Rusia Kerahkan Sistem Rudal S-300 Modern 500 Km dari Moskow
A
A
A
MOSKOW - Militer Rusia mengerahkan sistem pertahanan rudal S-300 modern di dekat Kota Voronezh, 500 kilometer (Km) selatan Moskow. Senjata itu akan memperkuat "zona penolakan" di wilayah udara atau langit Moskow, yang mana pesawat musuh tidak akan aman jika memasukinya.
Sistem S-300 yang dikerahkan di dekat kota Voronezh adalah versi baru dari upgrade S-300 yang legendaris, yang dikenal sebagai S-300MP2 Favorite—oleh NATO dinamai SA-20b Gargoyle b.
Resimen pertahanan udara Voronezh adalah salah satu yang paling penting untuk keamanan negara Rusia karena mencakup Moskow, serta pangkalan militer lokal bersama dengan pembangkit nuklir, dan karenanya harus dilengkapi dengan salah satu senjata yang paling canggih.
Sistem S-300MP2 sebenarnya masih kalah modern dibandingkan dengan S-400. Namun, S-300 versi upgrade lebih canggih dari pendahulunya, S-300MP1. Jangkauan tembak efektifnya mampu menjatuhkan target non-balistik hampir dua kali lipat menjadi 200 kilometer dan dapat menembak jatu rudal balistik dalam jarak 40 kilometer.
Kecepatan juga penting di bidang operasi sistem ini. Kepala resimen pertahanan udara, Evgeny Dunaev, menekankan bahwa S-300MP2 tidak hanya bagus dalam mendeteksi, melacak, dan mengalahkan pesawat musuh dari jauh, tetapi juga sangat mobile.
"(S-300MP2) sangat dapat dikendalikan, yang memungkinkan kami mengubah lokasi penempatan kami dengan cepat. Waktu penempatan keseluruhan tidak melebihi lima menit, ketika mereka siap menembak. Sistem pertahanan udara ini dapat bekerja di medan apa pun, dalam cuaca apa pun dan kapan pun," kata Dunaev, seperti dikutip Sputniknews, Senin (9/12/2019).
S-300 yang dimodernisasi bukan hanya merupakan senjata yang keras, tetapi juga senjata yang sangat cepat. Hanya butuh sekitar 60-90 detik dari saat pesawat musuh atau rudal yang terlacak untuk menjatuhkannya dari jarak maksimum. Rudal dari sistem ini dapat terbang dengan kecepatan 2.100 meter per detik dan dapat menempuh jarak 200 kilometer dalam waktu sekitar 1,5 menit.
Media Rusia mengklaim dengan karakteristik seperti itu, tidak mengherankan bila sistem pertahanan udara S-300 telah menunjukkan hasil yang mengesankan di Suriah bahkan terhadap serangan canggih. Sistem itu telah membantu mempertahankan pangkalan udara Hmeymim, yang diserang oleh gerombolan pesawat tak berawak yang dikendalikan oleh militan lokal dan kelompok-kelompok teroris pada bulan Juni dan Juli 2019.
Meskipun ada upgrade besar pada karakteristiknya, algoritma pelacakan, dan mekanisme perangkat lunak canggih S-300MP2 sekarang sebenarnya lebih mudah ditangani oleh tentara jika dibandingkan dengan S-300MP1. Sebelumnya, sebagian besar operasi harus dilakukan secara manual, sedangkan sekarang sebagian besar dilakukan secara otomatis.
Resimen S-300 melihat sasarannya di radar atau menerima koordinat dari pusat komando yang terhubung ke berbagai radar sejenis, yang kemudian mulai melacak pelanggar wilayah udara, memberikan rudal, dan meluncurkannya. Seorang man-in-the-loop hanya muncul selama proses ini sesekali, ketika tentara perlu membuat keputusan akhir, misalnya apakah akan menembak atau tidak pada target yang dipilih. Selebihnya S-300 yang baru melakukannya sendiri.
