Netanyahu: Orang Eropa Tak Akan Bangun sampai Dihantam Nuklir Iran
A
A
A
YERUSALEM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kesal dengan respons Uni Eropa yang pasif terhadap pelanggaran pembatasan pengayaan uranium oleh Iran. Menurutnya, orang-orang Eropa tidak akan terbangun dari tidurnya sampai rudal nuklir rezim para Mullah itu menghantam tanah mereka.
Pemimpin negara Yahudi itu membandingkan respons Uni Eropa terhadap pelanggaran Iran dengan kegagalan diplomasi dengan rezim Nazi Jerman menjelang Perang Dunia II.
"(Ini) mengingatkan saya pada peredaan Eropa tahun 1930-an," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video setelah Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan tidak ada satu pihak pun dalam perjanjian nuklir 2015 dengan Iran yang melihat peningkatan pengayaan uranium Teheran sebagai pelanggaran yang signifikan.
"Kemudian, ada orang-orang yang menancapkan kepala mereka di pasir dan tidak melihat bahaya yang mendekat," lanjut Netanyahu, yang sering menyebut proyek nuklir Iran sebagai ancaman besar bagi Israel dan dunia yang lebih luas. Iran membantah berupaya membuat bom nuklir.
"Tampaknya ada orang-orang di Eropa yang tidak akan bangun sampai rudal nuklir Iran mendarat di tanah Eropa. Tetapi kemudian akan terlambat, tentu saja," imbuh Netanyahu, seperti dikutip Reuters, Selasa (16/7/2019).
Seperti diberitakan sebelumnya, Iran telah mengumumkan bahwa pengayaan uranium mereka telah melampui batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir 2015 yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Dalam kesepakatan itu, Teheran dilarang memperkaya uranium di atas 300 kilogram, tapi Teheran sengaja melakukannya karena negara-negara penandatangan JCPOA tidak berbuat banyak untuk menolong Iran dari hantaman sanksi Amerika Serikat (AS).
JCPOA 2015 diteken Teheran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China). Kesepakatan itu mengharuskan Teheran mengekang program nuklrinya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Namun pada tahun lalu, AS keluar dari perjanjian tersebut dan memberlakukan kembali sanksinya terhadap negara itu.
Israel telah meramalkan jika kekuatan-kekuatan Eropa bergabung dengan Washington dalam menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran, maka rezim para Mullah itu akan terpaksa bersedia melakukan perundingan nuklir kembali.
Netanyahu kembali mengulang komitmen Israel yang tidak akan membiarkan Teheran memperoleh senjata pemusnah massal."Dalam hal apa pun, kami akan terus melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Iran mendapatkan persenjataan nuklir," katanya.
Pemimpin negara Yahudi itu membandingkan respons Uni Eropa terhadap pelanggaran Iran dengan kegagalan diplomasi dengan rezim Nazi Jerman menjelang Perang Dunia II.
"(Ini) mengingatkan saya pada peredaan Eropa tahun 1930-an," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video setelah Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan tidak ada satu pihak pun dalam perjanjian nuklir 2015 dengan Iran yang melihat peningkatan pengayaan uranium Teheran sebagai pelanggaran yang signifikan.
"Kemudian, ada orang-orang yang menancapkan kepala mereka di pasir dan tidak melihat bahaya yang mendekat," lanjut Netanyahu, yang sering menyebut proyek nuklir Iran sebagai ancaman besar bagi Israel dan dunia yang lebih luas. Iran membantah berupaya membuat bom nuklir.
"Tampaknya ada orang-orang di Eropa yang tidak akan bangun sampai rudal nuklir Iran mendarat di tanah Eropa. Tetapi kemudian akan terlambat, tentu saja," imbuh Netanyahu, seperti dikutip Reuters, Selasa (16/7/2019).
Seperti diberitakan sebelumnya, Iran telah mengumumkan bahwa pengayaan uranium mereka telah melampui batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir 2015 yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Dalam kesepakatan itu, Teheran dilarang memperkaya uranium di atas 300 kilogram, tapi Teheran sengaja melakukannya karena negara-negara penandatangan JCPOA tidak berbuat banyak untuk menolong Iran dari hantaman sanksi Amerika Serikat (AS).
JCPOA 2015 diteken Teheran dan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China). Kesepakatan itu mengharuskan Teheran mengekang program nuklrinya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Namun pada tahun lalu, AS keluar dari perjanjian tersebut dan memberlakukan kembali sanksinya terhadap negara itu.
Israel telah meramalkan jika kekuatan-kekuatan Eropa bergabung dengan Washington dalam menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran, maka rezim para Mullah itu akan terpaksa bersedia melakukan perundingan nuklir kembali.
Netanyahu kembali mengulang komitmen Israel yang tidak akan membiarkan Teheran memperoleh senjata pemusnah massal."Dalam hal apa pun, kami akan terus melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Iran mendapatkan persenjataan nuklir," katanya.
(mas)