AS: Ketegangan Jepang-Korsel Untungkan China dan Rusia
A
A
A
WASHINGTON - Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) untuk Keamanan Indo-Pasifik, Randall Schriver mengatakan, ketegangan antara Jepang dan Korea Selatan (Korsel) menguntungkan China dan Rusia. Ketegangan Jepang dan Korsel, yang berawal dari masalah ekonomi, meluas ke wilayah diplomatik hingga militer.
Schriver menuturkan, keputusan sepihak Korsel untuk mengakhiri pakta berbagi intelijen militer dengan Jepang membuat Asia timur laut rentan terhadap tantangan keamanan dari China, Rusia, dan Korea Utara (Korut).
"Satu-satunya pemenang ketika Jepang dan Korea berseteru adalah pesaing kami," kata Schriver dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (29/8).
"Kami hanya harus melihat patroli baru-baru ini oleh pesawat Rusia dan China sebagai tantangan langsung ke tiga negara kami dan upaya untuk mengambil keuntungan dari gesekan saat ini," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, AS khawatir berakhirnya pembagian intelijen mencerminkan kesalahpahaman serius oleh pemerintahan Presiden Korsel, Moon Jae-in mengenai tantangan keamanan di Asia Timur Laut dari Cina, Rusia dan Korut.
"Permusuhan historis dan pertikaian politik (antara Korsel dan Jepang) harus dipisahkan dari kerjasama militer dan keamanan vital," ungkapnya.
Ketegangan Jepang dan Korsel, dimulai saat Seoul menuntut pembayaran dari bekas penguasa kolonial Jepang dalam perselisihan yang terjadi sebelum Perang Dunia II. Kebuntuan meningkat menjadi perang dagang diikuti oleh keputusan Korsel untuk membatalkan perjanjian 2016 untuk berbagi intelijen militer dengan Jepang tanpa AS sebagai perantara.
Schriver menuturkan, keputusan sepihak Korsel untuk mengakhiri pakta berbagi intelijen militer dengan Jepang membuat Asia timur laut rentan terhadap tantangan keamanan dari China, Rusia, dan Korea Utara (Korut).
"Satu-satunya pemenang ketika Jepang dan Korea berseteru adalah pesaing kami," kata Schriver dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Sputnik pada Kamis (29/8).
"Kami hanya harus melihat patroli baru-baru ini oleh pesawat Rusia dan China sebagai tantangan langsung ke tiga negara kami dan upaya untuk mengambil keuntungan dari gesekan saat ini," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, AS khawatir berakhirnya pembagian intelijen mencerminkan kesalahpahaman serius oleh pemerintahan Presiden Korsel, Moon Jae-in mengenai tantangan keamanan di Asia Timur Laut dari Cina, Rusia dan Korut.
"Permusuhan historis dan pertikaian politik (antara Korsel dan Jepang) harus dipisahkan dari kerjasama militer dan keamanan vital," ungkapnya.
Ketegangan Jepang dan Korsel, dimulai saat Seoul menuntut pembayaran dari bekas penguasa kolonial Jepang dalam perselisihan yang terjadi sebelum Perang Dunia II. Kebuntuan meningkat menjadi perang dagang diikuti oleh keputusan Korsel untuk membatalkan perjanjian 2016 untuk berbagi intelijen militer dengan Jepang tanpa AS sebagai perantara.
(esn)