Evo Morales Hampir Menang Pemilu, Demonstrasi Pecah di Bolivia
A
A
A
LA PAZ - Dewan Pemilu Bolivia, TSE, merilis data terbadu pada Senin malam yang menunjukkan Presiden Evo Morales hampir pasti memenangkan pemilu. Hal ini memicu tuduhan penipuan dari kelompok oposisi dan bentrokan di jalan-jalan.
TSE telah menghentikan penghitungan suara pendahuluan pada Minggu malam dengan hasil menunjukkan pemilu putara kedua. Jeda yang tiba-tiba telah memicu kekhawatiran di antara para pemantau pemilu dan pemerintah asing tentang kemungkinan perusakan suara.
Setelah jeda 24 jam, TSE memutakhirkan hitungannya yang menunjukkan Morales mendapat 46,85% suara berbanding dengan 36,73% milik pesaingnya Carlos Mesa. Hanya butuh 10 poin bagi Morales untuk menang dalam babak pertama.
Mesa pun mengecam hasil penghitungan suara tersebut dengan menyebutnya sebagai memalukan dan mengatakan ia tidak akan mengakuinya.
"Kami percaya warga tidak akan menerima ini," kata Mesa kepada wartawan di kota dataran rendah Santa Cruz.
“Pemerintah ini telah menciptakan situasi yang mustahil. Itu mencemooh suara rakyat," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (22/10/2019).
Sehari sebelumnya, Mesa telah merayakan ke putaran kedua setelah penghitungan resmi hampir 84% surat suara menunjukkan Morales kekurangan suara yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua. Jajak pendapat lain juga menunjukkan perlombaan yang ketat menuju babak kedua.
Akan tetapi, Morales, yang telah memenangkan tiga masa jabatan sebelumnya dengan mayoritas kuat, bersikeras pada hari Minggu bahwa ia akan mendapatkan cukup suara dari daerah pedesaan untuk kemenangan langsung.
Ketidakpastian memicu protes di negara Amerika Selatan yang terkurung daratan itu dan kekhawatiran tentang potensi manipulasi muncul di antara pengamat pemilu internasional dan diplomat. Beberapa diantaranya khawatir hal itu dapat memicu kerusuhan dengan kekerasan seperti yang baru-baru ini mengguncang Chili dan Ekuador.
"Hasil ini dapat dipertanyakan dan kami melihat awal konflik, suasana yang ditimbulkan dapat berubah dari ketegangan menjadi ledakan," kata analis politik Bolivia Franklin Pareja.
Sebelum pengadilan pemilihan kembali memperbarui hasil awal pada hari Senin, ribuan warga Bolivia telah melakukan aksi protes di luar sebuah hotel di La Paz di mana TSE telah berkumpul untuk memproses suara. Polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan, di tengah laporan bentrokan dalam aksi protes di tempat lain.
Keputusan TSE sebelumnya untuk menghentikan penghitungan sementara dengan hanya 83,76% dari pemungutan suara yang selesai dihitung telah mendorong lembaga monitor resmi, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), menuntut untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Angka-angka itu dengan jelas mengindikasikan putaran kedua, tren yang bertepatan dengan satu-satunya penghitungan cepat dan statistik resmi dari misi pengamatan," kata kepala misi pengamat Manuel Gonzalez.
Gonzalez mengatakan perubahan dalam satu hari tidak bisa dijelaskan dan merupakan pukulan bagi kepercayaan pemilih dalam proses pemilu, tetapi komentarnya gagal menyebut hasil itu tidak sah.
Argentina, Brazil dan Gedung Putih juga menyatakan keprihatinan atas gangguan pelaporan resmi hasil.
"Otoritas pemilu harus segera mengembalikan kredibilitas dan transparansi ke proses sehingga kehendak rakyat Bolivia dihormati," kata asisten sekretaris negara AS untuk urusan wilayah barat, Michael Kozak, di Twitter.
Jika Morales menang, pemimpin yang terus menerus berkuasa di Amerika Latin akan memperpanjang kekuasaannya hingga 19 tahun.
Antonio Costas, salah satu dari enam anggota tim TSE yang mengoordinasikan penghitungan, mengatakan kepada Reuters pada hari Senin bahwa keputusan telah dibuat untuk menunda penghitungan sementara untuk fokus pada perhitungan resmi yang lebih lambat.
Hitungan itu, masih berlangsung, dengan sekitar 60% surat suara masih diproses. Mesa dan Morales masing-masing terkait sedikit lebih dari 42% suara .
Costas menambahkan bahwa dia tidak berada di bawah tekanan politik apa pun untuk menghentikan penghitungan awal, yang telah dimaksudkan sebagai alat untuk membantu memastikan transparansi suara yang lebih besar.
