Kisah Eks Presiden Gambia Pilih Sendiri 'Gadis Protokol' untuk Diperkosa
A
A
A
BANJUL - Mantan presiden Gambia, Yahya Jammeh, dituduh memerkosa dan memaksakan tindakan seksual terhadap sejumlah wanita saat berkuasa. Laporan kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan Jammeh memilih sendiri para wanita yang dijuluki sebagai "gadis protokol" untuk diperkosa.
Sebagai imbalannya, bekas penguasa Gambia itu menawarkan uang tunai, hadiah dan hak istimewa lainnya kepada para korbannya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Rabu, Human Rights Watch (HRW) dan LSM Swiss; TRIAL International, mengatakan setidaknya tiga wanita menuduh Jammeh melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual saat ia menjabat presiden antara tahun 1996 hingga 2017.
Pemerintahan Jammeh terkenal karena kebrutalan dan korupsinya. Namun, pelecehan seksual terhadap para wanita merupakan tuduhan pertama kali yang didokumentasikan oleh publik.
"Yahya Jammeh memperlakukan wanita Gambia seperti milik pribadinya," kata Reed Brody, penasihat hukum HRW.
"Pemerkosaan dan kekerasan seksual adalah kejahatan dan Jammeh tidak berada di atas hukum, dan tidak ada wanita di bawahnya," ujarnya.
Menurut kelompok HAM, penyelidikan didasarkan pada bukti dari empat wanita, delapan mantan pejabat Gambia, dan beberapa saksi lainnya. Jammeh memiliki "gadis protokol" yang diminta untuk menelepon guna memberinya layanan seks.
"Dia memilih wanita muda untuk memuaskan fantasi seksualnya," kata seorang mantan ajudan Jammeh, yang berbicara dalam kondisi anonim.
Imbalan yang ditawarkan Jammeh antara lain hadiah, dukungan bagi keluarga korban yang miskin, atau menawarkan beasiswa untuk belajar di luar negeri.
Menurut sejumlah kesaksian, para korban dituntut untuk tinggal di sebelah kediamannya dan dilarang pergi tanpa izinnya. Jika mereka menolak melayani tuntutan seksualnya, ia akan mengancam atau memukul para korban.
Para "gadis protokol" itu diawasi oleh sepupu perempuannya, Jimbee Jammeh, yang juga menyediakan perempuan lain untuknya.
Salah satu korban adalah Toufah Jallow, yang saat itu tercatat sebagai pelajar 18 tahun. Jallow merupakan pemenang kontes kecantikan yang disponsori negara tahun 2014. Dia dipuji oleh Jammeh sebagai "sarana untuk memberdayakan perempuan".
Menurut Jallow, lebih dari enam bulan dia menolak uang muka, menolak tawaran untuk menjadi "gadis protokol", dan menolak lamaran untuk menikah dengan Jammeh.
Menurut keaksiannya, suatu hari ajudan membawa Jallow untuk menghadiri resital Alquran menjelang Ramadan di Gedung Negara. Yahya Jammeh menguncinya di sebuah ruangan, memukul dan mengancamnya. Jammeh kemudian menyuntiknya dengan cairan dan memerkosanya.
Jallow berhasil melarikan diri ke Senegal beberapa hari kemudian.
Gambia telah membentuk Komisi Kebenaran, Rekonsiliasi dan Reparasi (TRRC), mencontoh badan pasca-apartheid Afrika Selatan, untuk menuntut penjelasan pemerintahan Jammeh.
Selain terlibat skandal seks, mantan pemimpin itu juga dituduh menghambur-hamburkan ratusan juta dolar kas negara selama menjadi presiden.
Bekas penguasa berusia 54 tahun itu saat ini berada di Equatorial Guinea, di mana ia mencari pengasingan setelah kalah dalam pemilihan presiden 2016 dari Adama Barrow.
Marion Volkmann-Brandau, yang memimpin penyelidikan meminta TRRC untuk memulai proses terhadap mantan presiden tersebut.
