Rouhani Serukan Demonstran Iran Dibebaskan
A
A
A
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani menyerukan pembebasan demonstran yang tidak bersenjata dan tidak bersalah yang ditahan selama dua minggu aksi protes terhadap kenaikan harga bensin.
"Grasi agama dan Islam harus ditunjukkan dan orang-orang tidak bersalah yang memprotes kenaikan harga bensin dan tidak bersenjata...harus dibebaskan," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi seperti dikutip dari Reuters, Kamis (5/12/2019).
Perjuangan rakyat Iran untuk memenuhi kebutuhan telah menjadi lebih sulit sejak tahun lalu ketika Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir Teheran dengan enam kekuatan dunia dan menerapkan kembali sanksi yang semakin melumpuhkan ekonomi berbasis minyak Iran.
"Jika Amerika mencabut sanksi, kami siap untuk berbicara dan bernegosiasi, bahkan pada tingkat kepala 5 + 1 negara (kekuatan utama)," kata Rouhani.
Iran telah bereaksi terhadap kampanye "tekanan maksimum" Washington dengan mengurangi komitmennya untuk membatasi pengayaan uraniumnya dan memperingatkan akan menjauhkan lebih jauh dari pakta nuklir jika Eropa gagal melindungi ekonomi Teheran dari hukuman AS.
Washington telah mengesampingkan pencabutan sanksi kecuali Iran setuju untuk membatasi kegiatan nuklirnya, mengakhiri program rudal balistiknya dan perang proksi regionalnya.
Seruan yang sama juga disuarakan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Aytollah Ali Khamenei, otoritas tertinggi di Iran. Dalam komentar yang dikutip oleh kantor berita resmi Iran, IRNA, Khomeini mengatakan grasi harus diberikan.
Iran dihantam kerusuhan sejak 15 November setelah pemerintah secara tiba-tiba menaikkan harga bahan bakar sebanyak 300%. Kerusuhan menyebar ke lebih dari 100 kota besar dan kecil serta berubah menjadi politik ketika para demonstran muda dan kelas pekerja menuntut para pemimpin mundur.
Teheran menyalahkan "preman" yang terkait dengan lawan politiknya yang berada di pengasingan dan musuh asing utama negara itu - Amerika Serikat (AS), Israel, dan Arab Saudi - atas kerusuhan tersebut.
"Tujuan musuh-musuh kita adalah untuk membahayakan eksistensi Republik Islam dengan memicu kerusuhan di Iran. Tetapi Amerika dan rezim Zionis (Israel) tidak memiliki kebijaksanaan politik tentang Iran dan warga Iran," panglima elit Garda Revolusi Iran Hossein Salami, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi.
Teheran tidak memberikan angka resmi jumlah korban tewas, namun Amnesty International mengatakan pada awal pekan ini bahwa pihaknya telah mendokumentasikan sedikitnya 208 demonstran tewas, menjadikannya sebagai kerusuhan paling berdarah sejak Revolusi Islam 1979.
Seorang anggota parlemen pekan lalu mengatakan bahwa sekitar 7.000 pemrotes telah ditangkap. Namun pengadilan telah menolak angka-angka itu. (Baca: Iran: Klaim Organisasi Internasional Soal Jumlah Korban Demonstrasi Berlebihan )
Kementerian Intelijen Iran minggu lalu mengatakan setidaknya delapan orang yang terkait dengan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) telah ditangkap selama kerusuhan, yang dihabisi pekan lalu oleh tindakan keras keamanan. (Baca: Iran Tangkap 8 Orang 'Antek' CIA Selama Demo Rusuh )
"Grasi agama dan Islam harus ditunjukkan dan orang-orang tidak bersalah yang memprotes kenaikan harga bensin dan tidak bersenjata...harus dibebaskan," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi seperti dikutip dari Reuters, Kamis (5/12/2019).
Perjuangan rakyat Iran untuk memenuhi kebutuhan telah menjadi lebih sulit sejak tahun lalu ketika Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir Teheran dengan enam kekuatan dunia dan menerapkan kembali sanksi yang semakin melumpuhkan ekonomi berbasis minyak Iran.
"Jika Amerika mencabut sanksi, kami siap untuk berbicara dan bernegosiasi, bahkan pada tingkat kepala 5 + 1 negara (kekuatan utama)," kata Rouhani.
Iran telah bereaksi terhadap kampanye "tekanan maksimum" Washington dengan mengurangi komitmennya untuk membatasi pengayaan uraniumnya dan memperingatkan akan menjauhkan lebih jauh dari pakta nuklir jika Eropa gagal melindungi ekonomi Teheran dari hukuman AS.
Washington telah mengesampingkan pencabutan sanksi kecuali Iran setuju untuk membatasi kegiatan nuklirnya, mengakhiri program rudal balistiknya dan perang proksi regionalnya.
Seruan yang sama juga disuarakan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Aytollah Ali Khamenei, otoritas tertinggi di Iran. Dalam komentar yang dikutip oleh kantor berita resmi Iran, IRNA, Khomeini mengatakan grasi harus diberikan.
Iran dihantam kerusuhan sejak 15 November setelah pemerintah secara tiba-tiba menaikkan harga bahan bakar sebanyak 300%. Kerusuhan menyebar ke lebih dari 100 kota besar dan kecil serta berubah menjadi politik ketika para demonstran muda dan kelas pekerja menuntut para pemimpin mundur.
Teheran menyalahkan "preman" yang terkait dengan lawan politiknya yang berada di pengasingan dan musuh asing utama negara itu - Amerika Serikat (AS), Israel, dan Arab Saudi - atas kerusuhan tersebut.
"Tujuan musuh-musuh kita adalah untuk membahayakan eksistensi Republik Islam dengan memicu kerusuhan di Iran. Tetapi Amerika dan rezim Zionis (Israel) tidak memiliki kebijaksanaan politik tentang Iran dan warga Iran," panglima elit Garda Revolusi Iran Hossein Salami, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi.
Teheran tidak memberikan angka resmi jumlah korban tewas, namun Amnesty International mengatakan pada awal pekan ini bahwa pihaknya telah mendokumentasikan sedikitnya 208 demonstran tewas, menjadikannya sebagai kerusuhan paling berdarah sejak Revolusi Islam 1979.
Seorang anggota parlemen pekan lalu mengatakan bahwa sekitar 7.000 pemrotes telah ditangkap. Namun pengadilan telah menolak angka-angka itu. (Baca: Iran: Klaim Organisasi Internasional Soal Jumlah Korban Demonstrasi Berlebihan )
Kementerian Intelijen Iran minggu lalu mengatakan setidaknya delapan orang yang terkait dengan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) telah ditangkap selama kerusuhan, yang dihabisi pekan lalu oleh tindakan keras keamanan. (Baca: Iran Tangkap 8 Orang 'Antek' CIA Selama Demo Rusuh )
(ian)