun).
Kasus penyitaan itu telah berlangsung 39 tahun. Pengadilan anti-korupsi telah membuat keputusan yang menguntungkan keluarga Marcos selama empat kali sejak Agustus. Hakim menyatakan dokumen fotokopi tidak dapat digunakan sebagai bukti, sehingga kasus itu tidak akan diproses.
Kasus itu telah disebut sebagai "ibu" semua kasus dalam upaya tiga dekade oleh tim kepresidenan khusus untuk mendapatkan kembali kekayaan senilai USD10 miliar yang diambil oleh Marcos dan keluarganya yang hidup mewah selama 20 tahun berkuasa.
Komisi Kepresidenan untuk Pemerintahan yang Baik berupaya memperoleh USD3,93 miliar berupa saham, uang tunai lokal dan asing, serta real estate di dalam negeri dan di Amerika Serikat (AS) serta Inggris. Kasus itu juga termasuk 177 lukisan dan 42 perhiasan senilai hampir USD9 juta.
Dalam keputusan pengadilan setebal 58 halaman, pengadilan menyatakan, "Mengakui berbagai kejahatan yang dilakukan selama status darurat militer di rezim Marcos dan penjarahan terhadap sumber daya negara."
"Meski dmeikian, tak adanya bukti yang cukup yang mungkin membawa pada kesimpulan bahwa berbagai properti itu merupakan harta haram, pengadilan tidak dapat memerintahkan mengembalikannya pada perbendaharaan nasional," ungkap keputusan pengadilan Thailand, dilansir Reuters.
Pengadilan yang sama juga menolak kasus serupa pada keluarga Marcos pada Agustus, September, dan Oktober, semuanya karena kurang bukti. Keluarga Marcos hingga saat ini masih memiliki banyak pendukung di birokrasi, elit politik dan elit bisnis.
Kasus penyitaan itu telah berlangsung 39 tahun. Pengadilan anti-korupsi telah membuat keputusan yang menguntungkan keluarga Marcos selama empat kali sejak Agustus. Hakim menyatakan dokumen fotokopi tidak dapat digunakan sebagai bukti, sehingga kasus itu tidak akan diproses.
Kasus itu telah disebut sebagai "ibu" semua kasus dalam upaya tiga dekade oleh tim kepresidenan khusus untuk mendapatkan kembali kekayaan senilai USD10 miliar yang diambil oleh Marcos dan keluarganya yang hidup mewah selama 20 tahun berkuasa.
Komisi Kepresidenan untuk Pemerintahan yang Baik berupaya memperoleh USD3,93 miliar berupa saham, uang tunai lokal dan asing, serta real estate di dalam negeri dan di Amerika Serikat (AS) serta Inggris. Kasus itu juga termasuk 177 lukisan dan 42 perhiasan senilai hampir USD9 juta.
Dalam keputusan pengadilan setebal 58 halaman, pengadilan menyatakan, "Mengakui berbagai kejahatan yang dilakukan selama status darurat militer di rezim Marcos dan penjarahan terhadap sumber daya negara."
"Meski dmeikian, tak adanya bukti yang cukup yang mungkin membawa pada kesimpulan bahwa berbagai properti itu merupakan harta haram, pengadilan tidak dapat memerintahkan mengembalikannya pada perbendaharaan nasional," ungkap keputusan pengadilan Thailand, dilansir Reuters.
Pengadilan yang sama juga menolak kasus serupa pada keluarga Marcos pada Agustus, September, dan Oktober, semuanya karena kurang bukti. Keluarga Marcos hingga saat ini masih memiliki banyak pendukung di birokrasi, elit politik dan elit bisnis.
(sfn)