Laporan PBB: Tahanan Korut Mengalami Eksekusi hingga Kekerasan Seks

Sabtu, 03 Agustus 2019 - 14:37 WIB
Laporan PBB: Tahanan Korut Mengalami Eksekusi hingga Kekerasan Seks
Laporan PBB: Tahanan Korut Mengalami Eksekusi hingga Kekerasan Seks
A A A
NEW YORK - Nasib para tahanan Korea Utara (Korut) menjadi sorotan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) Antonio Guterres dalam laporan baru tentang catatan hak asasi manusia (HAM) di negara itu. Menurut laporan itu, para tahanan mengalami nasib tragis, mulai dari dieksekusi di depan publik hingga mengalami kekerasan seksual.

Laporan kepada Majelis Umum PBB, yang diperoleh The Associated Press pada Jumat, mengatakan para penjaga membuat para tahanan tidak berpakaian. Mereka diinterogasi, kadang-kadang hingga satu bulan atau lebih lama, dan sel-sel mereka sangat sesak sehingga mereka tidak bisa berbaring.

Guterres mengatakan kantor HAM PBB menerima dan menganalisis pengakuan orang-orang Korut yang telah mengalami penahanan. Sebagian besar dari mereka adalah wanita yang melarikan diri awalnya ke China Tiongkok antara September dan Mei.

Kantor itu mewawancarai lebih dari 330 orang yang meninggalkan negaranya Kim Jong-un itu.

"Mantan tahanan itu membuat tuduhan pelanggaran berat terhadap hak untuk hidup, kebebasan dan keamanannya yang dilakukan oleh petugas keamanan," kata Guterres.

Korea Utara telah berulang kali mengatakan tidak melanggar HAM. Pada bulan Mei, Duta Besar Korut di Jenewa, Han Tae Song, mengatakan pemerintah melakukan upaya pengabdian untuk kebaikan rakyat. "Pelanggaran hak asasi manusia, dalam bentuk apa pun, tidak dapat ditoleransi," katanya.

Namun Korea Utara telah menolak untuk memberikan visa kepada pejabat HAM PBB, kecuali sekali pada tahun 2017 kepada seorang penyelidik yang sedang mencari kondisi untuk para penyandang cacat.

"Mantan tahanan melaporkan kondisi yang sangat tidak bersih, dan makanan yang tidak mencukupi menyebabkan kurang gizi, sakit, dan kadang-kadang juga kematian tahanan lainnya," kata Guterres.

"Laporan yang diterima oleh kantor HAM termasuk kasus-kasus kekerasan seksual oleh pejabat penjara terhadap tahanan perempuan, termasuk selama penggeledahan tubuh invasif," imbuh Sekjen PBB.

"Beberapa penjaga membuat tahanan duduk atau berlutut sepanjang hari, membiarkan mereka meregangkan anggota tubuh mereka selama dua menit setiap jam, atau kurang," paparnya.

Guterres mengatakan tahanan yang bergerak tanpa izin dapat mengakibatkan hukuman fisik pribadi atau kolektif.

Selama periode pra-persidangan, tahanan tidak diberi akses ke pengacara."Kesaksian mengungkap bahwa tahanan hanya diberitahu tentang hukuman penjara mereka di akhir penyelidikan, terutama dalam kasus-kasus di mana terdakwa dihukum hingga enam bulan di kamp kerja jangka panjang," imbuh Guterres.

Ketika persidangan benar-benar terjadi, kata Guterres, tahanan tidak dapat memilih penasihat hukum mereka. Pengacara juga tidak memberikan pembelaan dan tidak ada pembebasan.

"Kekurangan gizi tersebar luas, dengan banyak laporan kematian akibat kelaparan," kata Guterres. "Penyakit seperti TBC, hepatitis, tifus, dan radang selaput dada banyak dilaporkan di penjara, dan sedikit atau tidak ada perawatan medis yang disediakan."

Sekjen PBB menambahkan banyak orang yang diwawancarai melaporkan adanya pemukulan parah oleh penjaga penjara, yang beberapa di antaranya mengakibatkan kematian terhadap tahanan.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5789 seconds (0.1#10.140)