AS Tes Rudal Jelajah Pertama Setelah Keluar Traktat INF

Rabu, 21 Agustus 2019 - 07:34 WIB
AS Tes Rudal Jelajah Pertama Setelah Keluar Traktat INF
AS Tes Rudal Jelajah Pertama Setelah Keluar Traktat INF
A A A
WASHINGTON - Pentagon menguji rudal jelajah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan lebih dari 500 km. Ini menjadi tes pertama sejak Amerika Serikat (AS) keluar dari Traktat Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF). AS secara resmi mundur dari pakta 1987 dengan Rusia itu pada 2 Agustus setelah menganggap Moskow melanggar traktat itu. Tuduhan itu disangkal oleh Kremlin.

INF yang dinegosiasikan ketika itu oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev, melarang rudal berbasis darat dengan jangkauan antara 500 dan 5.500 km. Dalam pernyataannya, Pentagon menyatakan tes penembakan rudal dilakukan di San Nicolas Island, California, pada Minggu (18/8), dan rudal mengenai target setelah meluncur lebih dari 500 km.

Tes semacam itu telah dilarang dalam traktat INF. “Tes rudal berbasis darat oleh militer AS yang dilarang dalam traktat INF dua pekan setelah penghentian resmi traktat ini merupakan sinisme dan ejekan terang-terangan pada komunitas internasional,” ungkap anggota parlemen Rusia Frants Klintsevich, dilansir kantor berita RIA.

“Kami, tentu saja, akan melakukan yang terbaik dalam jangka pendek untuk memastikan AS tidak memiliki superioritas pada jenis senjata itu,” papar Klintsevich. Dia menambahkan Rusia tidak ingin masuk dalam perlombaan senjata. Para pejabat AS menyatakan bahwa mereka berencana melakukan tes itu pada Agustus. AS berencana menguji rudal balistik jarak menengah pada November.

Moskow menyangkal tuduhan melanggar traktat itu dan menuduh AS justru yang melanggarnya. Washington pun menyangkal tuduhan Rusia tersebut. Isu ini pun semakin memperburuk perselisihan kedua negara sejak Perang Dunia berakhir pada 1991. Beberapa pakar yakin runtuhnya traktat itu dapat merusak kesepakatna kontrol senjata lainnya dan mempercepat erosi sistem global yang didesain menghalangi penyebaran senjata nuklir.

Juru bicara Pentagon menyatakan, tes terbaru AS menggunakan peluncur MK41, tapi sistem yang dites tidak sama dengan sistem pertahanan rudal Aegis Ashore yang sekarang beroperasi di Romania dan sedang dibangun di Polandia. Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia tidak menjawab permintaan Reuters untuk komentar terbarunya.

“Rusia telah menyatakan selama bertahun-tahun bahwa MK41 dapat meluncurkan Tomahawks dan akan melanggar traktat itu,” ungkap Kingston Reif, direktur riset pelucutan senjata di grup advokasi Arms Control Association. Reif menambahkan, “Meski ini tes pertama kombinasi itu, Rusia tidak akan ragu dengan klaim pemulihan nama baik tersebut.”

Menteri Pertahanan (Menhan) AS Mark Esper menyatakan meski dia mendukung penempatan rudal jarak menengah berbasis darat di Asia, membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum rudal semacam itu dapat dikerahkan. Rusia menganggap tes rudal AS itu memicu ketegangan.

“Semua ini disesalkan, AS jelas meningkatkan ketegangan militer. Kami tidak akan terpicu provokasi,” papar Deputi Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Ryabkov. “Kami tidak akan membiarkan diri kami tertarik dalam perlombaan senjata yang mahal,” tutur dia. Ryabkov menjelaskan, Rusia tidak berencana mengerahkan rudal baru apapun, kecuali AS melakukannya pertama kali.

China juga mengungkapkan kekhawatiran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Geng Shuang menyatakan tes itu menunjukkan AS memicu perlombaan senjata dan konfrontasi baru yang akan memiliki dampak negatif serius pada keamanan regional dan global. “Kami menyarankan pihak AS meninggalkan pola pikir Perang Dingin dan berlatih menahan diri dalam pengembangan senjata,” ungkap Geng.

Sementara, Presiden China Xi Jinping memperkuat pasukan rudalnya ke tingkat yang menjadi tantangan bagi kapal induk dan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Asia. Selama ini kapal induk dan pangkalan militer itu menjadi tulang punggung pertahanan AS di kawasan Asia. Sebagian besar rudal yang dimiliki China saat ini mampu menyaingi atau mengungguli kemampuan rudal AS.

Rudal-rudal itu pun dapat menusuk payung pelindung AS terhadap aliansi regional Korea Selatan (Korsel), Jepang, dan Taiwan. ”China sekarang memiliki pasukan rudal balistik paling canggih di dunia dan memiliki kapasitas untuk melampaui sistem pertahanan yang kita kembangkan,” papar mantan kepala intelijen Angkatan Laut (AL) AS Kapten James Fanell kepada kantor berita Reuters.

China juga memiliki satu kelas rudal konvensional yang dapat menyerang kapal induk AS di laut dan berbagai pangkalan di Jepang atau bahkan Guam di Samudra Pasifik. Berdasarkan traktat era Perang Dingin antara AS dan Rusia, mereka tak diizinkan mengembangkan senjata jenis itu yang berbasis di darat, rudal balistik jarak menengah, dan rudal jelajah dengan jangkauan antara 500 dan 5.500 km.

Namun, China yang tak menandatangani traktat itu telah mengembangkan roket-roket itu dalam jumlah yang banyak. Laporan khusus ini bagian dari serial Reuters berjudul The China Challenge yang menjelaskan bagaimana Presiden Xi Jinping membentuk ulang dan meremajakan militer China, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dengan mengisinya dengan para pendukung setia dan memperkuat kemampuan rudal, angkatan laut, dan nuklir.

Dalam menghadapi konflik di laut, militer China menyatakan mereka kini memiliki cara membuat kapal induk AS tetap di teluk. ”Kita tak dapat mengalahkan AS di laut. Tapi kita memiliki rudal yang secara khusus menargetkan kapal induk untuk menghentikan mereka mendekati wilayah perairan kita jika terjadi konflik,” papar seorang purnawirawan kolonel PLA kepada Reuters.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4530 seconds (0.1#10.140)