Morales, mantan pemimpin serikat petani coca, telah mengawasi stabilitas politik dan ekonomi untuk Bolivia, negara termiskin di benua itu. Dukungan untuknya tergelincir di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kekhawatiran tentang korupsi pemerintah dan praktik-praktik anti-demokrasi.
TSE telah menghentikan penghitungan suara pendahuluan pada Minggu malam dengan hasil menunjukkan pemilu putara kedua. Jeda yang tiba-tiba telah memicu kekhawatiran di antara para pemantau pemilu dan pemerintah asing tentang kemungkinan perusakan suara.
Setelah jeda 24 jam, TSE memutakhirkan hitungannya yang menunjukkan Morales mendapat 46,85% suara berbanding dengan 36,73% milik pesaingnya Carlos Mesa. Hanya butuh 10 poin bagi Morales untuk menang dalam babak pertama.
Mesa pun mengecam hasil penghitungan suara tersebut dengan menyebutnya sebagai memalukan dan mengatakan ia tidak akan mengakuinya.
"Kami percaya warga tidak akan menerima ini," kata Mesa kepada wartawan di kota dataran rendah Santa Cruz.
“Pemerintah ini telah menciptakan situasi yang mustahil. Itu mencemooh suara rakyat," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (22/10/2019).
Sehari sebelumnya, Mesa telah merayakan ke putaran kedua setelah penghitungan resmi hampir 84% surat suara menunjukkan Morales kekurangan suara yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua. Jajak pendapat lain juga menunjukkan perlombaan yang ketat menuju babak kedua.
Akan tetapi, Morales, yang telah memenangkan tiga masa jabatan sebelumnya dengan mayoritas kuat, bersikeras pada hari Minggu bahwa ia akan mendapatkan cukup suara dari daerah pedesaan untuk kemenangan langsung.
Ketidakpastian memicu protes di negara Amerika Selatan yang terkurung daratan itu dan kekhawatiran tentang potensi manipulasi muncul di antara pengamat pemilu internasional dan diplomat. Beberapa diantaranya khawatir hal itu dapat memicu kerusuhan dengan kekerasan seperti yang baru-baru ini mengguncang Chili dan Ekuador.
"Hasil ini dapat dipertanyakan dan kami melihat awal konflik, suasana yang ditimbulkan dapat berubah dari ketegangan menjadi ledakan," kata analis politik Bolivia Franklin Pareja.
Sebelum pengadilan pemilihan kembali memperbarui hasil awal pada hari Senin, ribuan warga Bolivia telah melakukan aksi protes di luar sebuah hotel di La Paz di mana TSE telah berkumpul untuk memproses suara. Polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan, di tengah laporan bentrokan dalam aksi protes di tempat lain.
Keputusan TSE sebelumnya untuk menghentikan penghitungan sementara dengan hanya 83,76% dari pemungutan suara yang selesai dihitung telah mendorong lembaga monitor resmi, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), menuntut untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Angka-angka itu dengan jelas mengindikasikan putaran kedua, tren yang bertepatan dengan satu-satunya penghitungan cepat dan statistik resmi dari misi pengamatan," kata kepala misi pengamat Manuel Gonzalez.
Gonzalez mengatakan perubahan dalam satu hari tidak bisa dijelaskan dan merupakan pukulan bagi kepercayaan pemilih dalam proses pemilu, tetapi komentarnya gagal menyebut hasil itu tidak sah.
Argentina, Brazil dan Gedung Putih juga menyatakan keprihatinan atas gangguan pelaporan resmi hasil.
"Otoritas pemilu harus segera mengembalikan kredibilitas dan transparansi ke proses sehingga kehendak rakyat Bolivia dihormati," kata asisten sekretaris negara AS untuk urusan wilayah barat, Michael Kozak, di Twitter.
Jika Morales menang, pemimpin yang terus menerus berkuasa di Amerika Latin akan memperpanjang kekuasaannya hingga 19 tahun.
Antonio Costas, salah satu dari enam anggota tim TSE yang mengoordinasikan penghitungan, mengatakan kepada Reuters pada hari Senin bahwa keputusan telah dibuat untuk menunda penghitungan sementara untuk fokus pada perhitungan resmi yang lebih lambat.
Hitungan itu, masih berlangsung, dengan sekitar 60% surat suara masih diproses. Mesa dan Morales masing-masing terkait sedikit lebih dari 42% suara .
Costas menambahkan bahwa dia tidak berada di bawah tekanan politik apa pun untuk menghentikan penghitungan awal, yang telah dimaksudkan sebagai alat untuk membantu memastikan transparansi suara yang lebih besar.
Morales, mantan pemimpin serikat petani coca, telah mengawasi stabilitas politik dan ekonomi untuk Bolivia, negara termiskin di benua itu. Dukungan untuknya tergelincir di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kekhawatiran tentang korupsi pemerintah dan praktik-praktik anti-demokrasi.
(ian)