"Para wanita yang mengagumkan ini memecahkan budaya diam. Sekarang penting bahwa TRRC dan pemerintah memberi mereka jalan menuju pemulihan dan keadilan," katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (27/6/2019).
Sebagai imbalannya, bekas penguasa Gambia itu menawarkan uang tunai, hadiah dan hak istimewa lainnya kepada para korbannya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Rabu, Human Rights Watch (HRW) dan LSM Swiss; TRIAL International, mengatakan setidaknya tiga wanita menuduh Jammeh melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual saat ia menjabat presiden antara tahun 1996 hingga 2017.
Pemerintahan Jammeh terkenal karena kebrutalan dan korupsinya. Namun, pelecehan seksual terhadap para wanita merupakan tuduhan pertama kali yang didokumentasikan oleh publik.
"Yahya Jammeh memperlakukan wanita Gambia seperti milik pribadinya," kata Reed Brody, penasihat hukum HRW.
"Pemerkosaan dan kekerasan seksual adalah kejahatan dan Jammeh tidak berada di atas hukum, dan tidak ada wanita di bawahnya," ujarnya.
Menurut kelompok HAM, penyelidikan didasarkan pada bukti dari empat wanita, delapan mantan pejabat Gambia, dan beberapa saksi lainnya. Jammeh memiliki "gadis protokol" yang diminta untuk menelepon guna memberinya layanan seks.
"Dia memilih wanita muda untuk memuaskan fantasi seksualnya," kata seorang mantan ajudan Jammeh, yang berbicara dalam kondisi anonim.
Imbalan yang ditawarkan Jammeh antara lain hadiah, dukungan bagi keluarga korban yang miskin, atau menawarkan beasiswa untuk belajar di luar negeri.
Menurut sejumlah kesaksian, para korban dituntut untuk tinggal di sebelah kediamannya dan dilarang pergi tanpa izinnya. Jika mereka menolak melayani tuntutan seksualnya, ia akan mengancam atau memukul para korban.
Para "gadis protokol" itu diawasi oleh sepupu perempuannya, Jimbee Jammeh, yang juga menyediakan perempuan lain untuknya.
Salah satu korban adalah Toufah Jallow, yang saat itu tercatat sebagai pelajar 18 tahun. Jallow merupakan pemenang kontes kecantikan yang disponsori negara tahun 2014. Dia dipuji oleh Jammeh sebagai "sarana untuk memberdayakan perempuan".
Menurut Jallow, lebih dari enam bulan dia menolak uang muka, menolak tawaran untuk menjadi "gadis protokol", dan menolak lamaran untuk menikah dengan Jammeh.
Menurut keaksiannya, suatu hari ajudan membawa Jallow untuk menghadiri resital Alquran menjelang Ramadan di Gedung Negara. Yahya Jammeh menguncinya di sebuah ruangan, memukul dan mengancamnya. Jammeh kemudian menyuntiknya dengan cairan dan memerkosanya.
Jallow berhasil melarikan diri ke Senegal beberapa hari kemudian.
Gambia telah membentuk Komisi Kebenaran, Rekonsiliasi dan Reparasi (TRRC), mencontoh badan pasca-apartheid Afrika Selatan, untuk menuntut penjelasan pemerintahan Jammeh.
Selain terlibat skandal seks, mantan pemimpin itu juga dituduh menghambur-hamburkan ratusan juta dolar kas negara selama menjadi presiden.
Bekas penguasa berusia 54 tahun itu saat ini berada di Equatorial Guinea, di mana ia mencari pengasingan setelah kalah dalam pemilihan presiden 2016 dari Adama Barrow.
Marion Volkmann-Brandau, yang memimpin penyelidikan meminta TRRC untuk memulai proses terhadap mantan presiden tersebut.
"Para wanita yang mengagumkan ini memecahkan budaya diam. Sekarang penting bahwa TRRC dan pemerintah memberi mereka jalan menuju pemulihan dan keadilan," katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (27/6/2019).
(mas)