Demonstran Hong Kong Kembali ke Jalanan

Sabtu, 22 Juni 2019 - 09:47 WIB
Demonstran Hong Kong Kembali ke Jalanan
Demonstran Hong Kong Kembali ke Jalanan
A A A
HONG KONG - Ribuan demonstran berpakaian hitam memblokir jalan dan mengepung kantor pusat kepolisian di Hong Kong kemarin.

Unjuk rasa itu merupakan demonstrasi terbaru menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang memicu kerusuhan dan menciptakan krisis di Hong Kong. Sejumlah mahasiswa memakai topi, kaca mata dan masker wajah untuk membuat penghalang jalang dan menjebak sejumlah mobil.

Pengunjuk rasa mendesak Pemimpin Hong Kong Carrie Lam yang telah menunda RUU itu segera menghapusnya. “Orang-orang di isni memberi tekanan pada pemerintah bahwa kami tidak sepakat dengan rencana ekstradisi Anda,” ungkap mahasiswa Edison Ng yang berunjuk rasa di tengah suhu panas sekitar 32 derajat Celsius.

“Tidak jelas berapa lama kami akan tinggal. Pergi atau tidak pergi, rakyat akan memutuskan,” kata dia, dilansir Reuters.

Unjuk rasa ini menjadi tantangan terbesar bagi Presiden China Xi Jinping sejak berkuasa pada 2012. Otoritas kembali menerapkan penutupan sementara kantor-kantor pemerintah demi alasan keamanan.

Jalanan yang biasanya penuh dengan lalu lintas kendaraan saat makan siang di jantung keuangan Asia itu kini suasananya lengang. Puluhan demonstran tampak memperkuat penghalang jalan dengan palang besi.

“Tak pernah menyerah,” teriak para demonstran dekat kantor pusat kepolisian. Mereka juga mendesak Kepala Kepolisian Hong Kong Stephen Lo segera mundur.

Ratusan orang tetap di luar gedung-gedung pemerintahan kemarin malam, duduk dengan damai dan saling menyemprotkan air agar suhu badan tetap dingin.

Jutaan orang telah turun ke jalanan Hong Kong bulan ini untuk menentang RUU itu. RUU ekstradisi itu akan mengizinkan orang diekstradisi ke China daratan untuk menghadapi pengadilan yang dikontrol Partai Komunis.

RUU ekstradisi itu memicu unjuk rasa terburuk dalam puluhan tahun, saat kepolisian menembakkan peluru dan gas air mata untuk membubarkan massa. Hong Kong dikembalikan ke pemerintah China pada 1997.

Namun banyak pihak menuduh China menghalangi reformasi demokratis, mencampuri pemilu dan mendalangi hilangnya lima penjual buku di Hong Kong sejak 2015. Lima penjual buku itu khusus menjual buku yang mengkritik para pemimpin China.

Unjuk rasa kemarin mendesak pemerintah mencabut semua tuduhan terhadap mereka yang didakwa dalam bentrok pekan lalu, mendakwa polisi melakukan aksi kekerasan. Demonstran juga mendesak kepolisian berhenti menyebut pengunjuk rasa sebagai perusuh.

Aktivis demokrasi Joshua Wong yang keluar dari penjara pada awal pekan ini telah menjalani lima pekan hukuman tahanan oleh pengadilan. Wong meminta kepala kepolisian Stephen Lo berbicara langsung dengan para demonstran. Pengunjuk rasa lain menyatakan kemarahan pada perlakuan kepolisian.

Para penentang RUU itu khawatir aturan itu dapat membuat mereka tunduk pada sistem pengadilan China yang diwarnai dengan penyiksaan, pemaksaan pengakuan dan penahanan sewenang-wenang.

Demonstran juga mempertanyakan kemampuan Lam untuk mengelola pemerintahan, dua hari setelah dia dipilih dan berjanji menyatukan seluruh warga Hong Kong. Menteri Kehakiman Hong Kong Teresa Cheng menjadi pejabat terbaru yang meminta maaf atas RUU itu.

“Terkait kontroversi dan konflik di masyarakat yang muncul dalam masalah ini dalam beberapa bulan lalu, menjadi anggota tim pemerintah, saya menawarkan permintaan maaf saya pada seluruh rakyat Hong Kong,” ungkap Cheng dalam blognya.

Dia menambahkan, “Kami berjanji mengadopsi sikap lebih ramah dan rendah hati untuk menerima kritik dan membuat perbaikan dalam melayani publik.”

Adapun Lam mengakui kontroversi dalam RUU itu. Dia menyatakan mendengar rakyat dengan keras dan jelas. Meski demikian, Lam menolak desakan mundur.

Kekhawatiran tentang RUU itu menyebar cepat, dari kelompok hak asasi manusia (HAM) dan demokratis hingga masyarakat Hong Kong yang lebih luas, termasuk tokoh bisnis pro-kemapanan yang biasa memiliki sikap berbeda dengan pemerintah. Sejumlah pengusaha Hong Kong telah mulai memindahkan kekayaannya ke luar negeri.

Demonstran berkumpul kemarin di luar kantor pemerintahan sebelum pawai menuju kantor pusat kepolisian. Seorang aktivis membaca surat dukungan dari mahasiswa Taiwan.

“Berani warga Hong Kong, mungkin saat menghadapi kesulitan, kita semua rentan dan kecil, tapi tolong jangan menyerah membela apapun yang Anda cintai,” ungkap demonstran membaca surat dari mahasiswa Taiwan tersebut.

Beijing tidak pernah ragu mengancam menggunakan kekuatan untuk merebut kembali Taiwan. Banyak demonstran melambaikan bendera Taiwan dalam demonstrasi terbaru di Hong Kong.

Taiwan yang menentang kebijakan satu negara dua sistem itu menyuarakan dukungan pada warga Hong Kong.

Setelah penyerahan Hong Kong ke China dari Inggris, kota itu seharusnya menikmati otonomi yang luas. Namun menguatnya pengaruh China memicu protes pada 2014 hingga melumpuhkan kota itu selama 79 hari.

Pakar investasi David Webb mengungkapkan, jika Lam adalah saham, maka dia bisa memiliki nilai nol.

“Dia (Lam) telah kehilangan kepercayaan publik,” ungkap Webb. Jika melihat respons publik saat ini, menurut dia, Lam harus menjauhkan RUU tersebut. Namun demikian, Beijing tetap memberikan dukungan pada Lam. Harian milik Partai Komunis China, People’s Daily, mengungkapkan dukungan pemerintah pusat untuk Lam.

Mereka juga mengecam kekuatan asing yang menggelorakan gerakan anti-China di Hong Kong. “Beberapa orang di Hong Kong bergantung dengan orang asing dan bergantung anak muda yang menjadi pion kekuatan asing anti-China,” tulis editorial People’s Daily .

Ketegangan saat ini terjadi di masa sulit bagi Beijing yang menghadapi eskalasi perang dagang dengan Amerika Serikat dan konflik di Laut China Selatan. Beijing juga menyensor berita demonstrasi di Hong Kong karena khawatir memicu aksi di China daratan. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5733 seconds (0.1#10.140)