Personel operator S-300MP2 juga menganalisis data pasca-keterlibatan untuk menyimpulkan apakah target berhasil ditembak jatuh atau tidak. Ini dapat ditentukan dengan mengidentifikasi puing-puing yang diidentifikasi pada radar.
Sistem S-300 yang dikerahkan di dekat kota Voronezh adalah versi baru dari upgrade S-300 yang legendaris, yang dikenal sebagai S-300MP2 Favorite—oleh NATO dinamai SA-20b Gargoyle b.
Resimen pertahanan udara Voronezh adalah salah satu yang paling penting untuk keamanan negara Rusia karena mencakup Moskow, serta pangkalan militer lokal bersama dengan pembangkit nuklir, dan karenanya harus dilengkapi dengan salah satu senjata yang paling canggih.
Sistem S-300MP2 sebenarnya masih kalah modern dibandingkan dengan S-400. Namun, S-300 versi upgrade lebih canggih dari pendahulunya, S-300MP1. Jangkauan tembak efektifnya mampu menjatuhkan target non-balistik hampir dua kali lipat menjadi 200 kilometer dan dapat menembak jatu rudal balistik dalam jarak 40 kilometer.
Kecepatan juga penting di bidang operasi sistem ini. Kepala resimen pertahanan udara, Evgeny Dunaev, menekankan bahwa S-300MP2 tidak hanya bagus dalam mendeteksi, melacak, dan mengalahkan pesawat musuh dari jauh, tetapi juga sangat mobile.
"(S-300MP2) sangat dapat dikendalikan, yang memungkinkan kami mengubah lokasi penempatan kami dengan cepat. Waktu penempatan keseluruhan tidak melebihi lima menit, ketika mereka siap menembak. Sistem pertahanan udara ini dapat bekerja di medan apa pun, dalam cuaca apa pun dan kapan pun," kata Dunaev, seperti dikutip Sputniknews, Senin (9/12/2019).
S-300 yang dimodernisasi bukan hanya merupakan senjata yang keras, tetapi juga senjata yang sangat cepat. Hanya butuh sekitar 60-90 detik dari saat pesawat musuh atau rudal yang terlacak untuk menjatuhkannya dari jarak maksimum. Rudal dari sistem ini dapat terbang dengan kecepatan 2.100 meter per detik dan dapat menempuh jarak 200 kilometer dalam waktu sekitar 1,5 menit.
Media Rusia mengklaim dengan karakteristik seperti itu, tidak mengherankan bila sistem pertahanan udara S-300 telah menunjukkan hasil yang mengesankan di Suriah bahkan terhadap serangan canggih. Sistem itu telah membantu mempertahankan pangkalan udara Hmeymim, yang diserang oleh gerombolan pesawat tak berawak yang dikendalikan oleh militan lokal dan kelompok-kelompok teroris pada bulan Juni dan Juli 2019.
Meskipun ada upgrade besar pada karakteristiknya, algoritma pelacakan, dan mekanisme perangkat lunak canggih S-300MP2 sekarang sebenarnya lebih mudah ditangani oleh tentara jika dibandingkan dengan S-300MP1. Sebelumnya, sebagian besar operasi harus dilakukan secara manual, sedangkan sekarang sebagian besar dilakukan secara otomatis.
Resimen S-300 melihat sasarannya di radar atau menerima koordinat dari pusat komando yang terhubung ke berbagai radar sejenis, yang kemudian mulai melacak pelanggar wilayah udara, memberikan rudal, dan meluncurkannya. Seorang man-in-the-loop hanya muncul selama proses ini sesekali, ketika tentara perlu membuat keputusan akhir, misalnya apakah akan menembak atau tidak pada target yang dipilih. Selebihnya S-300 yang baru melakukannya sendiri.
Personel operator S-300MP2 juga menganalisis data pasca-keterlibatan untuk menyimpulkan apakah target berhasil ditembak jatuh atau tidak. Ini dapat ditentukan dengan mengidentifikasi puing-puing yang diidentifikasi pada radar.
(mas)