Hizbullah Pangkas Pasukannya di Suriah
A
A
A
BEIRUT - Pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah mengatak, ia telah mengurangi jumlah pasukannya di Suriah. Kelompok Hizbullah diketahui mendukung rezim Bashar al-Assad dalam perang saudara yang telah berlangsung selama delapan tahun.
"Tentara Suriah telah pulih dan telah menemukan bahwa hari ini tidak membutuhkan kita," katanya dalam sebuah wawancana yang disiarkan di televisi Al-Manar milik Hizbullah..
“Kami hadir di setiap area yang dulu kami tuju. Kami masih di sana, tetapi kami tidak perlu berada di sana dalam jumlah besar selama tidak ada kebutuhan praktis,” imbuhnya seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (13/7/2019).
Kepala gerakan Syiah yang didukung Iran ini telah berperang di Suriah sejak 2013. Namun ia tidak memberikan rincian tentang sejauh mana pengurangan tersebut.
Didukung oleh Rusia dan Iran, pemerintah Damaskus telah mengambil kembali sebagian besar wilayah dari pemberontak sejak 2015. Sekarang, rezim Damaskus telah mengendalikan sekitar 60 persen wilayah negara itu.
Nasrallah mengatakan tidak ada pasukannya yang saat ini terlibat dalam pertempuran di wilayah barat laut Suriah, Idlib, di mana rezim dan pasukan Rusia telah meningkatkan pemboman mematikan di sebuah benteng yang dioperasionalkan oposisi sejak akhir April.
"Tetapi jika ada kebutuhan untuk kembali, semua yang ada di sana akan kembali ke Suriah," ia menekankan.
Menanggapi pertanyaan tentang serangan udara Israel berulang-ulang di Suriah, ia mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu te;ah "menipu rakyatnya."
"Dia memainkan permainan brinkmanship, karena Iran tidak akan meninggalkan Suriah," katanya memperingatkan.
Israel telah melakukan ratusan serangan di Suriah terhadap apa yang dikatakannya adalah target militer Iran dan Hizbullah. Mereka telah bersumpah untuk menjaga Iran untuk tidak mempertahankan militernya di Suriah.
Wawancara Nasrallah datang untuk menandai dimulainya perang 2006 antara Hizbullah dengan Israel. Perang itu menewaskan lebih dari 1.200 warga Libanon, kebanyakan warga sipil, dan lebih dari 160 warga Israel, sebagian besar tentara.
Kedua negara secara teknis masih berperang, dan pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan tiga terowongan telah ditemukan telah digali di bawah perbatasan dari Libanon ke Israel sejak akhir tahun lalu.
Pemimpin kelompok itu memperingatkan bahwa instalasi kunci Israel di sepanjang pantai Mediterania termasuk Tel Aviv berada dalam dalam jangkauan roketnya.
"Tentara Suriah telah pulih dan telah menemukan bahwa hari ini tidak membutuhkan kita," katanya dalam sebuah wawancana yang disiarkan di televisi Al-Manar milik Hizbullah..
“Kami hadir di setiap area yang dulu kami tuju. Kami masih di sana, tetapi kami tidak perlu berada di sana dalam jumlah besar selama tidak ada kebutuhan praktis,” imbuhnya seperti dikutip dari Arab News, Sabtu (13/7/2019).
Kepala gerakan Syiah yang didukung Iran ini telah berperang di Suriah sejak 2013. Namun ia tidak memberikan rincian tentang sejauh mana pengurangan tersebut.
Didukung oleh Rusia dan Iran, pemerintah Damaskus telah mengambil kembali sebagian besar wilayah dari pemberontak sejak 2015. Sekarang, rezim Damaskus telah mengendalikan sekitar 60 persen wilayah negara itu.
Nasrallah mengatakan tidak ada pasukannya yang saat ini terlibat dalam pertempuran di wilayah barat laut Suriah, Idlib, di mana rezim dan pasukan Rusia telah meningkatkan pemboman mematikan di sebuah benteng yang dioperasionalkan oposisi sejak akhir April.
"Tetapi jika ada kebutuhan untuk kembali, semua yang ada di sana akan kembali ke Suriah," ia menekankan.
Menanggapi pertanyaan tentang serangan udara Israel berulang-ulang di Suriah, ia mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu te;ah "menipu rakyatnya."
"Dia memainkan permainan brinkmanship, karena Iran tidak akan meninggalkan Suriah," katanya memperingatkan.
Israel telah melakukan ratusan serangan di Suriah terhadap apa yang dikatakannya adalah target militer Iran dan Hizbullah. Mereka telah bersumpah untuk menjaga Iran untuk tidak mempertahankan militernya di Suriah.
Wawancara Nasrallah datang untuk menandai dimulainya perang 2006 antara Hizbullah dengan Israel. Perang itu menewaskan lebih dari 1.200 warga Libanon, kebanyakan warga sipil, dan lebih dari 160 warga Israel, sebagian besar tentara.
Kedua negara secara teknis masih berperang, dan pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan tiga terowongan telah ditemukan telah digali di bawah perbatasan dari Libanon ke Israel sejak akhir tahun lalu.
Pemimpin kelompok itu memperingatkan bahwa instalasi kunci Israel di sepanjang pantai Mediterania termasuk Tel Aviv berada dalam dalam jangkauan roketnya.
(ian)