Hidayat Nur Wahid Prihatin WNI Meninggal Saat Urus Paspor di KBRI
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) sekaligus Anggota DPR Dapil DKI 2 mengucapkan bela sungkawa dan berduka cita atas meninggalnya Tamam bin Arsyad, 55, saat antre mengurus paspor di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur (KL) pada 31 Oktober lalu.
HNW prihatin atas kejadian tersebut. "Kasus WNI meninggal saat antre paspor harus dijadikan momentum untuk evaluasi dan perbaikan. Walaupun penyebabnya karena serangan jantung, namun kenyamanan pelayanan KBRI Kuala Lumpur harus bisa ditingkatkan," ujar Hidayat.
Fenomena pekerja migran yang antre panjang bahkan harus menginap karena mereka datang dari daerah yang jauh juga terjadi di negara lain seperti Arab Saudi dan Taiwan. Menurut dia, pada era digital harusnya semua bisa dilayani lebih mudah dan cepat. Permasalahan urusan dokumen kewarganegaraan di kantor perwakilan RI di luar negeri harus bisa menjawab berbagai tantangan.
"Sehebat apapun sistem yang dibuat namun kurang tersosialisasi dengan baik sama saja hasilnya, harus ada upaya yang lebih masif mengenalkan sistem online. Setiap WNI perlu diedukasi dan dilayani karena tugas negara menlindungi dan mencerdaskan rakyat," jelas Hidayat.
Untuk Malaysia, dengan jumlah warga negara Indonesia (WNI) lebih dari 1 juta orang memerlukan pelayanan prima. Kementerian luar negeri sebaiknya memperluas akses pelayanan dengan membuka kantor konsul di beberapa negara bagian di mana banyak pekerja migran yang memperlukan perlindungan. KBRI juga sebaiknya memberikan jalur khusus untuk mereka yang sudah termasuk warga senior 60 tahun ke atas, termasuk perempuan dan ibu hamil.
Menurut dia, khusus untuk KBRI Kuala lumpur keterbatasan ruangan dan kenyamanan ruang perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Sejak lama kasus-kasus pelayanan bermasalah terus terjadi, inovasi yang dilakukan harus diimbangi dengan edukasi dan sosialisasi yang terus menerus agar inovasi dapat membuahkan hasil maksimal.
Hidayat menjelaskan, permasalahan WNI antre paspor di KBRI Kuala Lumpur bukanlah masalah baru karena sudah terjadi sejak lama. KBRI diharapkan mampu menyediakan ruang tunggu yang nyaman, sehingga WNI tidak harus memadati jalanan dan trotoar.
"Kasus saudara kita almarhum pak Tamam harus jadi momentum dan bahan evaluasi perbaikan ke depan oleh Kemenlu, imigrasi dan KBRI KL. Bagaimanya mestinya mekanisme antrean paspor harus dibangun secara lebih manusiawi," simpul Hidayat. Menurut dia, anggaran Kemlu sangat besar untuk melayani dan melindungi WNI, sementara pahlawan devisa juga memberikan kontribusi remitensi yang besar kepada negara.
HNW prihatin atas kejadian tersebut. "Kasus WNI meninggal saat antre paspor harus dijadikan momentum untuk evaluasi dan perbaikan. Walaupun penyebabnya karena serangan jantung, namun kenyamanan pelayanan KBRI Kuala Lumpur harus bisa ditingkatkan," ujar Hidayat.
Fenomena pekerja migran yang antre panjang bahkan harus menginap karena mereka datang dari daerah yang jauh juga terjadi di negara lain seperti Arab Saudi dan Taiwan. Menurut dia, pada era digital harusnya semua bisa dilayani lebih mudah dan cepat. Permasalahan urusan dokumen kewarganegaraan di kantor perwakilan RI di luar negeri harus bisa menjawab berbagai tantangan.
"Sehebat apapun sistem yang dibuat namun kurang tersosialisasi dengan baik sama saja hasilnya, harus ada upaya yang lebih masif mengenalkan sistem online. Setiap WNI perlu diedukasi dan dilayani karena tugas negara menlindungi dan mencerdaskan rakyat," jelas Hidayat.
Untuk Malaysia, dengan jumlah warga negara Indonesia (WNI) lebih dari 1 juta orang memerlukan pelayanan prima. Kementerian luar negeri sebaiknya memperluas akses pelayanan dengan membuka kantor konsul di beberapa negara bagian di mana banyak pekerja migran yang memperlukan perlindungan. KBRI juga sebaiknya memberikan jalur khusus untuk mereka yang sudah termasuk warga senior 60 tahun ke atas, termasuk perempuan dan ibu hamil.
Menurut dia, khusus untuk KBRI Kuala lumpur keterbatasan ruangan dan kenyamanan ruang perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Sejak lama kasus-kasus pelayanan bermasalah terus terjadi, inovasi yang dilakukan harus diimbangi dengan edukasi dan sosialisasi yang terus menerus agar inovasi dapat membuahkan hasil maksimal.
Hidayat menjelaskan, permasalahan WNI antre paspor di KBRI Kuala Lumpur bukanlah masalah baru karena sudah terjadi sejak lama. KBRI diharapkan mampu menyediakan ruang tunggu yang nyaman, sehingga WNI tidak harus memadati jalanan dan trotoar.
"Kasus saudara kita almarhum pak Tamam harus jadi momentum dan bahan evaluasi perbaikan ke depan oleh Kemenlu, imigrasi dan KBRI KL. Bagaimanya mestinya mekanisme antrean paspor harus dibangun secara lebih manusiawi," simpul Hidayat. Menurut dia, anggaran Kemlu sangat besar untuk melayani dan melindungi WNI, sementara pahlawan devisa juga memberikan kontribusi remitensi yang besar kepada negara.
(sfn)